Minggu, 29 Maret 2020

Makalah Hakikat Manusia dan Masyarakat


MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
TENTANG HAKIKAT MANUSIA DAN MASYARAKAT


MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
TENTANG HAKIKAT MANUSIA DAN MASYARAKAT


 
             



Dosen Pengampu :
Misran, S.Ag., M.Pd.I
Di Susun Oleh :
Kelompok VI
1.      Fajar Maysyaroh                                             NPM : 180511532
2.      Amira Kholita A.F                                          NPM : 180511507
3.      Nur Sella Enggar Dhini                                   NPM : 180511534
4.      Imroatul Azizah                                              NPM : 180511562
5.      Muhammad Ferdy Ismail                                NPM : 180511546
6.      Rizky Ihsan Nur Rahman                               NPM : 180511511
7.      Bambang Ardiansyah                                     NPM : 180511554

FAKULTAS AGAMA ISLAM
                        UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA 2019



BAB I
LATAR BELAKANG
Diantara struktur ide pendidikan dalam islam ialah manusia dan masyarkat. Membicarakan manusia tentu tidak pernah habis. Jika seseorang merasa tuntas membicarakanya berarti sama dengan memperkecil makna dan kandungan kapabilitas manusia itu sendiri. Hakikat manusia tidak akan pernah ditangkap secara utuh dan pasti karena banyaknya dimensi dan misteri yang dikandungnya. Maka setiap kali orang selesai memahami dari satu dimensi tentang manusia, maka muncul pula dimensi lainnya yang belum ia bahas. Menurut Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat) yang dikutip Nata (2001) mengatakan bahwa”manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya”.
Menurut Hasan Langgulung filsafat pendidikan secara ontologis membicarakan hakikat manusia dan masyarkat. Dengan kata lain, filsafat pendidikan menjawab manusia dan masyarakat seperti apakah yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dari landasan pemikiran di atas, tulisan ini akan mencoba menguraikan serinci mungkin hakikat manusia itu dan berikutnya juga akan dibahas hakikat masyarakat dalam perspektif filsafat pendidikan islam.
Ilmu yang membahas hakikat manusia sebagaimana ditulis oleh jalaluddin dan abdullah idi disebut antropologi masyarakat. Sementara ditulis oleh umar dan sulo dengan filsafat antropologi. Malah poejawijatna hanya menyebutnya dengan antropologis.
Manusia dalam pendidikan menempati posisi sentral, karena manusia disamping dipandang sebagai subjek, ia jiga dilihat sebagai objek pendidikan itu sendiri. Sebagai subjek, manusia menentukan coarak dan arah pendidikan, manusia khususnya manusia dewasa bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendididikan dan secara moral berkewajiban atas perkembangan pribadi peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT MANUSIA
1. Hakikat Manusia Dalam Islam
Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dengan memberdayakan potensi-potensi tersebut ke jalan Tuhanlah, manusia dikatakan sebagai sebaik-baik makhluk ciptaaNya dan insan kamil (manusia sempurna).
a. Proses Penciptaan Manusia
Tuhan menciptakan manusia terdiri dari dari unsur ruh (jiwa, roh, ruh dan nyawa) dan jasad. Proses penciptaanyapun rumit dan penuh misteri sebanding dengan jati dirinya yang unik, misteri dan tak terduga  (garaib wa ‘ajaib). Ruhani, dan jasad, adalah dua unsur yang tidak bisa dipisah satu sama lain dan keduanya merupakan satu kesatuandan saling menyempurnakan dalam pemebentukan manusia. Stelah ruhani atau jiwa dan jasad bersatu, disebut insan (manusia) sebagai keseluruhan baik lahir maupun batin. Ruhani tersebut terdiri dari unsur akal, (kekuatan berrfikir), kalbu (kekuatan merasa dan bartuhan), dan nafs (kakuatan keinginan). Manusia itu diberi potensi-potensi atau daya-daya (fitrah) yang bermacam-macam agar ia mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai hamba yang beribadah dan sebgai khalifah.
Dalam membahas hakikat manusia, parah ahli banyak banyak mengutip ayat yang menjelaskan proses penciptaan manusia, di antaranya:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ0ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ0
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Artinya :
“Dan sesunggunya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh(rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling baik”. (Surah Al-Mu’minun ayat 12-14)
Proses jasadiyah manusia mulai dari saripati tanah sampai dari sempurna secara jasmani jelas termaktub pada ayat diatas. Namun jasad itu ditiupkan roh kedalamnya, sehingga ia menjadi manusia.
Dalam doktrin islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama. Sebelum Adam dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan berfirman kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah, lantas malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini orang (manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Surah Al- Baqarah ayat 30 -31)
Dan ayat-ayat tersebut di atas maka dapat diambil diskripsi bahwa Adam adalah manusia pertama, dan dari sejak Adamlah terdapat simbol-simbol barang (nama-nama) yang menunjukan terbentuknya suatu unsur kebudayaan yakni bahasa dan ilmu pengetahuan.
Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan Adam.  Penyebutan asal usul penciptaan Adam beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilahfin, turab, salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama masnun. Berikut uraian satu persatu:
1. Kata Tin
Kata tin antara lain terdapat pada Q.S. Al-Mukminun ayat 12. Pada umumnya para mufassir mengartikan kata tin dengan sari pati tanah lumpur atau tanah liat. Menurut Ibnu Katsir (1996), Ahmad Musthofa (1974), Jamal (1952), dan Magnujah (1969) bahwa kata tin berarti bahan penciptaan Adam dari komponen saripati tanah liat.
2. Kata Turab
Kata turabantara lain terdapat pada Q.S. Al. Kahf ayat 37; Al-Hajj ayat 5; Ali Imran ayat 59; Ar-Rum ayat 20; Fatir ayat 11. Menurut Nazwar Syamsu (1983) bahwa semua ayat yang mengandung kata turabberarti saripati tanah. Muhmaad Jawwad membagi asal-usul penciptaan manusia menjadi dua yakni (1) langsung dari sari patih tanah tanpa perantara yakni Adam dan (2) tidak langsung dari tanah seperti menciptakan Bani Adam berasal dari nutfah (mani) dan darah, yang keduannya berasal dari berbagai macam makanan.[8]
3. Salsal seperti fakhkhar yang berasal dari hama’ masnun
Kata salsal terdapat pada Q.S. Al-Rahman ayat 14 , Q.S. Al-Hijr ayat 26 dan 28 dan 33. Menurut Fachrur Razy (tth), dimaksud dengan salsal ialah tanah kering yang bersuara dan belum di masak. Salsal sudah dimasak jadilah dia (fakhhar) sebagai komponen penciptaan Adam. Sedangkan kata salsal yang bersal dari hama’ masnun, menurut al-Maraghi (1974) ialah tanah kering, keras, bersuara, yang dapat berukir, warna hitam yang dpat diubah-ubah, yang tuangkan dalam cetakan agar menjadi kering. Seperti barang-barang permata yang dicairkan dan dituangkan dalam cetakan.
4. Peniupan ruh
Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna yakni adanya persenyawaan antara komponen tin (tanah liat yang berasal dari tanah lumpur yang bersih), turab (saripati tanh), dan salsal seperti fakhkhar bersal dari hama’ masnun (dari lumpur hitam yang dicetak dan diberi bentuk), lalu Allah meniupakan Roh-Nya kepada Adam dan sejak itu dia benar-benar menjadi makhluk yang sesunggunya (jasmani dan ruh) yang sempurna sehingga para malaikat pun diperintahkan oleh Allah agar tunduk dan bersujud kepada Adam.
b. Istilah Al-Quran tentang manusia dan perangkat jati diri manusia
1. Kata Insan
Manusia jika merujuk kepada kata insan,nasiya dan aluns/anisa berarti mengacu kepada manusia dari aspek mental spiritualnya. Kata insan yang bentuk jamaknya (pluralnya) al-nas dari segi semantik atau ilmu tentang akat kata, dapat dilihat dari asal kata anasa yang mempunyai arti melihat, megetahui, dan minta izin. Selanjutnya kata insan juga dilihat dari asalnya nasiya yang berarti lupa. Sedangkan kata insan jika dilihat dari asal katanya dari al-uns atau anisa dapat berarti jinak (Loes Ma’luf, 1987). Menurut Musa Asy’ari (1992), bahwa atas dasar insan dari kata anasa mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalaran. Yakni dengan penalarannya itu manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, ia dapat pula ia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan mendorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Insan dari asal kata “nasiya”, berarti lupa atau salah. Manusia mempunyai sifat salah dan lupa. Manusia lupa terhadap sesuatu hal, disebabkan ia kehilangan kesadaran terhadap sesuatu. Oleh karen itu, dalam kehidupan beragama, oarang yang lupa dibebani hukum atau tidak diminta pertanggung jawaban seseorang dalam keadaan tidak menyadari atau lupa terhadap perkataan dan perbuatanya.
2. Kata Basyar
Manusia jika merujuk kepada kata basyar, berarti mengacu pada manusia aspek lahiriahnya. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik individu maupun kolektif. Kata basyar adalah jamak (plural) dari kata basyarah yang berarti permukaan kulit kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Ibnu Barzah mengartikanya sebagai kulit luar. Al-Lais mengartikanya sebagai permukaan kulit pada wajah dan tubuh manusia. Oleh karena itu kata mubasyarah diartikan mulamasah yang artinya persentuhan antara kulit laki-laki dan kulit perempuan. Disamping itu kata mubasyarah juga diartikan sebagi al-iwat , atau al-ijma’ yang artinya persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
Menurut kelompok kami : Hakikat manusia dalam Islam adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari roh dan jiwa yang memiliki indera, akal untuk berfikir, hati/kalbu untuk merasakan dan nafs atau keinginan yang bertujuan agar mampu menjalankan tugas dari Allah untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi.
2. Pandangan Filsafat Tentang Hakekat Manusia
            Manusia adalah subjek pendidikan, sekaligus juga sebagai objek pendidikan. Manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subjek pendidikan dalam arti bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan. Mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, generasi penerus mereka. Manusia dewasa yang berkebudayaan, terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakat bangsa itu.
            Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan integritas, adalah “objek” pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau “bahan” yang dibina. Meskipin kita sadari bahwa perkembangan kepribadian adalah self-development melalui self-activities; jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Menurut kelompok kami : Manusia bisa dikatakan sebagai pelaku pendidikan, seperti pengajar dalam menciptakan suatu pengajaran dan juga manusia sebagai objek atau sasaran/peserta didik yang harus dibina atau dengan perkembangan diri.
3. Pandangan Ilmu Pengetahuan Tentang Manusia.
            Pendidikan secara khusus tujuanya adalah untuk memahami dan mendalami hakikat manusia. Manusia adalah hewan berakal sehat yang mengeluarkan pendapatmya dan berbicara berdasarkan akal pikiranya (Aristoteles, 2009).
            Menurut tinjauan Islam, manusia adalah pribadi atau individu yang berkeluarga, selalu bersilaturahmi, dan pegabdi Tuhan. Manusia juga pemelihara alam sekitar, wakil Allah swt di atas muka bumi. Islam memandang manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan dengan hewan dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu manusia disuruh menggunakan akalnya dan inderanya agar tidak salah memahami mana kebenaran sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan atau dianggap benar.
            Pada dasarnya manusia adalah makhluk religius, yang dengan pernyataan itu mewajibkan manusia memperlakukan agama sebagai suatu kebenaran yang harus dipatuhi dan diyakini. Untuk itu, sangat penting membangun manusia yang sanggup melakukan pembangunan duniawi yang mempunyai arti bagi hidup pribadi di akhirat kelak. Dengan kata lain, usaha pembinaan manusia ideal, tersebut merupakan progarm utama dalam pendidikan modern pada masa-masa sekarang.
Menurut kelompok kami : Manusia adalah sebaik – baik makhluk yg diciptakan oleh Allah yang berbeda dengan hewan atau makhuk ciptaan Allah yang lainnya. Dan juga manusia adalah makhluk yang berkembang sesuai dengan tuntunan zaman yang semakin maju.
4. Aliran Filsafat Tentang Manusia.
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.
a. Aliran Serba zat (Faham Materialisme)
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi. Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging, tulang).
Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia adalah lebih kepada zat atau materinya. Manusia bergerak menggunakan organ, makan dengan tangan, berjalan dengan kaki, dll. Semua serba zat atau meteri. Berdasar aliran ini, maka dalam pendidikan manusia harus melalui proses mengalami atau pratek (psikomotor).
b.  Aliran Serba Ruh
Dalam buku lain, aliran ini diberi nama Aliran Idealisme. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh.Ruh disini bisa diartikan juga sebagai jiwa, mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi, zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit, ratio) manusia.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa yang menggerakkan tubuh itu adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa maka jasmani, raga atau fisik manusia akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. Dalam pendidikan, maka tidak hanya aspek pengalaman saja yang diutamakan, faktor dalam seperti potensi bawaan (intelegensi, rasio, kemauan dan perasaan) memerlukan perhatian juga.
c.  Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga.
Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa ratio itu terletak pada otak. Akan tetapi  akan timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi (tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu.
Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.
d. Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakekat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.
Menurut kelompok kami : Dalam aliran filsafat tentang manusia terdapat 4 aliran, yaitu aliran serba zat, aliran serbu ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme. Dari 4 unsur aliran filsafat tersebut merupakan aliran pemikiran yang terbentuk atas dasar masalah rohani (jiwa) dan jasmani (raga) manusia. Di setiap aliran tersebut memiliki ciri khas maupun kriteria dalam mengembangkan pemikiran mengenai manusia.
5. Pandangan Antropologi Metafisika
            Antropologi Metafisika berkesimpulan bahwa hakikat manusia integritas antara kesadaran-kesadaran :
a. Manusia sebagai makhluk individu
            Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individulitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi diantara segala realitas adalah pangkal segala kesadaran terhadap sesuatu. Dengan bahasa filsafat dinyatakan self-existence adalah sumber pengertian manusia akan segala sesuatu.
            Makin manusia sadar akan diri sendiri sesungguhnya makin sadar manusia akan kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari semesta. Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran paling dalam, sumber kesadaran subjek yang melahirkan kesadaran lain.
b. Manusia sebagai makhluk sosial
self-existence, kesadaran diri sendiri membuka kesadaran atas segala sesuatu sebagai realita di samping realita subyek. Meski diri kita sebagai pribadi adalah subyek yang menyadari, namun diri kita bukanlah pusat dari segala realita. Sebab, kedudukan setiap pribadi mempunyai martabat kemanusiaan (human dignity) yang sederajat, maka wajarlah bahwa kita menghormati setiap pribadi. Untuk dihormati sebagai pribadi adalah hak kita dan setiap orang. Sebaliknya, untuk menghormati setiap pribadi adalah kewajiban kita dan setiap pribadi lain.
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama nampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orang lain.  Orang lain dimaksud paling sedikit ialah orang tuanya, keluarganya sendiri. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam kondisi interdependensi, dalam antar-hubungan dan antaraksi. Didalam kehidupan manusia selanjutnya, selalu ia hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, warga negara, warga suatu kelompok kebudayaan, warga suatu aliran kepercayaan, warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Essensia manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama  dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya didalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya dalam asas sosialitas itu.
c.  Manusia sebagai makhluk susila
Pribadi manusia yang hidup bersama itu  melakukan antar hubungan dan antaraksi baik langsung maupun tak langsung. Didalam proses antar hubungan dan antaraksi itu tiap pribadi membawa identitas, kepribadian masing-masing.  Oleh karena itu keadaan yang cukup heterogin akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.
Asas pandangan bahwa manusia sebagai makhluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara prioritas adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaran susila tidak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab justru adanya nilai-nilai, efektifitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah didalam kehidupan sosial.
Menurut kelompok kami : Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi diantara segala realitas adalah pangkal segala kesadaran terhadap sesuatu.
B. HAKIKAT MASYARAKAT
1. Hakikat masyarakat (ummah) dalam pendidikan Islam
a. Hakikat Masyarakat
Tidak ada satu individupun yang bisa hidup tanpa msayarkat. Untuk itu manusia harus hidup bermasyarka, tujuan utama al-Quran kata Fazhul Rahman menegakan tata masyarkat adil. Masyarakat yang adil itu sebuah masyarakat yang etis da egalitarian. Dengan nada yang serupah Muhammad Abduh mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk bermasyarkat. Sifat bermasyarkat kata Muhammad Abduh  tidak diberikan oleh Allah pada lebah dan semut Allah memberikan akal kepada manusia  untuk dapat bermasyarkat.
Bermasyarkat yang dimaksud  Abduh berakal dan dengan akalnya ia berkreasi secara dinamis. Kalau dilihat dari cara hidup lebah, mereka hidup tidak egois, tetapi mereka hidup bermasyarakat dan kata haru yahya mereka mempunyai organisasi yang luar biasa.
Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan potensi. Terlebih-lebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung “dorongan-dorongan hidup yang dasr, inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitranya dengan jalan memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Kemampuan menyesuaikan diri itu dapat dilakukan manusia karena ia diberi kemampuan berfikir (kognitif). Merasa (afektif), dan melakukan( psikomotorik). Untuk itu manusia disebut makhluk sosial karena (1). Ketergantungannya kepada manusia lain, (2) berkemampuan menyesuaikan diri, (3) berkemampuan berfikir, mresa, dan melakukan, dan (4) berkebutuhan mengembangkan dab menyempurnakan dirinya dengan bantuan orang lain. Dalam pandangan beberapa filosof, pengertian masyarkat. Menurut Plato tidak membedakan antara pengertian Negara dan masyarakat. Negara adalah kumpulan dari unit-unit kemasyarakatan. Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga; sedangkan menurut Comte memperluas analisis-analisis masyarakat, dengan menganut suatu pandangan tentang masyarakat sebagai lebih dari suatu agriget (gerombolan) individu-individu (Loren Bagus, 2000).
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Menurut Jhon Perince (1971) bahwa kata ummata berarti penduduk, bangsa, ras, kelompok, ketentuan, istilah tertentu, waktu dan agama tertentu. Muhammad Ismail Ibrahim mengartikan dengan “kelompok manusia, muallim, seseorang yang baik pada semua seginya, agama dan waktu (1968).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa ummah (masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi bersama yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama), warisan budaya, lingkungan sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita dan lain-lain) dalam rangka mencapai tujuan hidup.
Menurut kelompok kami : Dalam hakikat masyarakat melakukan tujuan utama ada dalam Al – Quran yaitu menjadi masyarakat yang etis dan egalitarian dimana dalam bermasyarakat kita harus mempunyai etika dan kita jangan membeda – bedakan karena setiap orang itu memiliki hak dan peluang yang sama. Manusia juga mempunyai 5 kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Manusia juga bisa menyesuaikan diri karena diberi 3 kemampuan yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Ciri-ciri masyarakat ideal dalam al-Quran
a. Adanya ide kesatuan dalam terma ummah. Ummah adalah kmunitas agamawi secara menyeluruh dan totalitas. Ide ini antara lain terdapat pada Q.S. Al-Baqarah (2):213;Al-Maidah(5):48;Yunus (10):19; Huud (11):21 an Nahl(16):93;Al-Anbiyaa’(21):92) dan Asy Syuraa(42):8. Tuhan menciptakan manusia sebagi masyarakat yang satu yang terikat sebagian dengan sebagian lainya. Manusia tidak bisa hidup kecuali bermasyarkat yang saling membantu antara sebagian dengan bagian lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
b. Dalam bermasyarakat (ummah) membutuhkan pemimpin atau uswatun hasanah atau pedoman dan petunjuk, yangdijadikan model dalam merealisasikan kewajiban moral religiusnya dan untuk menciptakan tatanan dunia yang etis, adil dan egalitarian. Untuk menjadipemimpin (imam) masyarakat haruslaj melalui pendidikan dan pengalaman, dan sedangkan imam berupa pedoman atau ktab haruslah datangnya dari suatu beruoa oedoman atau kitab haruslah datangnya dari suatu yang tidak punya kepentingan yakni Allah SWT. Kata ummah yang berarti pemimpin ini dapat ditemui dalam Al-Quran Q.S. Al-Baqarah, 2: 124; al-Israa’’, 17:17 dan al-Furqaan, 25:74. Sedangkan kata ummah yang berarti pedoman atau petunjuk terdapat pada Q.S. Huud, 17:46 dan al-Ahqaaf, 46:12. Pada prinsipnya baik kata imam berarti pemimpin atau [etunjuk,pedoman atau jalan terang tidak ada perbedaan yang principal karena istilah-istilah tersebut menunjuk kepada sesuatu yang menjadi kompas dan sumber hidayah bagi umat manusia dalm melaksanakan kewajiban-kewajiban moralnya di dunia ini.
c. Ummah (masyarakat) dengan bentuk kata umam, pengertianya tidak terbatas pada komunitas atau kelompok, atau suku-suku manusia dan jin, tetapi juga termasuk komunitas makhluk lain, seperti binatang dan burung.  Menurut al-Asfahani (tanpa tahun) bahwa setiap macam ummah itu ada watak atau karakter tersendiri yang telah Allah ciptakan yang tetap seperti itu. Ummah dengan makna kmunitas terdapat binatang dan burung);al-Araaf, 7:38(menunjuk kepada komunitas manusia dan jin) dan al-A’raf, 7:160 (menunjukan kepada komunitas suku Nabi Musa AS).
Dalam pembelajaran sering sering kita dengar kata sosiologi. Sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarkat dan gejala-gejala mengenai masyarkat. Sosiologi seperti itu disebut macro sociology, yaitu ilmu tentang gejala-gejala sosial, imstitusi-institusi sosial dan pengaruhnya terhadap masyarkat.
b. Masyarakat Madani Perspektif Islam
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Karakteristik Masyarakat Madani, ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok eksklusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunteer mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Bertumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8. Ber-Tuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah SWT sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
 12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
 13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
 14. Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri-ciri tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat yang demokratis, dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Masyarakat madani dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Menurut kelompok kami : Dari beberapa point diatas dapat disimpulkan bahwa ciri masyarakat ideal dalam Al –Quran yaitu adanya kesatuan dalam tema ummah, membutuhkan pemimpin, dan adanya masyarakat perspektif islam. Tanpa adanya salah satu ciri tersebut, maka tidak dapat dikatakan sebagai masyarakat yang ideal dalam Al – Qur’an. Dan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa umat islam merupakan umat yang terdepan dan unggul.
3. Hubungan Masyarakat Dan Pendidikan
Berdasarkam semua teori yang diuraikan di muka, nyatalah bahwa masyarakat merupakan sau realitas dalam tata kehidupan manusia. Tiap-tiap pribadi hidup dalam suatu sistem sosial, dengan segala kondisi dan konsekuensi-konsekuensinya. Tiap pribadi adalah bagian suatu keluarga yang hidup di dalam suatu masyarakat, demikian pula masyarakat adalah bagian darripada suatu bangsa atau kehidupan zamannya. Seluruh proses kehidupan manusia belangsung di dalam masyarakat dan sebagian untuk masyarakat di samping sebagian untuk dirinya sendiri. Dan pada dasarna semua proses dalam kehidupan manusia adalah pelaksanaan asas-asas kesadaran hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi) manusia.
            Tingkat kesadaraan akan hak-hak asasi, kemampuan menunaikan kewajiban adalah pelaksanaan fungsi kemanusiaan tiap pribadi. Bagaimana manusia menunaikan semua fungsi kemanusiaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat adalah masalah pendidikan. Dalam pengertian bagaimana manusia (individu) mampu menunaikan kewajiban di dalan kehidupan sosial ini sebagai masalah pendidikan dengan ringkas diuraikan oleh prof. Thomson dalam bukunya : “Modern Philosophy of Education”
            Untuk melaksanakan antar hubungan dan interaksi di dalam masyarakat tiap individu memerlukan kesadaran-kesadaran nilai dan kecakapan-kecakapan tertentu. Untuk itu pasti diperlukan proses mengetahui, belajar, baik lewat pengalaman sehari-hari maupun melalui pendidikan formal. Dengan demikian tiap-tiap proses mekanisme di dalam masyarakat merupakan proses perkembangan pengaruh timbal-balik yang disebut educative effects. Membahas masalah-masalah masyarakat adalah meninjau manusia dalam kehidupan sosial. Dan oleh karena kehidupan itu sendiri pada dasarnya adalah perkembangan, maka bersamaan dengan perkembangan pribadi warga masyarakat itu, masyarakat pun sebagai totalitas mengalami pula proses perekembangan.
            Sebagaimana kita ketahui baik melalui ilmu jiwa maupun ilmu pendidikan bahwa perkembangan kepribadian manusia ketingkat kematangan ditentukan oleh faktor internal dan external. Maka sesungguhnya perkembangan masyarakat sebagai lembaga ditentukan pula oleh faktor-faktor tersebut. Artinya potensi masyarakat itu sebagai faktor dalam dan kontak masyarakat itu dengan dunia luar dengan segala kebudayaan merupakan faktor luar akan menentukan tingkat perkembangan suatu masyarakat atau lingkungan keseluruhan terhadap perkembangan kepribadian diakui oleh teori convergensi, bahkan lebih-lebih oleh aliran empirisme dan pragmatisme.
            Masyarakat dalam arti realita yang mempengaruhi perkembangan kepribadian ini bukanlah meliputi manusia dengan proses antar hubungan dengan antar aksinya masyarakat. Masyarakat disini meliputi keseluruh lingkungan baik phisis (alamiah dan benda-benda hasil teknologi). Jadi masyarakat dengan segala atribut dan identitasnya, masyarakat dengan segala perbendaharaan alamiah dan kulturalnya. Masyarakat sebagai satu totalitas meliputi physical environment (lingkungan alamiah, benda-benda, iklim, kekayaan material) dan social environment (manusia, kebudayaan dan nilai-nilai agama), sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya. Bagaimana hubungan masyarakat dengan pendidikan?
            Suatu kenyataan bagi setiap orang ahwa masyarakat yang (relatif) baik, maju, modern, ialah masyarakat yang di dalamnya ditemukan suatu tigkat pendidikan yang (relatif) baik, modern dan baik, dalam wujud lembaganya maupun jumlah dan tingkat orang yang terdidik. Dengan perkataan lain, suatu masyarakat yang maju karena adanya pendidikan yang maju (kualitatif dan kuantitatif). Dan pendidikan yang modern hanya akan ditemukan di dalam masyarakat yang modern pula. Sebaliknya masyarakat yang kurang memperhatikan  pembinaan pendidikan, akan tetap terbelakang, tidak hanya dari segi intelektual, tapi juga dari segi sosial-kultural. Begitu pula jika penyelenggaraan dan sistem pendidikan di dalam masyarakat bersifat pasif dan konservatif, maka masyarakat - sebagai warga masyarakat –sebagai hasil pendidikan akan relatif tidak produktif dan kreatif.
Paling sedikit, apabila dalam suatu masyarakat nampak adanya lembaga-lembaga pendidikan yang modern dan lengkap, maka ada kecenderungan dan optimisme bahwa masyarakat tersebut dalam waktu segera akan maju.
Dalam zaman modern sekarang tiap –tiap orang selalu menyadari peranan dan nilai penddikan. Karena itu setiap warga masyarakat bercita-cita dan aktif berpartisipasi untuk membina pendidikan. Sebab pembinaan pendidikan yang ideal adalah pembinaan atas pribadi warga masyarakat yang ideal pula. Dan ini berarti pembinaan tata kehidupan sosial yang sejahtera lahir dan batin. Aspek kebudayaan di dalam masyarakat seperti ilmu pengetahuan, hukum, nilai-nilai (demokrasi, moral, agama) dan sebagainya hanya mungkin dimengerti oleh warga masyarakat melalui pendidikan. Bahkan  ilmu-ilmu tersebut sebagai wujud, sistem yang berkembang hanya tumbuh melalui lembaga-lembaga pendidikan.
Manusia sebagai subyek, ialah yang menyadari dirinya sendiri, untuk apa dan bagaimana ia hidup dan harus hidup. Manusia  mampu mengerti bukan saja segala sesuatu yang ada di luar dirinya sebagai obyek, bahkan manusia mampu pula menyadari dirinya sebagai subyek. Dari kesadaran subyek dengan segala potensi, kondisi dan kepentingannya, manusia mengatur hidupnya, menetapkan cita-citanya sendiri. Secara Individual demikian menentukan kedudukan pribadi manusia, yakni sebagai subyek. Demikian pula masyarakat sebagai hidup kolektif (kebersamaan) manusia lebih-lebih akan menentukan. Bagaimana kedudukan dan fungsi individu dengan segala aspek kepribadiannya dalam masyarakat, ditentukan oleh pandangan filosofis seperti antara lain (secara ringkas) telah diuraikan dalam bagian teori tentang masyarakat. Oleh karena itu latar belakang filosofis seseorang atas kedudukan individu amat besar peranannya. Pandangan filosofis teori itu sedemikian besar implikasinya dalam kehidupan manusia. Dari pandangan filosofis atas masyarakat, atas manusia merupakan titik tolak dalam seluruh persoalan kehidupan manusia. Dan apabila pandangan tersebut dianalisa lebih mendalam, berarti titik tolak segala pandangan berawal pada subyek, yakni manusia sendiri, sebagai pribadi, atau sebagai masyarakat.
            Dari beberapa dasar pertimbangan diatas, nyatalah masyarakat harus secara aktif menetapkan asas-asas pendidikan yang tersimpul dalam filsafat pendidikan masyarakat (bangsa, negara) itu. Untuk pedoman pelakasanaan pendidikan (nasional) bangsa itu, maka pedoman pelaksanaan pendidikan itu termaktub dalam undang-undang pendidikan. Akan tetapi undang-undang pendidikan adalah pedoman operasional formal. Sedangkan filsafat pendidikan yang fundamental yang bersifat tetap, sebagai sumber nilai, sumber bercita-cita.
            Jadi masyarakat/negara sebagaisubyek makro kependidikan wajar menentukan motivasi, tujuan, lembaga atau keseluruhan sistem pendidikan nasionalnya berdasarkancita karsanya. Inilah sistem pendidikan nasional berdasarkan filsafat negara bangsa/negara itu.
Menurut kelompok kami : Proses pendidikan itu berlangsung di dalam ruang lingkup masyarakat. Dengan kata lain keberhasilan dari suatu pendidikan dipengaruhui oleh masyarakat itu sendiri.







BAB III
KESIMPULAN

Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dalam doktrin islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama. Sebelum Adam dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan berfirman kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah, lantas malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini orang (manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Q.S. 30-31). Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan Adam.  Penyebutan asal usul penciptaan Adam beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilah fin, turab, salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama masnun.
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya;b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan. Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Islam memandang bahwa alam ini diciptakan Allah, yang mempunyai keteraturan dan diciptakan dengan tujuan tertentu dan mulia. Alam ini tunduk pada sunnah(system) yang telah diciptakan-Nya,berlangsung dengan keteraturan, setiap unsur bergantung kepada unsur lain sehingga menjadi satu kesatuan yang sempurna, atau disebut sunnatullah(hukum keteraturan).
Ada dua fungsi yang sangat penting menjadi sumber utama dalam pembentukan karakter ialah (1) fungsi memindahkan nilai-nilai agama dan (2) sekaligus pembentukan karakter anggota masyarakat-masyarakat. Dari pengertian pendidikan islam tersebut, maka fungsi pendidikan dalam masyarkat ialah:
Pertama: mengembangkan, memperbaiki, memimpin, melatih, mengasuh potensi setiap anggota masyarkat (kognitif, afektif dan psikomotorik) untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, ilmu, akhlak mulia (karakter kuat positif), dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalani hidup bermasyarakat yang kompleks. Kedua: pewarisan nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial-nilai sosial(transmission of religius values, cultural values and social norms). Ketiga: pendidikan berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Keempat: pendidikan berfungsi alat pemersatu dan pengembangan pribadi dan sosial



DAFTAR PUSTAKA
Buku :
1. Jalaluddin, dan Abdullah Idi. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
2. Syam, Mohammad Noor. 1986. Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendiidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.
Internet :
1.http://piuii17.blogspot.com/2018/09/hakikat-manusia-dan-masyarakat.html (diambil pada hari Sabtu, 21 September 2019 pukul 10.45)
 
             



Dosen Pengampu :
Misran, S.Ag., M.Pd.I
Di Susun Oleh :
Kelompok VI
1.      Fajar Maysyaroh                                             NPM : 180511532
2.      Amira Kholita A.F                                          NPM : 180511507
3.      Nur Sella Enggar Dhini                                   NPM : 180511534
4.      Imroatul Azizah                                              NPM : 180511562
5.      Muhammad Ferdy Ismail                                NPM : 180511546
6.      Rizky Ihsan Nur Rahman                               NPM : 180511511
7.      Bambang Ardiansyah                                     NPM : 180511554

FAKULTAS AGAMA ISLAM
                        UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA 2019



BAB I
LATAR BELAKANG
Diantara struktur ide pendidikan dalam islam ialah manusia dan masyarkat. Membicarakan manusia tentu tidak pernah habis. Jika seseorang merasa tuntas membicarakanya berarti sama dengan memperkecil makna dan kandungan kapabilitas manusia itu sendiri. Hakikat manusia tidak akan pernah ditangkap secara utuh dan pasti karena banyaknya dimensi dan misteri yang dikandungnya. Maka setiap kali orang selesai memahami dari satu dimensi tentang manusia, maka muncul pula dimensi lainnya yang belum ia bahas. Menurut Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat) yang dikutip Nata (2001) mengatakan bahwa”manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya”.
Menurut Hasan Langgulung filsafat pendidikan secara ontologis membicarakan hakikat manusia dan masyarkat. Dengan kata lain, filsafat pendidikan menjawab manusia dan masyarakat seperti apakah yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dari landasan pemikiran di atas, tulisan ini akan mencoba menguraikan serinci mungkin hakikat manusia itu dan berikutnya juga akan dibahas hakikat masyarakat dalam perspektif filsafat pendidikan islam.
Ilmu yang membahas hakikat manusia sebagaimana ditulis oleh jalaluddin dan abdullah idi disebut antropologi masyarakat. Sementara ditulis oleh umar dan sulo dengan filsafat antropologi. Malah poejawijatna hanya menyebutnya dengan antropologis.
Manusia dalam pendidikan menempati posisi sentral, karena manusia disamping dipandang sebagai subjek, ia jiga dilihat sebagai objek pendidikan itu sendiri. Sebagai subjek, manusia menentukan coarak dan arah pendidikan, manusia khususnya manusia dewasa bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendididikan dan secara moral berkewajiban atas perkembangan pribadi peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT MANUSIA
1. Hakikat Manusia Dalam Islam
Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dengan memberdayakan potensi-potensi tersebut ke jalan Tuhanlah, manusia dikatakan sebagai sebaik-baik makhluk ciptaaNya dan insan kamil (manusia sempurna).
a. Proses Penciptaan Manusia
Tuhan menciptakan manusia terdiri dari dari unsur ruh (jiwa, roh, ruh dan nyawa) dan jasad. Proses penciptaanyapun rumit dan penuh misteri sebanding dengan jati dirinya yang unik, misteri dan tak terduga  (garaib wa ‘ajaib). Ruhani, dan jasad, adalah dua unsur yang tidak bisa dipisah satu sama lain dan keduanya merupakan satu kesatuandan saling menyempurnakan dalam pemebentukan manusia. Stelah ruhani atau jiwa dan jasad bersatu, disebut insan (manusia) sebagai keseluruhan baik lahir maupun batin. Ruhani tersebut terdiri dari unsur akal, (kekuatan berrfikir), kalbu (kekuatan merasa dan bartuhan), dan nafs (kakuatan keinginan). Manusia itu diberi potensi-potensi atau daya-daya (fitrah) yang bermacam-macam agar ia mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai hamba yang beribadah dan sebgai khalifah.
Dalam membahas hakikat manusia, parah ahli banyak banyak mengutip ayat yang menjelaskan proses penciptaan manusia, di antaranya:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ0ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ0
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Artinya :
“Dan sesunggunya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh(rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling baik”. (Surah Al-Mu’minun ayat 12-14)
Proses jasadiyah manusia mulai dari saripati tanah sampai dari sempurna secara jasmani jelas termaktub pada ayat diatas. Namun jasad itu ditiupkan roh kedalamnya, sehingga ia menjadi manusia.
Dalam doktrin islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama. Sebelum Adam dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan berfirman kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah, lantas malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini orang (manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Surah Al- Baqarah ayat 30 -31)
Dan ayat-ayat tersebut di atas maka dapat diambil diskripsi bahwa Adam adalah manusia pertama, dan dari sejak Adamlah terdapat simbol-simbol barang (nama-nama) yang menunjukan terbentuknya suatu unsur kebudayaan yakni bahasa dan ilmu pengetahuan.
Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan Adam.  Penyebutan asal usul penciptaan Adam beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilahfin, turab, salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama masnun. Berikut uraian satu persatu:
1. Kata Tin
Kata tin antara lain terdapat pada Q.S. Al-Mukminun ayat 12. Pada umumnya para mufassir mengartikan kata tin dengan sari pati tanah lumpur atau tanah liat. Menurut Ibnu Katsir (1996), Ahmad Musthofa (1974), Jamal (1952), dan Magnujah (1969) bahwa kata tin berarti bahan penciptaan Adam dari komponen saripati tanah liat.
2. Kata Turab
Kata turabantara lain terdapat pada Q.S. Al. Kahf ayat 37; Al-Hajj ayat 5; Ali Imran ayat 59; Ar-Rum ayat 20; Fatir ayat 11. Menurut Nazwar Syamsu (1983) bahwa semua ayat yang mengandung kata turabberarti saripati tanah. Muhmaad Jawwad membagi asal-usul penciptaan manusia menjadi dua yakni (1) langsung dari sari patih tanah tanpa perantara yakni Adam dan (2) tidak langsung dari tanah seperti menciptakan Bani Adam berasal dari nutfah (mani) dan darah, yang keduannya berasal dari berbagai macam makanan.[8]
3. Salsal seperti fakhkhar yang berasal dari hama’ masnun
Kata salsal terdapat pada Q.S. Al-Rahman ayat 14 , Q.S. Al-Hijr ayat 26 dan 28 dan 33. Menurut Fachrur Razy (tth), dimaksud dengan salsal ialah tanah kering yang bersuara dan belum di masak. Salsal sudah dimasak jadilah dia (fakhhar) sebagai komponen penciptaan Adam. Sedangkan kata salsal yang bersal dari hama’ masnun, menurut al-Maraghi (1974) ialah tanah kering, keras, bersuara, yang dapat berukir, warna hitam yang dpat diubah-ubah, yang tuangkan dalam cetakan agar menjadi kering. Seperti barang-barang permata yang dicairkan dan dituangkan dalam cetakan.
4. Peniupan ruh
Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna yakni adanya persenyawaan antara komponen tin (tanah liat yang berasal dari tanah lumpur yang bersih), turab (saripati tanh), dan salsal seperti fakhkhar bersal dari hama’ masnun (dari lumpur hitam yang dicetak dan diberi bentuk), lalu Allah meniupakan Roh-Nya kepada Adam dan sejak itu dia benar-benar menjadi makhluk yang sesunggunya (jasmani dan ruh) yang sempurna sehingga para malaikat pun diperintahkan oleh Allah agar tunduk dan bersujud kepada Adam.
b. Istilah Al-Quran tentang manusia dan perangkat jati diri manusia
1. Kata Insan
Manusia jika merujuk kepada kata insan,nasiya dan aluns/anisa berarti mengacu kepada manusia dari aspek mental spiritualnya. Kata insan yang bentuk jamaknya (pluralnya) al-nas dari segi semantik atau ilmu tentang akat kata, dapat dilihat dari asal kata anasa yang mempunyai arti melihat, megetahui, dan minta izin. Selanjutnya kata insan juga dilihat dari asalnya nasiya yang berarti lupa. Sedangkan kata insan jika dilihat dari asal katanya dari al-uns atau anisa dapat berarti jinak (Loes Ma’luf, 1987). Menurut Musa Asy’ari (1992), bahwa atas dasar insan dari kata anasa mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalaran. Yakni dengan penalarannya itu manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, ia dapat pula ia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan mendorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Insan dari asal kata “nasiya”, berarti lupa atau salah. Manusia mempunyai sifat salah dan lupa. Manusia lupa terhadap sesuatu hal, disebabkan ia kehilangan kesadaran terhadap sesuatu. Oleh karen itu, dalam kehidupan beragama, oarang yang lupa dibebani hukum atau tidak diminta pertanggung jawaban seseorang dalam keadaan tidak menyadari atau lupa terhadap perkataan dan perbuatanya.
2. Kata Basyar
Manusia jika merujuk kepada kata basyar, berarti mengacu pada manusia aspek lahiriahnya. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik individu maupun kolektif. Kata basyar adalah jamak (plural) dari kata basyarah yang berarti permukaan kulit kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Ibnu Barzah mengartikanya sebagai kulit luar. Al-Lais mengartikanya sebagai permukaan kulit pada wajah dan tubuh manusia. Oleh karena itu kata mubasyarah diartikan mulamasah yang artinya persentuhan antara kulit laki-laki dan kulit perempuan. Disamping itu kata mubasyarah juga diartikan sebagi al-iwat , atau al-ijma’ yang artinya persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
Menurut kelompok kami : Hakikat manusia dalam Islam adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari roh dan jiwa yang memiliki indera, akal untuk berfikir, hati/kalbu untuk merasakan dan nafs atau keinginan yang bertujuan agar mampu menjalankan tugas dari Allah untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi.
2. Pandangan Filsafat Tentang Hakekat Manusia
            Manusia adalah subjek pendidikan, sekaligus juga sebagai objek pendidikan. Manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subjek pendidikan dalam arti bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan. Mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, generasi penerus mereka. Manusia dewasa yang berkebudayaan, terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakat bangsa itu.
            Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan integritas, adalah “objek” pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau “bahan” yang dibina. Meskipin kita sadari bahwa perkembangan kepribadian adalah self-development melalui self-activities; jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Menurut kelompok kami : Manusia bisa dikatakan sebagai pelaku pendidikan, seperti pengajar dalam menciptakan suatu pengajaran dan juga manusia sebagai objek atau sasaran/peserta didik yang harus dibina atau dengan perkembangan diri.
3. Pandangan Ilmu Pengetahuan Tentang Manusia.
            Pendidikan secara khusus tujuanya adalah untuk memahami dan mendalami hakikat manusia. Manusia adalah hewan berakal sehat yang mengeluarkan pendapatmya dan berbicara berdasarkan akal pikiranya (Aristoteles, 2009).
            Menurut tinjauan Islam, manusia adalah pribadi atau individu yang berkeluarga, selalu bersilaturahmi, dan pegabdi Tuhan. Manusia juga pemelihara alam sekitar, wakil Allah swt di atas muka bumi. Islam memandang manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan dengan hewan dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu manusia disuruh menggunakan akalnya dan inderanya agar tidak salah memahami mana kebenaran sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan atau dianggap benar.
            Pada dasarnya manusia adalah makhluk religius, yang dengan pernyataan itu mewajibkan manusia memperlakukan agama sebagai suatu kebenaran yang harus dipatuhi dan diyakini. Untuk itu, sangat penting membangun manusia yang sanggup melakukan pembangunan duniawi yang mempunyai arti bagi hidup pribadi di akhirat kelak. Dengan kata lain, usaha pembinaan manusia ideal, tersebut merupakan progarm utama dalam pendidikan modern pada masa-masa sekarang.
Menurut kelompok kami : Manusia adalah sebaik – baik makhluk yg diciptakan oleh Allah yang berbeda dengan hewan atau makhuk ciptaan Allah yang lainnya. Dan juga manusia adalah makhluk yang berkembang sesuai dengan tuntunan zaman yang semakin maju.
4. Aliran Filsafat Tentang Manusia.
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.
a. Aliran Serba zat (Faham Materialisme)
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi. Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging, tulang).
Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia adalah lebih kepada zat atau materinya. Manusia bergerak menggunakan organ, makan dengan tangan, berjalan dengan kaki, dll. Semua serba zat atau meteri. Berdasar aliran ini, maka dalam pendidikan manusia harus melalui proses mengalami atau pratek (psikomotor).
b.  Aliran Serba Ruh
Dalam buku lain, aliran ini diberi nama Aliran Idealisme. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh.Ruh disini bisa diartikan juga sebagai jiwa, mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi, zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit, ratio) manusia.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa yang menggerakkan tubuh itu adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa maka jasmani, raga atau fisik manusia akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. Dalam pendidikan, maka tidak hanya aspek pengalaman saja yang diutamakan, faktor dalam seperti potensi bawaan (intelegensi, rasio, kemauan dan perasaan) memerlukan perhatian juga.
c.  Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga.
Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa ratio itu terletak pada otak. Akan tetapi  akan timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi (tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu.
Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.
d. Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakekat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.
Menurut kelompok kami : Dalam aliran filsafat tentang manusia terdapat 4 aliran, yaitu aliran serba zat, aliran serbu ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme. Dari 4 unsur aliran filsafat tersebut merupakan aliran pemikiran yang terbentuk atas dasar masalah rohani (jiwa) dan jasmani (raga) manusia. Di setiap aliran tersebut memiliki ciri khas maupun kriteria dalam mengembangkan pemikiran mengenai manusia.
5. Pandangan Antropologi Metafisika
            Antropologi Metafisika berkesimpulan bahwa hakikat manusia integritas antara kesadaran-kesadaran :
a. Manusia sebagai makhluk individu
            Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individulitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi diantara segala realitas adalah pangkal segala kesadaran terhadap sesuatu. Dengan bahasa filsafat dinyatakan self-existence adalah sumber pengertian manusia akan segala sesuatu.
            Makin manusia sadar akan diri sendiri sesungguhnya makin sadar manusia akan kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari semesta. Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran paling dalam, sumber kesadaran subjek yang melahirkan kesadaran lain.
b. Manusia sebagai makhluk sosial
self-existence, kesadaran diri sendiri membuka kesadaran atas segala sesuatu sebagai realita di samping realita subyek. Meski diri kita sebagai pribadi adalah subyek yang menyadari, namun diri kita bukanlah pusat dari segala realita. Sebab, kedudukan setiap pribadi mempunyai martabat kemanusiaan (human dignity) yang sederajat, maka wajarlah bahwa kita menghormati setiap pribadi. Untuk dihormati sebagai pribadi adalah hak kita dan setiap orang. Sebaliknya, untuk menghormati setiap pribadi adalah kewajiban kita dan setiap pribadi lain.
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama nampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orang lain.  Orang lain dimaksud paling sedikit ialah orang tuanya, keluarganya sendiri. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam kondisi interdependensi, dalam antar-hubungan dan antaraksi. Didalam kehidupan manusia selanjutnya, selalu ia hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, warga negara, warga suatu kelompok kebudayaan, warga suatu aliran kepercayaan, warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Essensia manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama  dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya didalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya dalam asas sosialitas itu.
c.  Manusia sebagai makhluk susila
Pribadi manusia yang hidup bersama itu  melakukan antar hubungan dan antaraksi baik langsung maupun tak langsung. Didalam proses antar hubungan dan antaraksi itu tiap pribadi membawa identitas, kepribadian masing-masing.  Oleh karena itu keadaan yang cukup heterogin akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.
Asas pandangan bahwa manusia sebagai makhluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara prioritas adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaran susila tidak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab justru adanya nilai-nilai, efektifitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah didalam kehidupan sosial.
Menurut kelompok kami : Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi diantara segala realitas adalah pangkal segala kesadaran terhadap sesuatu.
B. HAKIKAT MASYARAKAT
1. Hakikat masyarakat (ummah) dalam pendidikan Islam
a. Hakikat Masyarakat
Tidak ada satu individupun yang bisa hidup tanpa msayarkat. Untuk itu manusia harus hidup bermasyarka, tujuan utama al-Quran kata Fazhul Rahman menegakan tata masyarkat adil. Masyarakat yang adil itu sebuah masyarakat yang etis da egalitarian. Dengan nada yang serupah Muhammad Abduh mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk bermasyarkat. Sifat bermasyarkat kata Muhammad Abduh  tidak diberikan oleh Allah pada lebah dan semut Allah memberikan akal kepada manusia  untuk dapat bermasyarkat.
Bermasyarkat yang dimaksud  Abduh berakal dan dengan akalnya ia berkreasi secara dinamis. Kalau dilihat dari cara hidup lebah, mereka hidup tidak egois, tetapi mereka hidup bermasyarakat dan kata haru yahya mereka mempunyai organisasi yang luar biasa.
Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan potensi. Terlebih-lebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung “dorongan-dorongan hidup yang dasr, inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitranya dengan jalan memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Kemampuan menyesuaikan diri itu dapat dilakukan manusia karena ia diberi kemampuan berfikir (kognitif). Merasa (afektif), dan melakukan( psikomotorik). Untuk itu manusia disebut makhluk sosial karena (1). Ketergantungannya kepada manusia lain, (2) berkemampuan menyesuaikan diri, (3) berkemampuan berfikir, mresa, dan melakukan, dan (4) berkebutuhan mengembangkan dab menyempurnakan dirinya dengan bantuan orang lain. Dalam pandangan beberapa filosof, pengertian masyarkat. Menurut Plato tidak membedakan antara pengertian Negara dan masyarakat. Negara adalah kumpulan dari unit-unit kemasyarakatan. Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga; sedangkan menurut Comte memperluas analisis-analisis masyarakat, dengan menganut suatu pandangan tentang masyarakat sebagai lebih dari suatu agriget (gerombolan) individu-individu (Loren Bagus, 2000).
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Menurut Jhon Perince (1971) bahwa kata ummata berarti penduduk, bangsa, ras, kelompok, ketentuan, istilah tertentu, waktu dan agama tertentu. Muhammad Ismail Ibrahim mengartikan dengan “kelompok manusia, muallim, seseorang yang baik pada semua seginya, agama dan waktu (1968).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa ummah (masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi bersama yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama), warisan budaya, lingkungan sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita dan lain-lain) dalam rangka mencapai tujuan hidup.
Menurut kelompok kami : Dalam hakikat masyarakat melakukan tujuan utama ada dalam Al – Quran yaitu menjadi masyarakat yang etis dan egalitarian dimana dalam bermasyarakat kita harus mempunyai etika dan kita jangan membeda – bedakan karena setiap orang itu memiliki hak dan peluang yang sama. Manusia juga mempunyai 5 kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Manusia juga bisa menyesuaikan diri karena diberi 3 kemampuan yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Ciri-ciri masyarakat ideal dalam al-Quran
a. Adanya ide kesatuan dalam terma ummah. Ummah adalah kmunitas agamawi secara menyeluruh dan totalitas. Ide ini antara lain terdapat pada Q.S. Al-Baqarah (2):213;Al-Maidah(5):48;Yunus (10):19; Huud (11):21 an Nahl(16):93;Al-Anbiyaa’(21):92) dan Asy Syuraa(42):8. Tuhan menciptakan manusia sebagi masyarakat yang satu yang terikat sebagian dengan sebagian lainya. Manusia tidak bisa hidup kecuali bermasyarkat yang saling membantu antara sebagian dengan bagian lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
b. Dalam bermasyarakat (ummah) membutuhkan pemimpin atau uswatun hasanah atau pedoman dan petunjuk, yangdijadikan model dalam merealisasikan kewajiban moral religiusnya dan untuk menciptakan tatanan dunia yang etis, adil dan egalitarian. Untuk menjadipemimpin (imam) masyarakat haruslaj melalui pendidikan dan pengalaman, dan sedangkan imam berupa pedoman atau ktab haruslah datangnya dari suatu beruoa oedoman atau kitab haruslah datangnya dari suatu yang tidak punya kepentingan yakni Allah SWT. Kata ummah yang berarti pemimpin ini dapat ditemui dalam Al-Quran Q.S. Al-Baqarah, 2: 124; al-Israa’’, 17:17 dan al-Furqaan, 25:74. Sedangkan kata ummah yang berarti pedoman atau petunjuk terdapat pada Q.S. Huud, 17:46 dan al-Ahqaaf, 46:12. Pada prinsipnya baik kata imam berarti pemimpin atau [etunjuk,pedoman atau jalan terang tidak ada perbedaan yang principal karena istilah-istilah tersebut menunjuk kepada sesuatu yang menjadi kompas dan sumber hidayah bagi umat manusia dalm melaksanakan kewajiban-kewajiban moralnya di dunia ini.
c. Ummah (masyarakat) dengan bentuk kata umam, pengertianya tidak terbatas pada komunitas atau kelompok, atau suku-suku manusia dan jin, tetapi juga termasuk komunitas makhluk lain, seperti binatang dan burung.  Menurut al-Asfahani (tanpa tahun) bahwa setiap macam ummah itu ada watak atau karakter tersendiri yang telah Allah ciptakan yang tetap seperti itu. Ummah dengan makna kmunitas terdapat binatang dan burung);al-Araaf, 7:38(menunjuk kepada komunitas manusia dan jin) dan al-A’raf, 7:160 (menunjukan kepada komunitas suku Nabi Musa AS).
Dalam pembelajaran sering sering kita dengar kata sosiologi. Sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarkat dan gejala-gejala mengenai masyarkat. Sosiologi seperti itu disebut macro sociology, yaitu ilmu tentang gejala-gejala sosial, imstitusi-institusi sosial dan pengaruhnya terhadap masyarkat.
b. Masyarakat Madani Perspektif Islam
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Karakteristik Masyarakat Madani, ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok eksklusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunteer mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Bertumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8. Ber-Tuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah SWT sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
 12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
 13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
 14. Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri-ciri tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat yang demokratis, dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Masyarakat madani dibentuk dari proses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Menurut kelompok kami : Dari beberapa point diatas dapat disimpulkan bahwa ciri masyarakat ideal dalam Al –Quran yaitu adanya kesatuan dalam tema ummah, membutuhkan pemimpin, dan adanya masyarakat perspektif islam. Tanpa adanya salah satu ciri tersebut, maka tidak dapat dikatakan sebagai masyarakat yang ideal dalam Al – Qur’an. Dan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa umat islam merupakan umat yang terdepan dan unggul.
3. Hubungan Masyarakat Dan Pendidikan
Berdasarkam semua teori yang diuraikan di muka, nyatalah bahwa masyarakat merupakan sau realitas dalam tata kehidupan manusia. Tiap-tiap pribadi hidup dalam suatu sistem sosial, dengan segala kondisi dan konsekuensi-konsekuensinya. Tiap pribadi adalah bagian suatu keluarga yang hidup di dalam suatu masyarakat, demikian pula masyarakat adalah bagian darripada suatu bangsa atau kehidupan zamannya. Seluruh proses kehidupan manusia belangsung di dalam masyarakat dan sebagian untuk masyarakat di samping sebagian untuk dirinya sendiri. Dan pada dasarna semua proses dalam kehidupan manusia adalah pelaksanaan asas-asas kesadaran hak-hak (asasi) dan kewajiban-kewajiban (asasi) manusia.
            Tingkat kesadaraan akan hak-hak asasi, kemampuan menunaikan kewajiban adalah pelaksanaan fungsi kemanusiaan tiap pribadi. Bagaimana manusia menunaikan semua fungsi kemanusiaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat adalah masalah pendidikan. Dalam pengertian bagaimana manusia (individu) mampu menunaikan kewajiban di dalan kehidupan sosial ini sebagai masalah pendidikan dengan ringkas diuraikan oleh prof. Thomson dalam bukunya : “Modern Philosophy of Education”
            Untuk melaksanakan antar hubungan dan interaksi di dalam masyarakat tiap individu memerlukan kesadaran-kesadaran nilai dan kecakapan-kecakapan tertentu. Untuk itu pasti diperlukan proses mengetahui, belajar, baik lewat pengalaman sehari-hari maupun melalui pendidikan formal. Dengan demikian tiap-tiap proses mekanisme di dalam masyarakat merupakan proses perkembangan pengaruh timbal-balik yang disebut educative effects. Membahas masalah-masalah masyarakat adalah meninjau manusia dalam kehidupan sosial. Dan oleh karena kehidupan itu sendiri pada dasarnya adalah perkembangan, maka bersamaan dengan perkembangan pribadi warga masyarakat itu, masyarakat pun sebagai totalitas mengalami pula proses perekembangan.
            Sebagaimana kita ketahui baik melalui ilmu jiwa maupun ilmu pendidikan bahwa perkembangan kepribadian manusia ketingkat kematangan ditentukan oleh faktor internal dan external. Maka sesungguhnya perkembangan masyarakat sebagai lembaga ditentukan pula oleh faktor-faktor tersebut. Artinya potensi masyarakat itu sebagai faktor dalam dan kontak masyarakat itu dengan dunia luar dengan segala kebudayaan merupakan faktor luar akan menentukan tingkat perkembangan suatu masyarakat atau lingkungan keseluruhan terhadap perkembangan kepribadian diakui oleh teori convergensi, bahkan lebih-lebih oleh aliran empirisme dan pragmatisme.
            Masyarakat dalam arti realita yang mempengaruhi perkembangan kepribadian ini bukanlah meliputi manusia dengan proses antar hubungan dengan antar aksinya masyarakat. Masyarakat disini meliputi keseluruh lingkungan baik phisis (alamiah dan benda-benda hasil teknologi). Jadi masyarakat dengan segala atribut dan identitasnya, masyarakat dengan segala perbendaharaan alamiah dan kulturalnya. Masyarakat sebagai satu totalitas meliputi physical environment (lingkungan alamiah, benda-benda, iklim, kekayaan material) dan social environment (manusia, kebudayaan dan nilai-nilai agama), sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya. Bagaimana hubungan masyarakat dengan pendidikan?
            Suatu kenyataan bagi setiap orang ahwa masyarakat yang (relatif) baik, maju, modern, ialah masyarakat yang di dalamnya ditemukan suatu tigkat pendidikan yang (relatif) baik, modern dan baik, dalam wujud lembaganya maupun jumlah dan tingkat orang yang terdidik. Dengan perkataan lain, suatu masyarakat yang maju karena adanya pendidikan yang maju (kualitatif dan kuantitatif). Dan pendidikan yang modern hanya akan ditemukan di dalam masyarakat yang modern pula. Sebaliknya masyarakat yang kurang memperhatikan  pembinaan pendidikan, akan tetap terbelakang, tidak hanya dari segi intelektual, tapi juga dari segi sosial-kultural. Begitu pula jika penyelenggaraan dan sistem pendidikan di dalam masyarakat bersifat pasif dan konservatif, maka masyarakat - sebagai warga masyarakat –sebagai hasil pendidikan akan relatif tidak produktif dan kreatif.
Paling sedikit, apabila dalam suatu masyarakat nampak adanya lembaga-lembaga pendidikan yang modern dan lengkap, maka ada kecenderungan dan optimisme bahwa masyarakat tersebut dalam waktu segera akan maju.
Dalam zaman modern sekarang tiap –tiap orang selalu menyadari peranan dan nilai penddikan. Karena itu setiap warga masyarakat bercita-cita dan aktif berpartisipasi untuk membina pendidikan. Sebab pembinaan pendidikan yang ideal adalah pembinaan atas pribadi warga masyarakat yang ideal pula. Dan ini berarti pembinaan tata kehidupan sosial yang sejahtera lahir dan batin. Aspek kebudayaan di dalam masyarakat seperti ilmu pengetahuan, hukum, nilai-nilai (demokrasi, moral, agama) dan sebagainya hanya mungkin dimengerti oleh warga masyarakat melalui pendidikan. Bahkan  ilmu-ilmu tersebut sebagai wujud, sistem yang berkembang hanya tumbuh melalui lembaga-lembaga pendidikan.
Manusia sebagai subyek, ialah yang menyadari dirinya sendiri, untuk apa dan bagaimana ia hidup dan harus hidup. Manusia  mampu mengerti bukan saja segala sesuatu yang ada di luar dirinya sebagai obyek, bahkan manusia mampu pula menyadari dirinya sebagai subyek. Dari kesadaran subyek dengan segala potensi, kondisi dan kepentingannya, manusia mengatur hidupnya, menetapkan cita-citanya sendiri. Secara Individual demikian menentukan kedudukan pribadi manusia, yakni sebagai subyek. Demikian pula masyarakat sebagai hidup kolektif (kebersamaan) manusia lebih-lebih akan menentukan. Bagaimana kedudukan dan fungsi individu dengan segala aspek kepribadiannya dalam masyarakat, ditentukan oleh pandangan filosofis seperti antara lain (secara ringkas) telah diuraikan dalam bagian teori tentang masyarakat. Oleh karena itu latar belakang filosofis seseorang atas kedudukan individu amat besar peranannya. Pandangan filosofis teori itu sedemikian besar implikasinya dalam kehidupan manusia. Dari pandangan filosofis atas masyarakat, atas manusia merupakan titik tolak dalam seluruh persoalan kehidupan manusia. Dan apabila pandangan tersebut dianalisa lebih mendalam, berarti titik tolak segala pandangan berawal pada subyek, yakni manusia sendiri, sebagai pribadi, atau sebagai masyarakat.
            Dari beberapa dasar pertimbangan diatas, nyatalah masyarakat harus secara aktif menetapkan asas-asas pendidikan yang tersimpul dalam filsafat pendidikan masyarakat (bangsa, negara) itu. Untuk pedoman pelakasanaan pendidikan (nasional) bangsa itu, maka pedoman pelaksanaan pendidikan itu termaktub dalam undang-undang pendidikan. Akan tetapi undang-undang pendidikan adalah pedoman operasional formal. Sedangkan filsafat pendidikan yang fundamental yang bersifat tetap, sebagai sumber nilai, sumber bercita-cita.
            Jadi masyarakat/negara sebagaisubyek makro kependidikan wajar menentukan motivasi, tujuan, lembaga atau keseluruhan sistem pendidikan nasionalnya berdasarkancita karsanya. Inilah sistem pendidikan nasional berdasarkan filsafat negara bangsa/negara itu.
Menurut kelompok kami : Proses pendidikan itu berlangsung di dalam ruang lingkup masyarakat. Dengan kata lain keberhasilan dari suatu pendidikan dipengaruhui oleh masyarakat itu sendiri.







BAB III
KESIMPULAN

Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dalam doktrin islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama. Sebelum Adam dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan berfirman kepada malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah, lantas malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi ini orang (manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?” Allah menjawab:Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahuai.” Stelah Adam di jadikan senbagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Q.S. 30-31). Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan Adam.  Penyebutan asal usul penciptaan Adam beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilah fin, turab, salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama masnun.
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya;b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan. Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat tiga makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Islam memandang bahwa alam ini diciptakan Allah, yang mempunyai keteraturan dan diciptakan dengan tujuan tertentu dan mulia. Alam ini tunduk pada sunnah(system) yang telah diciptakan-Nya,berlangsung dengan keteraturan, setiap unsur bergantung kepada unsur lain sehingga menjadi satu kesatuan yang sempurna, atau disebut sunnatullah(hukum keteraturan).
Ada dua fungsi yang sangat penting menjadi sumber utama dalam pembentukan karakter ialah (1) fungsi memindahkan nilai-nilai agama dan (2) sekaligus pembentukan karakter anggota masyarakat-masyarakat. Dari pengertian pendidikan islam tersebut, maka fungsi pendidikan dalam masyarkat ialah:
Pertama: mengembangkan, memperbaiki, memimpin, melatih, mengasuh potensi setiap anggota masyarkat (kognitif, afektif dan psikomotorik) untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, ilmu, akhlak mulia (karakter kuat positif), dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalani hidup bermasyarakat yang kompleks. Kedua: pewarisan nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial-nilai sosial(transmission of religius values, cultural values and social norms). Ketiga: pendidikan berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Keempat: pendidikan berfungsi alat pemersatu dan pengembangan pribadi dan sosial



DAFTAR PUSTAKA
Buku :
1. Jalaluddin, dan Abdullah Idi. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
2. Syam, Mohammad Noor. 1986. Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendiidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.
Internet :
1.http://piuii17.blogspot.com/2018/09/hakikat-manusia-dan-masyarakat.html (diambil pada hari Sabtu, 21 September 2019 pukul 10.45)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar