MAKALAH
FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
TENTANG
HAKIKAT MANUSIA DAN MASYARAKAT
MAKALAH
FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
TENTANG
HAKIKAT MANUSIA DAN MASYARAKAT
Dosen Pengampu :
Misran, S.Ag., M.Pd.I
Di Susun Oleh :
Kelompok VI
1.
Fajar
Maysyaroh NPM
: 180511532
2.
Amira
Kholita A.F NPM : 180511507
3.
Nur
Sella Enggar Dhini NPM
: 180511534
4.
Imroatul
Azizah NPM
: 180511562
5.
Muhammad
Ferdy Ismail NPM
: 180511546
6.
Rizky
Ihsan Nur Rahman NPM
: 180511511
7.
Bambang
Ardiansyah NPM
: 180511554
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KUTAI
KARTANEGARA 2019
BAB
I
LATAR
BELAKANG
Diantara struktur ide pendidikan dalam islam ialah
manusia dan masyarkat. Membicarakan manusia tentu tidak pernah habis. Jika
seseorang merasa tuntas membicarakanya berarti sama dengan memperkecil makna
dan kandungan kapabilitas manusia itu sendiri. Hakikat manusia tidak akan
pernah ditangkap secara utuh dan pasti karena banyaknya dimensi dan misteri
yang dikandungnya. Maka setiap kali orang selesai memahami dari satu dimensi
tentang manusia, maka muncul pula dimensi lainnya yang belum ia bahas. Menurut
Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat) yang dikutip
Nata (2001) mengatakan bahwa”manusia adalah makhluk yang misterius, karena
derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan
perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya”.
Menurut Hasan Langgulung filsafat pendidikan secara
ontologis membicarakan hakikat manusia dan masyarkat. Dengan kata lain,
filsafat pendidikan menjawab manusia dan masyarakat seperti apakah yang ingin
dicapai oleh pendidikan itu. Dari landasan pemikiran di atas, tulisan ini akan
mencoba menguraikan serinci mungkin hakikat manusia itu dan berikutnya juga
akan dibahas hakikat masyarakat dalam perspektif filsafat pendidikan islam.
Ilmu yang membahas hakikat manusia sebagaimana ditulis
oleh jalaluddin dan abdullah idi disebut antropologi masyarakat. Sementara
ditulis oleh umar dan sulo dengan filsafat antropologi. Malah poejawijatna
hanya menyebutnya dengan antropologis.
Manusia dalam pendidikan menempati posisi sentral, karena
manusia disamping dipandang sebagai subjek, ia jiga dilihat sebagai objek
pendidikan itu sendiri. Sebagai subjek, manusia menentukan coarak dan arah
pendidikan, manusia khususnya manusia dewasa bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pendididikan dan secara moral berkewajiban atas perkembangan
pribadi peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT MANUSIA
1. Hakikat Manusia Dalam Islam
Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yakni
jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan
itu diberi berbagai potensi, seperti indera (pendengaran, penglihatan,
penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dengan memberdayakan
potensi-potensi tersebut ke jalan Tuhanlah, manusia dikatakan sebagai
sebaik-baik makhluk ciptaaNya dan insan kamil (manusia sempurna).
a. Proses Penciptaan Manusia
Tuhan menciptakan manusia terdiri dari dari unsur ruh
(jiwa, roh, ruh dan nyawa) dan jasad. Proses penciptaanyapun rumit dan penuh
misteri sebanding dengan jati dirinya yang unik, misteri dan tak terduga (garaib wa ‘ajaib). Ruhani, dan jasad, adalah
dua unsur yang tidak bisa dipisah satu sama lain dan keduanya merupakan satu
kesatuandan saling menyempurnakan dalam pemebentukan manusia. Stelah ruhani
atau jiwa dan jasad bersatu, disebut insan (manusia) sebagai keseluruhan baik
lahir maupun batin. Ruhani tersebut terdiri dari unsur akal, (kekuatan
berrfikir), kalbu (kekuatan merasa dan bartuhan), dan nafs (kakuatan
keinginan). Manusia itu diberi potensi-potensi atau daya-daya (fitrah) yang
bermacam-macam agar ia mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai hamba
yang beribadah dan sebgai khalifah.
Dalam membahas hakikat manusia, parah ahli banyak banyak
mengutip ayat yang menjelaskan proses penciptaan manusia, di antaranya:
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ0ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي
قَرَارٍ مَكِينٍ0
ثُمَّ
خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا
آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Artinya :
“Dan sesunggunya kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati(berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh(rahim).
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling
baik”. (Surah Al-Mu’minun
ayat 12-14)
Proses jasadiyah manusia mulai dari saripati tanah sampai
dari sempurna secara jasmani jelas termaktub pada ayat diatas. Namun jasad itu
ditiupkan roh kedalamnya, sehingga ia menjadi manusia.
Dalam doktrin islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama.
Sebelum Adam dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan
berfirman kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah,
lantas malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini
orang (manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah
menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di
jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Surah Al-
Baqarah ayat 30 -31)
Dan ayat-ayat tersebut di atas maka dapat diambil
diskripsi bahwa Adam adalah manusia pertama, dan dari sejak Adamlah terdapat
simbol-simbol barang (nama-nama) yang menunjukan terbentuknya suatu unsur
kebudayaan yakni bahasa dan ilmu pengetahuan.
Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam
sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan
Adam. Penyebutan asal usul penciptaan
Adam beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilahfin, turab, salsal seperti
fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama masnun. Berikut uraian satu
persatu:
1. Kata Tin
Kata tin antara lain terdapat pada Q.S. Al-Mukminun ayat
12. Pada umumnya para mufassir mengartikan kata tin dengan sari pati tanah
lumpur atau tanah liat. Menurut Ibnu Katsir (1996), Ahmad Musthofa (1974),
Jamal (1952), dan Magnujah (1969) bahwa kata tin berarti bahan penciptaan Adam
dari komponen saripati tanah liat.
2. Kata Turab
Kata turabantara lain terdapat pada Q.S. Al. Kahf ayat
37; Al-Hajj ayat 5; Ali Imran ayat 59; Ar-Rum ayat 20; Fatir ayat 11. Menurut
Nazwar Syamsu (1983) bahwa semua ayat yang mengandung kata turabberarti
saripati tanah. Muhmaad Jawwad membagi asal-usul penciptaan manusia menjadi dua
yakni (1) langsung dari sari patih tanah tanpa perantara yakni Adam dan (2)
tidak langsung dari tanah seperti menciptakan Bani Adam berasal dari nutfah
(mani) dan darah, yang keduannya berasal dari berbagai macam makanan.[8]
3. Salsal seperti fakhkhar yang berasal dari hama’ masnun
Kata salsal terdapat pada Q.S. Al-Rahman ayat 14 , Q.S.
Al-Hijr ayat 26 dan 28 dan 33. Menurut Fachrur Razy (tth), dimaksud dengan salsal
ialah tanah kering yang bersuara dan belum di masak. Salsal sudah dimasak
jadilah dia (fakhhar) sebagai komponen penciptaan Adam. Sedangkan kata salsal
yang bersal dari hama’ masnun, menurut al-Maraghi (1974) ialah tanah kering,
keras, bersuara, yang dapat berukir, warna hitam yang dpat diubah-ubah, yang
tuangkan dalam cetakan agar menjadi kering. Seperti barang-barang permata yang
dicairkan dan dituangkan dalam cetakan.
4. Peniupan ruh
Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna yakni adanya
persenyawaan antara komponen tin (tanah liat yang berasal dari tanah lumpur
yang bersih), turab (saripati tanh), dan salsal seperti fakhkhar bersal dari
hama’ masnun (dari lumpur hitam yang dicetak dan diberi bentuk), lalu Allah
meniupakan Roh-Nya kepada Adam dan sejak itu dia benar-benar menjadi makhluk
yang sesunggunya (jasmani dan ruh) yang sempurna sehingga para malaikat pun
diperintahkan oleh Allah agar tunduk dan bersujud kepada Adam.
b. Istilah Al-Quran tentang manusia dan perangkat jati
diri manusia
1. Kata Insan
Manusia jika merujuk kepada kata insan,nasiya dan
aluns/anisa berarti mengacu kepada manusia dari aspek mental spiritualnya. Kata
insan yang bentuk jamaknya (pluralnya) al-nas dari segi semantik atau ilmu
tentang akat kata, dapat dilihat dari asal kata anasa yang mempunyai arti
melihat, megetahui, dan minta izin. Selanjutnya kata insan juga dilihat dari
asalnya nasiya yang berarti lupa. Sedangkan kata insan jika dilihat dari asal
katanya dari al-uns atau anisa dapat berarti jinak (Loes Ma’luf, 1987). Menurut
Musa Asy’ari (1992), bahwa atas dasar insan dari kata anasa mengandung petunjuk
adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalaran. Yakni
dengan penalarannya itu manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang
dilihatnya, ia dapat pula ia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan
mendorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Insan dari asal kata “nasiya”, berarti lupa atau salah.
Manusia mempunyai sifat salah dan lupa. Manusia lupa terhadap sesuatu hal,
disebabkan ia kehilangan kesadaran terhadap sesuatu. Oleh karen itu, dalam
kehidupan beragama, oarang yang lupa dibebani hukum atau tidak diminta
pertanggung jawaban seseorang dalam keadaan tidak menyadari atau lupa terhadap
perkataan dan perbuatanya.
2. Kata Basyar
Manusia jika merujuk kepada kata basyar, berarti mengacu
pada manusia aspek lahiriahnya. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua
makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik individu maupun kolektif. Kata
basyar adalah jamak (plural) dari kata basyarah yang berarti permukaan kulit
kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Ibnu Barzah
mengartikanya sebagai kulit luar. Al-Lais mengartikanya sebagai permukaan kulit
pada wajah dan tubuh manusia. Oleh karena itu kata mubasyarah diartikan
mulamasah yang artinya persentuhan antara kulit laki-laki dan kulit perempuan.
Disamping itu kata mubasyarah juga diartikan sebagi al-iwat , atau al-ijma’
yang artinya persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
Menurut kelompok kami : Hakikat manusia dalam Islam adalah makhluk ciptaan Allah yang
terdiri dari roh dan jiwa yang memiliki indera, akal untuk berfikir, hati/kalbu
untuk merasakan dan nafs atau keinginan yang bertujuan agar mampu menjalankan
tugas dari Allah untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi.
2. Pandangan Filsafat Tentang
Hakekat Manusia
Manusia
adalah subjek pendidikan, sekaligus juga sebagai objek pendidikan. Manusia
dewasa yang berkebudayaan adalah subjek pendidikan dalam arti bertanggung jawab
menyelenggarakan pendidikan. Mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan
pribadi anak-anak mereka, generasi penerus mereka. Manusia dewasa yang
berkebudayaan, terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab
formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai
yang dikehendaki masyarakat bangsa itu.
Manusia
yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju
pembudayaan maupun proses kematangan dan integritas, adalah “objek” pendidikan.
Artinya mereka adalah sasaran atau “bahan” yang dibina. Meskipin kita sadari
bahwa perkembangan kepribadian adalah self-development melalui self-activities;
jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Menurut kelompok kami : Manusia bisa dikatakan sebagai pelaku pendidikan, seperti
pengajar dalam menciptakan suatu pengajaran dan juga manusia sebagai objek atau
sasaran/peserta didik yang harus dibina atau dengan perkembangan diri.
3. Pandangan Ilmu Pengetahuan
Tentang Manusia.
Pendidikan
secara khusus tujuanya adalah untuk memahami dan mendalami hakikat manusia. Manusia
adalah hewan berakal sehat yang mengeluarkan pendapatmya dan berbicara
berdasarkan akal pikiranya (Aristoteles, 2009).
Menurut
tinjauan Islam, manusia adalah pribadi atau individu yang berkeluarga, selalu
bersilaturahmi, dan pegabdi Tuhan. Manusia juga pemelihara alam sekitar, wakil
Allah swt di atas muka bumi. Islam memandang manusia sebagai makhluk sempurna
dibandingkan dengan hewan dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu manusia
disuruh menggunakan akalnya dan inderanya agar tidak salah memahami mana
kebenaran sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan atau dianggap benar.
Pada
dasarnya manusia adalah makhluk religius, yang dengan pernyataan itu mewajibkan
manusia memperlakukan agama sebagai suatu kebenaran yang harus dipatuhi dan
diyakini. Untuk itu, sangat penting membangun manusia yang sanggup melakukan
pembangunan duniawi yang mempunyai arti bagi hidup pribadi di akhirat kelak.
Dengan kata lain, usaha pembinaan manusia ideal, tersebut merupakan progarm
utama dalam pendidikan modern pada masa-masa sekarang.
Menurut kelompok kami : Manusia adalah sebaik – baik makhluk yg diciptakan oleh
Allah yang berbeda dengan hewan atau makhuk ciptaan Allah yang lainnya. Dan
juga manusia adalah makhluk yang berkembang sesuai dengan tuntunan zaman yang
semakin maju.
4. Aliran Filsafat Tentang Manusia.
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan
tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu:
Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran
aksistensialisme.
a. Aliran Serba zat (Faham Materialisme)
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sunguh ada
itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah
unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi. Manusia ialah
apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging, tulang).
Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia
adalah lebih kepada zat atau materinya. Manusia bergerak menggunakan organ,
makan dengan tangan, berjalan dengan kaki, dll. Semua serba zat atau meteri.
Berdasar aliran ini, maka dalam pendidikan manusia harus melalui proses
mengalami atau pratek (psikomotor).
b. Aliran Serba
Ruh
Dalam buku lain, aliran ini diberi nama Aliran Idealisme.
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini
adalah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh.Ruh disini bisa diartikan juga
sebagai jiwa, mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi,
zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa
(rohani, spirit, ratio) manusia.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa yang menggerakkan
tubuh itu adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa maka jasmani, raga atau
fisik manusia akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. Dalam
pendidikan, maka tidak hanya aspek pengalaman saja yang diutamakan, faktor
dalam seperti potensi bawaan (intelegensi, rasio, kemauan dan perasaan)
memerlukan perhatian juga.
c. Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya
terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat
realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk
hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan
jasmani, jiwa dan raga.
Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa,
rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa ratio
itu terletak pada otak. Akan tetapi akan
timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang
non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi
(tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu.
Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia
tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya
keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama
sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat
berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini,
tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.
d. Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakekat manusia
merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya
hakikat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini
manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua aliran
itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.
Menurut kelompok kami : Dalam aliran filsafat tentang manusia terdapat 4 aliran,
yaitu aliran serba zat, aliran serbu ruh, aliran dualisme, aliran
eksistensialisme. Dari 4 unsur aliran filsafat tersebut merupakan aliran
pemikiran yang terbentuk atas dasar masalah rohani (jiwa) dan jasmani (raga)
manusia. Di setiap aliran tersebut memiliki ciri khas maupun kriteria dalam
mengembangkan pemikiran mengenai manusia.
5. Pandangan Antropologi
Metafisika
Antropologi
Metafisika berkesimpulan bahwa hakikat manusia integritas antara kesadaran-kesadaran
:
a. Manusia sebagai makhluk individu
Kesadaran
manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individulitas manusia. Kesadaran
diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi diantara segala
realitas adalah pangkal segala kesadaran terhadap sesuatu. Dengan bahasa
filsafat dinyatakan self-existence adalah sumber pengertian manusia akan segala
sesuatu.
Makin
manusia sadar akan diri sendiri sesungguhnya makin sadar manusia akan
kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari
semesta. Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran
paling dalam, sumber kesadaran subjek yang melahirkan kesadaran lain.
b. Manusia sebagai makhluk sosial
self-existence, kesadaran diri sendiri membuka kesadaran
atas segala sesuatu sebagai realita di samping realita subyek. Meski diri kita
sebagai pribadi adalah subyek yang menyadari, namun diri kita bukanlah pusat
dari segala realita. Sebab, kedudukan setiap pribadi mempunyai martabat
kemanusiaan (human dignity) yang sederajat, maka wajarlah bahwa kita
menghormati setiap pribadi. Untuk dihormati sebagai pribadi adalah hak kita dan
setiap orang. Sebaliknya, untuk menghormati setiap pribadi adalah kewajiban
kita dan setiap pribadi lain.
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama nampak
dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses
dibesarkan) tanpa bantuan orang lain.
Orang lain dimaksud paling sedikit ialah orang tuanya, keluarganya
sendiri. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam kondisi
interdependensi, dalam antar-hubungan dan antaraksi. Didalam kehidupan manusia
selanjutnya, selalu ia hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga
masyarakat, warga negara, warga suatu kelompok kebudayaan, warga suatu aliran
kepercayaan, warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Essensia manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya
kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan
bersama dan bagaimana tanggung jawab dan
kewajibannya didalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan
saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya dalam asas
sosialitas itu.
c. Manusia sebagai
makhluk susila
Pribadi manusia yang hidup bersama itu melakukan antar hubungan dan antaraksi baik
langsung maupun tak langsung. Didalam proses antar hubungan dan antaraksi itu
tiap pribadi membawa identitas, kepribadian masing-masing. Oleh karena itu keadaan yang cukup heterogin
akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.
Asas pandangan bahwa manusia sebagai makhluk susila
bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara prioritas adalah
sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaran susila tidak dapat dipisahkan
dengan realitas sosial, sebab justru adanya nilai-nilai, efektifitas
nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah didalam kehidupan sosial.
Menurut kelompok kami : Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan
individualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran
adanya pribadi diantara segala realitas adalah pangkal segala kesadaran
terhadap sesuatu.
B. HAKIKAT MASYARAKAT
1. Hakikat masyarakat (ummah)
dalam pendidikan Islam
a. Hakikat Masyarakat
Tidak ada satu individupun yang bisa hidup tanpa
msayarkat. Untuk itu manusia harus hidup bermasyarka, tujuan utama al-Quran
kata Fazhul Rahman menegakan tata masyarkat adil. Masyarakat yang adil itu
sebuah masyarakat yang etis da egalitarian. Dengan nada yang serupah Muhammad
Abduh mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk bermasyarkat. Sifat
bermasyarkat kata Muhammad Abduh tidak
diberikan oleh Allah pada lebah dan semut Allah memberikan akal kepada
manusia untuk dapat bermasyarkat.
Bermasyarkat yang dimaksud Abduh berakal dan dengan akalnya ia berkreasi
secara dinamis. Kalau dilihat dari cara hidup lebah, mereka hidup tidak egois,
tetapi mereka hidup bermasyarakat dan kata haru yahya mereka mempunyai
organisasi yang luar biasa.
Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia
yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan
potensi. Terlebih-lebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola
kejiwaan yang di dalamnya terkandung “dorongan-dorongan hidup yang dasr,
inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang
menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam
sekitranya dengan jalan memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Kemampuan menyesuaikan diri itu dapat dilakukan manusia
karena ia diberi kemampuan berfikir (kognitif). Merasa (afektif), dan
melakukan( psikomotorik). Untuk itu manusia disebut makhluk sosial karena (1).
Ketergantungannya kepada manusia lain, (2) berkemampuan menyesuaikan diri, (3)
berkemampuan berfikir, mresa, dan melakukan, dan (4) berkebutuhan mengembangkan
dab menyempurnakan dirinya dengan bantuan orang lain. Dalam pandangan beberapa
filosof, pengertian masyarkat. Menurut Plato tidak membedakan antara pengertian
Negara dan masyarakat. Negara adalah kumpulan dari unit-unit kemasyarakatan.
Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga; sedangkan menurut Comte memperluas
analisis-analisis masyarakat, dengan menganut suatu pandangan tentang
masyarakat sebagai lebih dari suatu agriget (gerombolan) individu-individu
(Loren Bagus, 2000).
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa
istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah
atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan al-Quran lebih
banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata ummah sebanyak 51
kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna
genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah,
sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki
keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas
beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma artinya bermaksud
(qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan”
dan “ketetapan hati yang besar.
Menurut Jhon Perince (1971) bahwa kata ummata berarti
penduduk, bangsa, ras, kelompok, ketentuan, istilah tertentu, waktu dan agama
tertentu. Muhammad Ismail Ibrahim mengartikan dengan “kelompok manusia,
muallim, seseorang yang baik pada semua seginya, agama dan waktu (1968).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
ummah (masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi bersama
yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama), warisan budaya, lingkungan
sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita dan lain-lain) dalam
rangka mencapai tujuan hidup.
Menurut kelompok kami : Dalam hakikat masyarakat melakukan tujuan utama ada dalam
Al – Quran yaitu menjadi masyarakat yang etis dan egalitarian dimana dalam
bermasyarakat kita harus mempunyai etika dan kita jangan membeda – bedakan
karena setiap orang itu memiliki hak dan peluang yang sama. Manusia juga
mempunyai 5 kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga
diri dan pengembangan potensi. Manusia juga bisa menyesuaikan diri karena
diberi 3 kemampuan yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Ciri-ciri masyarakat ideal
dalam al-Quran
a. Adanya ide kesatuan dalam terma ummah. Ummah adalah
kmunitas agamawi secara menyeluruh dan totalitas. Ide ini antara lain terdapat
pada Q.S. Al-Baqarah (2):213;Al-Maidah(5):48;Yunus (10):19; Huud (11):21 an
Nahl(16):93;Al-Anbiyaa’(21):92) dan Asy Syuraa(42):8. Tuhan menciptakan manusia
sebagi masyarakat yang satu yang terikat sebagian dengan sebagian lainya.
Manusia tidak bisa hidup kecuali bermasyarkat yang saling membantu antara
sebagian dengan bagian lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
b. Dalam bermasyarakat (ummah) membutuhkan pemimpin atau
uswatun hasanah atau pedoman dan petunjuk, yangdijadikan model dalam
merealisasikan kewajiban moral religiusnya dan untuk menciptakan tatanan dunia
yang etis, adil dan egalitarian. Untuk menjadipemimpin (imam) masyarakat
haruslaj melalui pendidikan dan pengalaman, dan sedangkan imam berupa pedoman
atau ktab haruslah datangnya dari suatu beruoa oedoman atau kitab haruslah
datangnya dari suatu yang tidak punya kepentingan yakni Allah SWT. Kata ummah
yang berarti pemimpin ini dapat ditemui dalam Al-Quran Q.S. Al-Baqarah, 2: 124;
al-Israa’’, 17:17 dan al-Furqaan, 25:74. Sedangkan kata ummah yang berarti
pedoman atau petunjuk terdapat pada Q.S. Huud, 17:46 dan al-Ahqaaf, 46:12. Pada
prinsipnya baik kata imam berarti pemimpin atau [etunjuk,pedoman atau jalan
terang tidak ada perbedaan yang principal karena istilah-istilah tersebut
menunjuk kepada sesuatu yang menjadi kompas dan sumber hidayah bagi umat
manusia dalm melaksanakan kewajiban-kewajiban moralnya di dunia ini.
c. Ummah (masyarakat) dengan bentuk kata umam,
pengertianya tidak terbatas pada komunitas atau kelompok, atau suku-suku
manusia dan jin, tetapi juga termasuk komunitas makhluk lain, seperti binatang
dan burung. Menurut al-Asfahani (tanpa
tahun) bahwa setiap macam ummah itu ada watak atau karakter tersendiri yang
telah Allah ciptakan yang tetap seperti itu. Ummah dengan makna kmunitas
terdapat binatang dan burung);al-Araaf, 7:38(menunjuk kepada komunitas manusia
dan jin) dan al-A’raf, 7:160 (menunjukan kepada komunitas suku Nabi Musa AS).
Dalam pembelajaran sering sering kita dengar kata
sosiologi. Sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarkat dan gejala-gejala
mengenai masyarkat. Sosiologi seperti itu disebut macro sociology, yaitu ilmu
tentang gejala-gejala sosial, imstitusi-institusi sosial dan pengaruhnya
terhadap masyarkat.
b. Masyarakat Madani Perspektif Islam
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani
dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan)
di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah
kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah
negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Karakteristik Masyarakat Madani, ada beberapa
karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan
kelompok-kelompok eksklusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan
yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan
alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
4.Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan
negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunteer mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Bertumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya
terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust)
sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8. Ber-Tuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah
masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum
Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik
secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal
individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi
pihak lain yang telah diberikan oleh Allah SWT sebagai kebebasan manusia dan
tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan
antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban
tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
14. Berakhlak
mulia.
Dari beberapa ciri-ciri tersebut, dapat dikatakan bahwa
masyarakat madani adalah sebuah masyarakat yang demokratis, dimana para
anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat
dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana pemerintahannya memberikan
peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan
program-program pembangunan di wilayahnya. Masyarakat madani dibentuk dari
proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau
potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam
menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan
teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat
Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar
dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali,
al-Farabi, dan yang lain.
Menurut kelompok kami : Dari beberapa point diatas dapat disimpulkan bahwa ciri
masyarakat ideal dalam Al –Quran yaitu adanya kesatuan dalam tema ummah,
membutuhkan pemimpin, dan adanya masyarakat perspektif islam. Tanpa adanya
salah satu ciri tersebut, maka tidak dapat dikatakan sebagai masyarakat yang
ideal dalam Al – Qur’an. Dan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa umat islam
merupakan umat yang terdepan dan unggul.
3.
Hubungan Masyarakat Dan
Pendidikan
Berdasarkam
semua teori yang diuraikan di muka, nyatalah bahwa masyarakat merupakan sau
realitas dalam tata kehidupan manusia. Tiap-tiap pribadi hidup dalam suatu
sistem sosial, dengan segala kondisi dan konsekuensi-konsekuensinya. Tiap
pribadi adalah bagian suatu keluarga yang hidup di dalam suatu masyarakat,
demikian pula masyarakat adalah bagian darripada suatu bangsa atau kehidupan
zamannya. Seluruh proses kehidupan manusia belangsung di dalam masyarakat dan
sebagian untuk masyarakat di samping sebagian untuk dirinya sendiri. Dan pada
dasarna semua proses dalam kehidupan manusia adalah pelaksanaan asas-asas
kesadaran hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi) manusia.
Tingkat kesadaraan akan hak-hak
asasi, kemampuan menunaikan kewajiban adalah pelaksanaan fungsi kemanusiaan
tiap pribadi. Bagaimana manusia menunaikan semua fungsi kemanusiaan dan fungsi
sosial di dalam masyarakat adalah masalah pendidikan. Dalam pengertian
bagaimana manusia (individu) mampu menunaikan kewajiban di dalan kehidupan
sosial ini sebagai masalah pendidikan dengan ringkas diuraikan oleh prof.
Thomson dalam bukunya : “Modern Philosophy of Education”
Untuk melaksanakan antar hubungan
dan interaksi di dalam masyarakat tiap individu memerlukan kesadaran-kesadaran
nilai dan kecakapan-kecakapan tertentu. Untuk itu pasti diperlukan proses
mengetahui, belajar, baik lewat pengalaman sehari-hari maupun melalui
pendidikan formal. Dengan demikian tiap-tiap proses mekanisme di dalam
masyarakat merupakan proses perkembangan pengaruh timbal-balik yang disebut
educative effects. Membahas masalah-masalah masyarakat adalah meninjau manusia
dalam kehidupan sosial. Dan oleh karena kehidupan itu sendiri pada dasarnya adalah
perkembangan, maka bersamaan dengan perkembangan pribadi warga masyarakat itu,
masyarakat pun sebagai totalitas mengalami pula proses perekembangan.
Sebagaimana kita ketahui baik
melalui ilmu jiwa maupun ilmu pendidikan bahwa perkembangan kepribadian manusia
ketingkat kematangan ditentukan oleh faktor internal dan external. Maka
sesungguhnya perkembangan masyarakat sebagai lembaga ditentukan pula oleh
faktor-faktor tersebut. Artinya potensi masyarakat itu sebagai faktor dalam dan
kontak masyarakat itu dengan dunia luar dengan segala kebudayaan merupakan
faktor luar akan menentukan tingkat perkembangan suatu masyarakat atau
lingkungan keseluruhan terhadap perkembangan kepribadian diakui oleh teori
convergensi, bahkan lebih-lebih oleh aliran empirisme dan pragmatisme.
Masyarakat dalam arti realita yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian ini bukanlah meliputi manusia dengan
proses antar hubungan dengan antar aksinya masyarakat. Masyarakat disini
meliputi keseluruh lingkungan baik phisis (alamiah dan benda-benda hasil
teknologi). Jadi masyarakat dengan segala atribut dan identitasnya, masyarakat
dengan segala perbendaharaan alamiah dan kulturalnya. Masyarakat sebagai satu
totalitas meliputi physical environment (lingkungan alamiah, benda-benda, iklim,
kekayaan material) dan social environment (manusia, kebudayaan dan nilai-nilai
agama), sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya. Bagaimana hubungan
masyarakat dengan pendidikan?
Suatu kenyataan bagi setiap orang
ahwa masyarakat yang (relatif) baik, maju, modern, ialah masyarakat yang di
dalamnya ditemukan suatu tigkat pendidikan yang (relatif) baik, modern dan
baik, dalam wujud lembaganya maupun jumlah dan tingkat orang yang terdidik.
Dengan perkataan lain, suatu masyarakat yang maju karena adanya pendidikan yang
maju (kualitatif dan kuantitatif). Dan pendidikan yang modern hanya akan
ditemukan di dalam masyarakat yang modern pula. Sebaliknya masyarakat yang
kurang memperhatikan pembinaan
pendidikan, akan tetap terbelakang, tidak hanya dari segi intelektual, tapi
juga dari segi sosial-kultural. Begitu pula jika penyelenggaraan dan sistem
pendidikan di dalam masyarakat bersifat pasif dan konservatif, maka masyarakat
- sebagai warga masyarakat –sebagai hasil pendidikan akan relatif tidak
produktif dan kreatif.
Paling
sedikit, apabila dalam suatu masyarakat nampak adanya lembaga-lembaga
pendidikan yang modern dan lengkap, maka ada kecenderungan dan optimisme bahwa
masyarakat tersebut dalam waktu segera akan maju.
Dalam
zaman modern sekarang tiap –tiap orang selalu menyadari peranan dan nilai
penddikan. Karena itu setiap warga masyarakat bercita-cita dan aktif
berpartisipasi untuk membina pendidikan. Sebab pembinaan pendidikan yang ideal
adalah pembinaan atas pribadi warga masyarakat yang ideal pula. Dan ini berarti
pembinaan tata kehidupan sosial yang sejahtera lahir dan batin. Aspek
kebudayaan di dalam masyarakat seperti ilmu pengetahuan, hukum, nilai-nilai
(demokrasi, moral, agama) dan sebagainya hanya mungkin dimengerti oleh warga
masyarakat melalui pendidikan. Bahkan
ilmu-ilmu tersebut sebagai wujud, sistem yang berkembang hanya tumbuh
melalui lembaga-lembaga pendidikan.
Manusia
sebagai subyek, ialah yang menyadari dirinya sendiri, untuk apa dan bagaimana
ia hidup dan harus hidup. Manusia mampu
mengerti bukan saja segala sesuatu yang ada di luar dirinya sebagai obyek,
bahkan manusia mampu pula menyadari dirinya sebagai subyek. Dari kesadaran
subyek dengan segala potensi, kondisi dan kepentingannya, manusia mengatur
hidupnya, menetapkan cita-citanya sendiri. Secara Individual demikian
menentukan kedudukan pribadi manusia, yakni sebagai subyek. Demikian pula
masyarakat sebagai hidup kolektif (kebersamaan) manusia lebih-lebih akan
menentukan. Bagaimana kedudukan dan fungsi individu dengan segala aspek kepribadiannya
dalam masyarakat, ditentukan oleh pandangan filosofis seperti antara lain
(secara ringkas) telah diuraikan dalam bagian teori tentang masyarakat. Oleh
karena itu latar belakang filosofis seseorang atas kedudukan individu amat
besar peranannya. Pandangan filosofis teori itu sedemikian besar implikasinya
dalam kehidupan manusia. Dari pandangan filosofis atas masyarakat, atas manusia
merupakan titik tolak dalam seluruh persoalan kehidupan manusia. Dan apabila
pandangan tersebut dianalisa lebih mendalam, berarti titik tolak segala
pandangan berawal pada subyek, yakni manusia sendiri, sebagai pribadi, atau
sebagai masyarakat.
Dari beberapa dasar pertimbangan
diatas, nyatalah masyarakat harus secara aktif menetapkan asas-asas pendidikan
yang tersimpul dalam filsafat pendidikan masyarakat (bangsa, negara) itu. Untuk
pedoman pelakasanaan pendidikan (nasional) bangsa itu, maka pedoman pelaksanaan
pendidikan itu termaktub dalam undang-undang pendidikan. Akan tetapi
undang-undang pendidikan adalah pedoman operasional formal. Sedangkan filsafat
pendidikan yang fundamental yang bersifat tetap, sebagai sumber nilai, sumber
bercita-cita.
Jadi masyarakat/negara sebagaisubyek
makro kependidikan wajar menentukan motivasi, tujuan, lembaga atau keseluruhan
sistem pendidikan nasionalnya berdasarkancita karsanya. Inilah sistem
pendidikan nasional berdasarkan filsafat negara bangsa/negara itu.
Menurut kelompok kami : Proses
pendidikan itu berlangsung di dalam ruang lingkup masyarakat. Dengan kata lain
keberhasilan dari suatu pendidikan dipengaruhui oleh masyarakat itu sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Pada hakikatnya manusia
terdiri dari dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua
unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera
(pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain.
Dalam doktrin islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama. Sebelum Adam
dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan berfirman
kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah, lantas
malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini orang
(manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah
menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di
jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Q.S. 30-31).
Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam sebagai nenek moyang
manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan
Adam. Penyebutan asal usul penciptaan Adam beragam dalam Alquran.
Alquran memakai istilah fin, turab, salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang
berasal dari hama masnun.
Al-Quran membahas
tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah
ummah, qaum, qabilah, sya;b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak
istilah yang digunakan al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah.
Al-Quran menyebut kata ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31
kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah,
jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki
keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas
beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma artinya bermaksud
(qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat tiga
makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Setidaknya terdapat
empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut
pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh,
aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.Masyarakat madani adalah
masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Islam memandang bahwa
alam ini diciptakan Allah, yang mempunyai keteraturan dan diciptakan dengan
tujuan tertentu dan mulia. Alam ini tunduk pada sunnah(system) yang telah
diciptakan-Nya,berlangsung dengan keteraturan, setiap unsur bergantung kepada
unsur lain sehingga menjadi satu kesatuan yang sempurna, atau disebut
sunnatullah(hukum keteraturan).
Ada dua fungsi yang
sangat penting menjadi sumber utama dalam pembentukan karakter ialah (1) fungsi
memindahkan nilai-nilai agama dan (2) sekaligus pembentukan karakter anggota
masyarakat-masyarakat. Dari pengertian pendidikan islam tersebut, maka fungsi
pendidikan dalam masyarkat ialah:
Pertama: mengembangkan,
memperbaiki, memimpin, melatih, mengasuh potensi setiap anggota masyarkat
(kognitif, afektif dan psikomotorik) untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, ilmu, akhlak mulia (karakter kuat positif), dan keterampilan yang
diperlukan dalam menjalani hidup bermasyarakat yang kompleks. Kedua: pewarisan
nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial-nilai sosial(transmission
of religius values, cultural values and social norms). Ketiga:
pendidikan berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Keempat: pendidikan berfungsi
alat pemersatu dan pengembangan pribadi dan sosial
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
1.
Jalaluddin, dan Abdullah Idi. 2009. Filsafat
Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
2.
Syam, Mohammad Noor. 1986. Filsafat
Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendiidikan Pancasila. Surabaya : Usaha
Nasional.
Internet :
1.http://piuii17.blogspot.com/2018/09/hakikat-manusia-dan-masyarakat.html
(diambil pada hari Sabtu, 21 September 2019 pukul 10.45)
|
Dosen Pengampu :
Misran, S.Ag., M.Pd.I
Di Susun Oleh :
Kelompok VI
1.
Fajar
Maysyaroh NPM
: 180511532
2.
Amira
Kholita A.F NPM : 180511507
3.
Nur
Sella Enggar Dhini NPM
: 180511534
4.
Imroatul
Azizah NPM
: 180511562
5.
Muhammad
Ferdy Ismail NPM
: 180511546
6.
Rizky
Ihsan Nur Rahman NPM
: 180511511
7.
Bambang
Ardiansyah NPM
: 180511554
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KUTAI
KARTANEGARA 2019
BAB
I
LATAR
BELAKANG
Diantara struktur ide pendidikan dalam islam ialah
manusia dan masyarkat. Membicarakan manusia tentu tidak pernah habis. Jika
seseorang merasa tuntas membicarakanya berarti sama dengan memperkecil makna
dan kandungan kapabilitas manusia itu sendiri. Hakikat manusia tidak akan
pernah ditangkap secara utuh dan pasti karena banyaknya dimensi dan misteri
yang dikandungnya. Maka setiap kali orang selesai memahami dari satu dimensi
tentang manusia, maka muncul pula dimensi lainnya yang belum ia bahas. Menurut
Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat) yang dikutip
Nata (2001) mengatakan bahwa”manusia adalah makhluk yang misterius, karena
derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan
perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya”.
Menurut Hasan Langgulung filsafat pendidikan secara
ontologis membicarakan hakikat manusia dan masyarkat. Dengan kata lain,
filsafat pendidikan menjawab manusia dan masyarakat seperti apakah yang ingin
dicapai oleh pendidikan itu. Dari landasan pemikiran di atas, tulisan ini akan
mencoba menguraikan serinci mungkin hakikat manusia itu dan berikutnya juga
akan dibahas hakikat masyarakat dalam perspektif filsafat pendidikan islam.
Ilmu yang membahas hakikat manusia sebagaimana ditulis
oleh jalaluddin dan abdullah idi disebut antropologi masyarakat. Sementara
ditulis oleh umar dan sulo dengan filsafat antropologi. Malah poejawijatna
hanya menyebutnya dengan antropologis.
Manusia dalam pendidikan menempati posisi sentral, karena
manusia disamping dipandang sebagai subjek, ia jiga dilihat sebagai objek
pendidikan itu sendiri. Sebagai subjek, manusia menentukan coarak dan arah
pendidikan, manusia khususnya manusia dewasa bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pendididikan dan secara moral berkewajiban atas perkembangan
pribadi peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT MANUSIA
1. Hakikat Manusia Dalam Islam
Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yakni
jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan
itu diberi berbagai potensi, seperti indera (pendengaran, penglihatan,
penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dengan memberdayakan
potensi-potensi tersebut ke jalan Tuhanlah, manusia dikatakan sebagai
sebaik-baik makhluk ciptaaNya dan insan kamil (manusia sempurna).
a. Proses Penciptaan Manusia
Tuhan menciptakan manusia terdiri dari dari unsur ruh
(jiwa, roh, ruh dan nyawa) dan jasad. Proses penciptaanyapun rumit dan penuh
misteri sebanding dengan jati dirinya yang unik, misteri dan tak terduga (garaib wa ‘ajaib). Ruhani, dan jasad, adalah
dua unsur yang tidak bisa dipisah satu sama lain dan keduanya merupakan satu
kesatuandan saling menyempurnakan dalam pemebentukan manusia. Stelah ruhani
atau jiwa dan jasad bersatu, disebut insan (manusia) sebagai keseluruhan baik
lahir maupun batin. Ruhani tersebut terdiri dari unsur akal, (kekuatan
berrfikir), kalbu (kekuatan merasa dan bartuhan), dan nafs (kakuatan
keinginan). Manusia itu diberi potensi-potensi atau daya-daya (fitrah) yang
bermacam-macam agar ia mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai hamba
yang beribadah dan sebgai khalifah.
Dalam membahas hakikat manusia, parah ahli banyak banyak
mengutip ayat yang menjelaskan proses penciptaan manusia, di antaranya:
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ0ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي
قَرَارٍ مَكِينٍ0
ثُمَّ
خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا
آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Artinya :
“Dan sesunggunya kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati(berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh(rahim).
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling
baik”. (Surah Al-Mu’minun
ayat 12-14)
Proses jasadiyah manusia mulai dari saripati tanah sampai
dari sempurna secara jasmani jelas termaktub pada ayat diatas. Namun jasad itu
ditiupkan roh kedalamnya, sehingga ia menjadi manusia.
Dalam doktrin islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama.
Sebelum Adam dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan
berfirman kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah,
lantas malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini
orang (manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah
menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di
jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Surah Al-
Baqarah ayat 30 -31)
Dan ayat-ayat tersebut di atas maka dapat diambil
diskripsi bahwa Adam adalah manusia pertama, dan dari sejak Adamlah terdapat
simbol-simbol barang (nama-nama) yang menunjukan terbentuknya suatu unsur
kebudayaan yakni bahasa dan ilmu pengetahuan.
Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam
sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan
Adam. Penyebutan asal usul penciptaan
Adam beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilahfin, turab, salsal seperti
fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama masnun. Berikut uraian satu
persatu:
1. Kata Tin
Kata tin antara lain terdapat pada Q.S. Al-Mukminun ayat
12. Pada umumnya para mufassir mengartikan kata tin dengan sari pati tanah
lumpur atau tanah liat. Menurut Ibnu Katsir (1996), Ahmad Musthofa (1974),
Jamal (1952), dan Magnujah (1969) bahwa kata tin berarti bahan penciptaan Adam
dari komponen saripati tanah liat.
2. Kata Turab
Kata turabantara lain terdapat pada Q.S. Al. Kahf ayat
37; Al-Hajj ayat 5; Ali Imran ayat 59; Ar-Rum ayat 20; Fatir ayat 11. Menurut
Nazwar Syamsu (1983) bahwa semua ayat yang mengandung kata turabberarti
saripati tanah. Muhmaad Jawwad membagi asal-usul penciptaan manusia menjadi dua
yakni (1) langsung dari sari patih tanah tanpa perantara yakni Adam dan (2)
tidak langsung dari tanah seperti menciptakan Bani Adam berasal dari nutfah
(mani) dan darah, yang keduannya berasal dari berbagai macam makanan.[8]
3. Salsal seperti fakhkhar yang berasal dari hama’ masnun
Kata salsal terdapat pada Q.S. Al-Rahman ayat 14 , Q.S.
Al-Hijr ayat 26 dan 28 dan 33. Menurut Fachrur Razy (tth), dimaksud dengan salsal
ialah tanah kering yang bersuara dan belum di masak. Salsal sudah dimasak
jadilah dia (fakhhar) sebagai komponen penciptaan Adam. Sedangkan kata salsal
yang bersal dari hama’ masnun, menurut al-Maraghi (1974) ialah tanah kering,
keras, bersuara, yang dapat berukir, warna hitam yang dpat diubah-ubah, yang
tuangkan dalam cetakan agar menjadi kering. Seperti barang-barang permata yang
dicairkan dan dituangkan dalam cetakan.
4. Peniupan ruh
Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna yakni adanya
persenyawaan antara komponen tin (tanah liat yang berasal dari tanah lumpur
yang bersih), turab (saripati tanh), dan salsal seperti fakhkhar bersal dari
hama’ masnun (dari lumpur hitam yang dicetak dan diberi bentuk), lalu Allah
meniupakan Roh-Nya kepada Adam dan sejak itu dia benar-benar menjadi makhluk
yang sesunggunya (jasmani dan ruh) yang sempurna sehingga para malaikat pun
diperintahkan oleh Allah agar tunduk dan bersujud kepada Adam.
b. Istilah Al-Quran tentang manusia dan perangkat jati
diri manusia
1. Kata Insan
Manusia jika merujuk kepada kata insan,nasiya dan
aluns/anisa berarti mengacu kepada manusia dari aspek mental spiritualnya. Kata
insan yang bentuk jamaknya (pluralnya) al-nas dari segi semantik atau ilmu
tentang akat kata, dapat dilihat dari asal kata anasa yang mempunyai arti
melihat, megetahui, dan minta izin. Selanjutnya kata insan juga dilihat dari
asalnya nasiya yang berarti lupa. Sedangkan kata insan jika dilihat dari asal
katanya dari al-uns atau anisa dapat berarti jinak (Loes Ma’luf, 1987). Menurut
Musa Asy’ari (1992), bahwa atas dasar insan dari kata anasa mengandung petunjuk
adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalaran. Yakni
dengan penalarannya itu manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang
dilihatnya, ia dapat pula ia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan
mendorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Insan dari asal kata “nasiya”, berarti lupa atau salah.
Manusia mempunyai sifat salah dan lupa. Manusia lupa terhadap sesuatu hal,
disebabkan ia kehilangan kesadaran terhadap sesuatu. Oleh karen itu, dalam
kehidupan beragama, oarang yang lupa dibebani hukum atau tidak diminta
pertanggung jawaban seseorang dalam keadaan tidak menyadari atau lupa terhadap
perkataan dan perbuatanya.
2. Kata Basyar
Manusia jika merujuk kepada kata basyar, berarti mengacu
pada manusia aspek lahiriahnya. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua
makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik individu maupun kolektif. Kata
basyar adalah jamak (plural) dari kata basyarah yang berarti permukaan kulit
kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Ibnu Barzah
mengartikanya sebagai kulit luar. Al-Lais mengartikanya sebagai permukaan kulit
pada wajah dan tubuh manusia. Oleh karena itu kata mubasyarah diartikan
mulamasah yang artinya persentuhan antara kulit laki-laki dan kulit perempuan.
Disamping itu kata mubasyarah juga diartikan sebagi al-iwat , atau al-ijma’
yang artinya persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
Menurut kelompok kami : Hakikat manusia dalam Islam adalah makhluk ciptaan Allah yang
terdiri dari roh dan jiwa yang memiliki indera, akal untuk berfikir, hati/kalbu
untuk merasakan dan nafs atau keinginan yang bertujuan agar mampu menjalankan
tugas dari Allah untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi.
2. Pandangan Filsafat Tentang
Hakekat Manusia
Manusia
adalah subjek pendidikan, sekaligus juga sebagai objek pendidikan. Manusia
dewasa yang berkebudayaan adalah subjek pendidikan dalam arti bertanggung jawab
menyelenggarakan pendidikan. Mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan
pribadi anak-anak mereka, generasi penerus mereka. Manusia dewasa yang
berkebudayaan, terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab
formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai
yang dikehendaki masyarakat bangsa itu.
Manusia
yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju
pembudayaan maupun proses kematangan dan integritas, adalah “objek” pendidikan.
Artinya mereka adalah sasaran atau “bahan” yang dibina. Meskipin kita sadari
bahwa perkembangan kepribadian adalah self-development melalui self-activities;
jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Menurut kelompok kami : Manusia bisa dikatakan sebagai pelaku pendidikan, seperti
pengajar dalam menciptakan suatu pengajaran dan juga manusia sebagai objek atau
sasaran/peserta didik yang harus dibina atau dengan perkembangan diri.
3. Pandangan Ilmu Pengetahuan
Tentang Manusia.
Pendidikan
secara khusus tujuanya adalah untuk memahami dan mendalami hakikat manusia. Manusia
adalah hewan berakal sehat yang mengeluarkan pendapatmya dan berbicara
berdasarkan akal pikiranya (Aristoteles, 2009).
Menurut
tinjauan Islam, manusia adalah pribadi atau individu yang berkeluarga, selalu
bersilaturahmi, dan pegabdi Tuhan. Manusia juga pemelihara alam sekitar, wakil
Allah swt di atas muka bumi. Islam memandang manusia sebagai makhluk sempurna
dibandingkan dengan hewan dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu manusia
disuruh menggunakan akalnya dan inderanya agar tidak salah memahami mana
kebenaran sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan atau dianggap benar.
Pada
dasarnya manusia adalah makhluk religius, yang dengan pernyataan itu mewajibkan
manusia memperlakukan agama sebagai suatu kebenaran yang harus dipatuhi dan
diyakini. Untuk itu, sangat penting membangun manusia yang sanggup melakukan
pembangunan duniawi yang mempunyai arti bagi hidup pribadi di akhirat kelak.
Dengan kata lain, usaha pembinaan manusia ideal, tersebut merupakan progarm
utama dalam pendidikan modern pada masa-masa sekarang.
Menurut kelompok kami : Manusia adalah sebaik – baik makhluk yg diciptakan oleh
Allah yang berbeda dengan hewan atau makhuk ciptaan Allah yang lainnya. Dan
juga manusia adalah makhluk yang berkembang sesuai dengan tuntunan zaman yang
semakin maju.
4. Aliran Filsafat Tentang Manusia.
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan
tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu:
Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran
aksistensialisme.
a. Aliran Serba zat (Faham Materialisme)
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sunguh ada
itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah
unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi. Manusia ialah
apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging, tulang).
Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia
adalah lebih kepada zat atau materinya. Manusia bergerak menggunakan organ,
makan dengan tangan, berjalan dengan kaki, dll. Semua serba zat atau meteri.
Berdasar aliran ini, maka dalam pendidikan manusia harus melalui proses
mengalami atau pratek (psikomotor).
b. Aliran Serba
Ruh
Dalam buku lain, aliran ini diberi nama Aliran Idealisme.
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini
adalah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh.Ruh disini bisa diartikan juga
sebagai jiwa, mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi,
zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa
(rohani, spirit, ratio) manusia.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa yang menggerakkan
tubuh itu adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa maka jasmani, raga atau
fisik manusia akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. Dalam
pendidikan, maka tidak hanya aspek pengalaman saja yang diutamakan, faktor
dalam seperti potensi bawaan (intelegensi, rasio, kemauan dan perasaan)
memerlukan perhatian juga.
c. Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya
terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat
realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk
hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan
jasmani, jiwa dan raga.
Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa,
rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa ratio
itu terletak pada otak. Akan tetapi akan
timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang
non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi
(tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu.
Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia
tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya
keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama
sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat
berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini,
tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.
d. Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakekat manusia
merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya
hakikat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini
manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua aliran
itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.
Menurut kelompok kami : Dalam aliran filsafat tentang manusia terdapat 4 aliran,
yaitu aliran serba zat, aliran serbu ruh, aliran dualisme, aliran
eksistensialisme. Dari 4 unsur aliran filsafat tersebut merupakan aliran
pemikiran yang terbentuk atas dasar masalah rohani (jiwa) dan jasmani (raga)
manusia. Di setiap aliran tersebut memiliki ciri khas maupun kriteria dalam
mengembangkan pemikiran mengenai manusia.
5. Pandangan Antropologi
Metafisika
Antropologi
Metafisika berkesimpulan bahwa hakikat manusia integritas antara kesadaran-kesadaran
:
a. Manusia sebagai makhluk individu
Kesadaran
manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individulitas manusia. Kesadaran
diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi diantara segala
realitas adalah pangkal segala kesadaran terhadap sesuatu. Dengan bahasa
filsafat dinyatakan self-existence adalah sumber pengertian manusia akan segala
sesuatu.
Makin
manusia sadar akan diri sendiri sesungguhnya makin sadar manusia akan
kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari
semesta. Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran
paling dalam, sumber kesadaran subjek yang melahirkan kesadaran lain.
b. Manusia sebagai makhluk sosial
self-existence, kesadaran diri sendiri membuka kesadaran
atas segala sesuatu sebagai realita di samping realita subyek. Meski diri kita
sebagai pribadi adalah subyek yang menyadari, namun diri kita bukanlah pusat
dari segala realita. Sebab, kedudukan setiap pribadi mempunyai martabat
kemanusiaan (human dignity) yang sederajat, maka wajarlah bahwa kita
menghormati setiap pribadi. Untuk dihormati sebagai pribadi adalah hak kita dan
setiap orang. Sebaliknya, untuk menghormati setiap pribadi adalah kewajiban
kita dan setiap pribadi lain.
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama nampak
dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses
dibesarkan) tanpa bantuan orang lain.
Orang lain dimaksud paling sedikit ialah orang tuanya, keluarganya
sendiri. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam kondisi
interdependensi, dalam antar-hubungan dan antaraksi. Didalam kehidupan manusia
selanjutnya, selalu ia hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga
masyarakat, warga negara, warga suatu kelompok kebudayaan, warga suatu aliran
kepercayaan, warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Essensia manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya
kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan
bersama dan bagaimana tanggung jawab dan
kewajibannya didalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan
saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya dalam asas
sosialitas itu.
c. Manusia sebagai
makhluk susila
Pribadi manusia yang hidup bersama itu melakukan antar hubungan dan antaraksi baik
langsung maupun tak langsung. Didalam proses antar hubungan dan antaraksi itu
tiap pribadi membawa identitas, kepribadian masing-masing. Oleh karena itu keadaan yang cukup heterogin
akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.
Asas pandangan bahwa manusia sebagai makhluk susila
bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara prioritas adalah
sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaran susila tidak dapat dipisahkan
dengan realitas sosial, sebab justru adanya nilai-nilai, efektifitas
nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah didalam kehidupan sosial.
Menurut kelompok kami : Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan
individualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran
adanya pribadi diantara segala realitas adalah pangkal segala kesadaran
terhadap sesuatu.
B. HAKIKAT MASYARAKAT
1. Hakikat masyarakat (ummah)
dalam pendidikan Islam
a. Hakikat Masyarakat
Tidak ada satu individupun yang bisa hidup tanpa
msayarkat. Untuk itu manusia harus hidup bermasyarka, tujuan utama al-Quran
kata Fazhul Rahman menegakan tata masyarkat adil. Masyarakat yang adil itu
sebuah masyarakat yang etis da egalitarian. Dengan nada yang serupah Muhammad
Abduh mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk bermasyarkat. Sifat
bermasyarkat kata Muhammad Abduh tidak
diberikan oleh Allah pada lebah dan semut Allah memberikan akal kepada
manusia untuk dapat bermasyarkat.
Bermasyarkat yang dimaksud Abduh berakal dan dengan akalnya ia berkreasi
secara dinamis. Kalau dilihat dari cara hidup lebah, mereka hidup tidak egois,
tetapi mereka hidup bermasyarakat dan kata haru yahya mereka mempunyai
organisasi yang luar biasa.
Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia
yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan
potensi. Terlebih-lebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola
kejiwaan yang di dalamnya terkandung “dorongan-dorongan hidup yang dasr,
inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang
menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam
sekitranya dengan jalan memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Kemampuan menyesuaikan diri itu dapat dilakukan manusia
karena ia diberi kemampuan berfikir (kognitif). Merasa (afektif), dan
melakukan( psikomotorik). Untuk itu manusia disebut makhluk sosial karena (1).
Ketergantungannya kepada manusia lain, (2) berkemampuan menyesuaikan diri, (3)
berkemampuan berfikir, mresa, dan melakukan, dan (4) berkebutuhan mengembangkan
dab menyempurnakan dirinya dengan bantuan orang lain. Dalam pandangan beberapa
filosof, pengertian masyarkat. Menurut Plato tidak membedakan antara pengertian
Negara dan masyarakat. Negara adalah kumpulan dari unit-unit kemasyarakatan.
Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga; sedangkan menurut Comte memperluas
analisis-analisis masyarakat, dengan menganut suatu pandangan tentang
masyarakat sebagai lebih dari suatu agriget (gerombolan) individu-individu
(Loren Bagus, 2000).
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa
istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah
atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan al-Quran lebih
banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata ummah sebanyak 51
kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna
genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah,
sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki
keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas
beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma artinya bermaksud
(qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan”
dan “ketetapan hati yang besar.
Menurut Jhon Perince (1971) bahwa kata ummata berarti
penduduk, bangsa, ras, kelompok, ketentuan, istilah tertentu, waktu dan agama
tertentu. Muhammad Ismail Ibrahim mengartikan dengan “kelompok manusia,
muallim, seseorang yang baik pada semua seginya, agama dan waktu (1968).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
ummah (masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi bersama
yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama), warisan budaya, lingkungan
sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita dan lain-lain) dalam
rangka mencapai tujuan hidup.
Menurut kelompok kami : Dalam hakikat masyarakat melakukan tujuan utama ada dalam
Al – Quran yaitu menjadi masyarakat yang etis dan egalitarian dimana dalam
bermasyarakat kita harus mempunyai etika dan kita jangan membeda – bedakan
karena setiap orang itu memiliki hak dan peluang yang sama. Manusia juga
mempunyai 5 kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga
diri dan pengembangan potensi. Manusia juga bisa menyesuaikan diri karena
diberi 3 kemampuan yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Ciri-ciri masyarakat ideal
dalam al-Quran
a. Adanya ide kesatuan dalam terma ummah. Ummah adalah
kmunitas agamawi secara menyeluruh dan totalitas. Ide ini antara lain terdapat
pada Q.S. Al-Baqarah (2):213;Al-Maidah(5):48;Yunus (10):19; Huud (11):21 an
Nahl(16):93;Al-Anbiyaa’(21):92) dan Asy Syuraa(42):8. Tuhan menciptakan manusia
sebagi masyarakat yang satu yang terikat sebagian dengan sebagian lainya.
Manusia tidak bisa hidup kecuali bermasyarkat yang saling membantu antara
sebagian dengan bagian lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
b. Dalam bermasyarakat (ummah) membutuhkan pemimpin atau
uswatun hasanah atau pedoman dan petunjuk, yangdijadikan model dalam
merealisasikan kewajiban moral religiusnya dan untuk menciptakan tatanan dunia
yang etis, adil dan egalitarian. Untuk menjadipemimpin (imam) masyarakat
haruslaj melalui pendidikan dan pengalaman, dan sedangkan imam berupa pedoman
atau ktab haruslah datangnya dari suatu beruoa oedoman atau kitab haruslah
datangnya dari suatu yang tidak punya kepentingan yakni Allah SWT. Kata ummah
yang berarti pemimpin ini dapat ditemui dalam Al-Quran Q.S. Al-Baqarah, 2: 124;
al-Israa’’, 17:17 dan al-Furqaan, 25:74. Sedangkan kata ummah yang berarti
pedoman atau petunjuk terdapat pada Q.S. Huud, 17:46 dan al-Ahqaaf, 46:12. Pada
prinsipnya baik kata imam berarti pemimpin atau [etunjuk,pedoman atau jalan
terang tidak ada perbedaan yang principal karena istilah-istilah tersebut
menunjuk kepada sesuatu yang menjadi kompas dan sumber hidayah bagi umat
manusia dalm melaksanakan kewajiban-kewajiban moralnya di dunia ini.
c. Ummah (masyarakat) dengan bentuk kata umam,
pengertianya tidak terbatas pada komunitas atau kelompok, atau suku-suku
manusia dan jin, tetapi juga termasuk komunitas makhluk lain, seperti binatang
dan burung. Menurut al-Asfahani (tanpa
tahun) bahwa setiap macam ummah itu ada watak atau karakter tersendiri yang
telah Allah ciptakan yang tetap seperti itu. Ummah dengan makna kmunitas
terdapat binatang dan burung);al-Araaf, 7:38(menunjuk kepada komunitas manusia
dan jin) dan al-A’raf, 7:160 (menunjukan kepada komunitas suku Nabi Musa AS).
Dalam pembelajaran sering sering kita dengar kata
sosiologi. Sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarkat dan gejala-gejala
mengenai masyarkat. Sosiologi seperti itu disebut macro sociology, yaitu ilmu
tentang gejala-gejala sosial, imstitusi-institusi sosial dan pengaruhnya
terhadap masyarkat.
b. Masyarakat Madani Perspektif Islam
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani
dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan)
di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah
kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah
negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Karakteristik Masyarakat Madani, ada beberapa
karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan
kelompok-kelompok eksklusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan
yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan
alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
4.Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan
negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunteer mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Bertumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya
terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust)
sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8. Ber-Tuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah
masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum
Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik
secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal
individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi
pihak lain yang telah diberikan oleh Allah SWT sebagai kebebasan manusia dan
tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan
antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban
tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
14. Berakhlak
mulia.
Dari beberapa ciri-ciri tersebut, dapat dikatakan bahwa
masyarakat madani adalah sebuah masyarakat yang demokratis, dimana para
anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat
dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana pemerintahannya memberikan
peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan
program-program pembangunan di wilayahnya. Masyarakat madani dibentuk dari
proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau
potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam
menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan
teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat
Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar
dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali,
al-Farabi, dan yang lain.
Menurut kelompok kami : Dari beberapa point diatas dapat disimpulkan bahwa ciri
masyarakat ideal dalam Al –Quran yaitu adanya kesatuan dalam tema ummah,
membutuhkan pemimpin, dan adanya masyarakat perspektif islam. Tanpa adanya
salah satu ciri tersebut, maka tidak dapat dikatakan sebagai masyarakat yang
ideal dalam Al – Qur’an. Dan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa umat islam
merupakan umat yang terdepan dan unggul.
3.
Hubungan Masyarakat Dan
Pendidikan
Berdasarkam
semua teori yang diuraikan di muka, nyatalah bahwa masyarakat merupakan sau
realitas dalam tata kehidupan manusia. Tiap-tiap pribadi hidup dalam suatu
sistem sosial, dengan segala kondisi dan konsekuensi-konsekuensinya. Tiap
pribadi adalah bagian suatu keluarga yang hidup di dalam suatu masyarakat,
demikian pula masyarakat adalah bagian darripada suatu bangsa atau kehidupan
zamannya. Seluruh proses kehidupan manusia belangsung di dalam masyarakat dan
sebagian untuk masyarakat di samping sebagian untuk dirinya sendiri. Dan pada
dasarna semua proses dalam kehidupan manusia adalah pelaksanaan asas-asas
kesadaran hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi) manusia.
Tingkat kesadaraan akan hak-hak
asasi, kemampuan menunaikan kewajiban adalah pelaksanaan fungsi kemanusiaan
tiap pribadi. Bagaimana manusia menunaikan semua fungsi kemanusiaan dan fungsi
sosial di dalam masyarakat adalah masalah pendidikan. Dalam pengertian
bagaimana manusia (individu) mampu menunaikan kewajiban di dalan kehidupan
sosial ini sebagai masalah pendidikan dengan ringkas diuraikan oleh prof.
Thomson dalam bukunya : “Modern Philosophy of Education”
Untuk melaksanakan antar hubungan
dan interaksi di dalam masyarakat tiap individu memerlukan kesadaran-kesadaran
nilai dan kecakapan-kecakapan tertentu. Untuk itu pasti diperlukan proses
mengetahui, belajar, baik lewat pengalaman sehari-hari maupun melalui
pendidikan formal. Dengan demikian tiap-tiap proses mekanisme di dalam
masyarakat merupakan proses perkembangan pengaruh timbal-balik yang disebut
educative effects. Membahas masalah-masalah masyarakat adalah meninjau manusia
dalam kehidupan sosial. Dan oleh karena kehidupan itu sendiri pada dasarnya adalah
perkembangan, maka bersamaan dengan perkembangan pribadi warga masyarakat itu,
masyarakat pun sebagai totalitas mengalami pula proses perekembangan.
Sebagaimana kita ketahui baik
melalui ilmu jiwa maupun ilmu pendidikan bahwa perkembangan kepribadian manusia
ketingkat kematangan ditentukan oleh faktor internal dan external. Maka
sesungguhnya perkembangan masyarakat sebagai lembaga ditentukan pula oleh
faktor-faktor tersebut. Artinya potensi masyarakat itu sebagai faktor dalam dan
kontak masyarakat itu dengan dunia luar dengan segala kebudayaan merupakan
faktor luar akan menentukan tingkat perkembangan suatu masyarakat atau
lingkungan keseluruhan terhadap perkembangan kepribadian diakui oleh teori
convergensi, bahkan lebih-lebih oleh aliran empirisme dan pragmatisme.
Masyarakat dalam arti realita yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian ini bukanlah meliputi manusia dengan
proses antar hubungan dengan antar aksinya masyarakat. Masyarakat disini
meliputi keseluruh lingkungan baik phisis (alamiah dan benda-benda hasil
teknologi). Jadi masyarakat dengan segala atribut dan identitasnya, masyarakat
dengan segala perbendaharaan alamiah dan kulturalnya. Masyarakat sebagai satu
totalitas meliputi physical environment (lingkungan alamiah, benda-benda, iklim,
kekayaan material) dan social environment (manusia, kebudayaan dan nilai-nilai
agama), sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya. Bagaimana hubungan
masyarakat dengan pendidikan?
Suatu kenyataan bagi setiap orang
ahwa masyarakat yang (relatif) baik, maju, modern, ialah masyarakat yang di
dalamnya ditemukan suatu tigkat pendidikan yang (relatif) baik, modern dan
baik, dalam wujud lembaganya maupun jumlah dan tingkat orang yang terdidik.
Dengan perkataan lain, suatu masyarakat yang maju karena adanya pendidikan yang
maju (kualitatif dan kuantitatif). Dan pendidikan yang modern hanya akan
ditemukan di dalam masyarakat yang modern pula. Sebaliknya masyarakat yang
kurang memperhatikan pembinaan
pendidikan, akan tetap terbelakang, tidak hanya dari segi intelektual, tapi
juga dari segi sosial-kultural. Begitu pula jika penyelenggaraan dan sistem
pendidikan di dalam masyarakat bersifat pasif dan konservatif, maka masyarakat
- sebagai warga masyarakat –sebagai hasil pendidikan akan relatif tidak
produktif dan kreatif.
Paling
sedikit, apabila dalam suatu masyarakat nampak adanya lembaga-lembaga
pendidikan yang modern dan lengkap, maka ada kecenderungan dan optimisme bahwa
masyarakat tersebut dalam waktu segera akan maju.
Dalam
zaman modern sekarang tiap –tiap orang selalu menyadari peranan dan nilai
penddikan. Karena itu setiap warga masyarakat bercita-cita dan aktif
berpartisipasi untuk membina pendidikan. Sebab pembinaan pendidikan yang ideal
adalah pembinaan atas pribadi warga masyarakat yang ideal pula. Dan ini berarti
pembinaan tata kehidupan sosial yang sejahtera lahir dan batin. Aspek
kebudayaan di dalam masyarakat seperti ilmu pengetahuan, hukum, nilai-nilai
(demokrasi, moral, agama) dan sebagainya hanya mungkin dimengerti oleh warga
masyarakat melalui pendidikan. Bahkan
ilmu-ilmu tersebut sebagai wujud, sistem yang berkembang hanya tumbuh
melalui lembaga-lembaga pendidikan.
Manusia
sebagai subyek, ialah yang menyadari dirinya sendiri, untuk apa dan bagaimana
ia hidup dan harus hidup. Manusia mampu
mengerti bukan saja segala sesuatu yang ada di luar dirinya sebagai obyek,
bahkan manusia mampu pula menyadari dirinya sebagai subyek. Dari kesadaran
subyek dengan segala potensi, kondisi dan kepentingannya, manusia mengatur
hidupnya, menetapkan cita-citanya sendiri. Secara Individual demikian
menentukan kedudukan pribadi manusia, yakni sebagai subyek. Demikian pula
masyarakat sebagai hidup kolektif (kebersamaan) manusia lebih-lebih akan
menentukan. Bagaimana kedudukan dan fungsi individu dengan segala aspek kepribadiannya
dalam masyarakat, ditentukan oleh pandangan filosofis seperti antara lain
(secara ringkas) telah diuraikan dalam bagian teori tentang masyarakat. Oleh
karena itu latar belakang filosofis seseorang atas kedudukan individu amat
besar peranannya. Pandangan filosofis teori itu sedemikian besar implikasinya
dalam kehidupan manusia. Dari pandangan filosofis atas masyarakat, atas manusia
merupakan titik tolak dalam seluruh persoalan kehidupan manusia. Dan apabila
pandangan tersebut dianalisa lebih mendalam, berarti titik tolak segala
pandangan berawal pada subyek, yakni manusia sendiri, sebagai pribadi, atau
sebagai masyarakat.
Dari beberapa dasar pertimbangan
diatas, nyatalah masyarakat harus secara aktif menetapkan asas-asas pendidikan
yang tersimpul dalam filsafat pendidikan masyarakat (bangsa, negara) itu. Untuk
pedoman pelakasanaan pendidikan (nasional) bangsa itu, maka pedoman pelaksanaan
pendidikan itu termaktub dalam undang-undang pendidikan. Akan tetapi
undang-undang pendidikan adalah pedoman operasional formal. Sedangkan filsafat
pendidikan yang fundamental yang bersifat tetap, sebagai sumber nilai, sumber
bercita-cita.
Jadi masyarakat/negara sebagaisubyek
makro kependidikan wajar menentukan motivasi, tujuan, lembaga atau keseluruhan
sistem pendidikan nasionalnya berdasarkancita karsanya. Inilah sistem
pendidikan nasional berdasarkan filsafat negara bangsa/negara itu.
Menurut kelompok kami : Proses
pendidikan itu berlangsung di dalam ruang lingkup masyarakat. Dengan kata lain
keberhasilan dari suatu pendidikan dipengaruhui oleh masyarakat itu sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Pada hakikatnya manusia
terdiri dari dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua
unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera
(pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain.
Dalam doktrin islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama. Sebelum Adam
dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan berfirman
kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah, lantas
malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini orang
(manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah
menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di
jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Q.S. 30-31).
Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam sebagai nenek moyang
manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan
Adam. Penyebutan asal usul penciptaan Adam beragam dalam Alquran.
Alquran memakai istilah fin, turab, salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang
berasal dari hama masnun.
Al-Quran membahas
tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah
ummah, qaum, qabilah, sya;b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak
istilah yang digunakan al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah.
Al-Quran menyebut kata ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31
kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah,
jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki
keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas
beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma artinya bermaksud
(qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat tiga
makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Setidaknya terdapat
empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut
pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh,
aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.Masyarakat madani adalah
masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Islam memandang bahwa
alam ini diciptakan Allah, yang mempunyai keteraturan dan diciptakan dengan
tujuan tertentu dan mulia. Alam ini tunduk pada sunnah(system) yang telah
diciptakan-Nya,berlangsung dengan keteraturan, setiap unsur bergantung kepada
unsur lain sehingga menjadi satu kesatuan yang sempurna, atau disebut
sunnatullah(hukum keteraturan).
Ada dua fungsi yang
sangat penting menjadi sumber utama dalam pembentukan karakter ialah (1) fungsi
memindahkan nilai-nilai agama dan (2) sekaligus pembentukan karakter anggota
masyarakat-masyarakat. Dari pengertian pendidikan islam tersebut, maka fungsi
pendidikan dalam masyarkat ialah:
Pertama: mengembangkan,
memperbaiki, memimpin, melatih, mengasuh potensi setiap anggota masyarkat
(kognitif, afektif dan psikomotorik) untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, ilmu, akhlak mulia (karakter kuat positif), dan keterampilan yang
diperlukan dalam menjalani hidup bermasyarakat yang kompleks. Kedua: pewarisan
nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial-nilai sosial(transmission
of religius values, cultural values and social norms). Ketiga:
pendidikan berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Keempat: pendidikan berfungsi
alat pemersatu dan pengembangan pribadi dan sosial
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
1.
Jalaluddin, dan Abdullah Idi. 2009. Filsafat
Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
2.
Syam, Mohammad Noor. 1986. Filsafat
Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendiidikan Pancasila. Surabaya : Usaha
Nasional.
Internet :
1.http://piuii17.blogspot.com/2018/09/hakikat-manusia-dan-masyarakat.html
(diambil pada hari Sabtu, 21 September 2019 pukul 10.45)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar