Minggu, 29 Maret 2020

Makalah Perbandingan pemikiran kalam perihal pelaku dosa besar, iman, dan kufur serta perbuatan tuhan dan manusia


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ilmu kalam sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Di dalam ilmu kalam itu terdapat sub bahasan tentang perandingan antara aliran serta ajaran-ajarannya. Dari perbandingan antar aliran ini, kita dapat mengetahui dan membandingkan antar paham aliran lain. Sehingga kita mampu memhami maksud dari segala polemik yang ada.
Persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir, dalam artian siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap islam. Persoalan ini menjadi perbincangan aliran-aliran kalam dengan konotasi yang lebih umum, yakini status pelaku dosa besar. Setiap aliran memiliki pola pikir yang berbeda dalam pandangan pelaku dosa besar dan muncul teologi islam mengenai masalah iman dan kufur. Persoalan ini muncul pertama kali oleh kaum khawarij yang mencap kafir sejumlah sahabat nabi Muhammad SAW antara lain Ali Bin Abi Thalib, Mu’awiyah Bin Abi Sufyan, Abu Musah Al-Asy’aria, Amr bin Al Ash, Thalhah Bin Ubaidilah, Zubair Bin Awwam dan Aisyah Istri Rasulullah SAW.
Dampak dari ilmu kalam ini juga melahirkan banyak aliran serta perbedaan pemikiran perihal perbuatan tuhan dan perbuatan manusia. Oleh karena itu makalah ini disusun untuk mempelajari pemikiran ilmu kalam perihal  pelaku dosa besar, iman dan kufur dari sudut pandang aliran-aliran yang ada, dan juga membahas perihal perbuatan tuhan dan manusia dalam sudut pandang aliran yang ada. mengenai perbedaan dan sudut pandang ini untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah ini.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Aliran apa saja yang membahas tentang pelaku dosa besar, iman dan kufur?
2.      Bagaimana isi dari perbandingan antar aliran?
3.      Bagaimana pemikiran tiap aliran mengenai perbuatan tuhan?
4.      Bagaimana pemikiran tiap aliran mengenai perbuatan manusia?

1.3  Tujuan Penelitian
1.      Agar mengetahui aliran apa saja yang berpendapat mengenai pelaku dosa besar, iman dan kufur.
2.      Untuk mengetahui isi perbandingan antar aliran.
3.      Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai perbuatan tuhan.
4.      Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai perbuatan manusia.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.    PELAKU DOSA BESAR
2.1 ALIRAN KHAWARIJ
Pada umumnya,ciri yang menonjol dari aliran khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang setatus pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir.
Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya .
Pandangan pelaku dosa besar oleh subsekte Khawarij.
1. Azariqah, merupakan subsekte Khawarij yang sangat ekstrim, mereka menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu Musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka atau yang tak sepaham dengan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih satatus keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari islam mereka kekal di neraka bersama orang-orang kafir lainya
2. Najdah, subsekte ini hampir sama dengan Azariqah mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang secara countinue mengerjakan dosa kecil. Seperti halnya dengan dosa besar jika tidak dilakukan secara terus menerus maka pelakunya tidak di pandang musyrik tetapi hanya kafir.
3. An Najdat, juga berpendapat bahwasnya orang yang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang islam yang tidak sefaham dengan golonganya. Adapun pengikutnya,jika mengerjakan dosa besar tetap mendapat siksaan di neraka. Tetapi pada akhirnya akan masuk surga.
4. Al-Muhakimat, subsekte ini Ali,Mu’awiyah, kedua pengantarnya (Amr bin Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari) dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir inipun mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar, berbuat zina, membunuh sesama manusia tanpa sebab dan dosa-dosa besar lainya menyebabkan pelakunya keluar dari islam .
5. As-Sufriah, subsekte ini membagi dosa besar dalam dua bagian yaitu
a. Dosa yang ada sanksinya di dunia seperti membunuh dan berzina. Pada kategori ini pelakunya tidak di pandang kafir.
b. Dosa yang tak ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan sholat dan puasa. Dan pada kategori ini pelakunya dipandang kafir.
2.2 ALIRAN MURJI’AH
Sacara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan subsekte Khawarij, Murji’ah dapat dapat di kategorikan dalm dua kategori: ekstrim dan moderat. Murji’ah ekstrim berpandangan bahwasanya pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka. Adapun Murji’ah Moderat ialah merekayang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal dineraka. Tergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia akan terbebas dari neraka.
2.3 MENURUT ALIRAN MU’TAZILAH
Di antara kedua aliran diatas mengenai setatus pelaku dosa besar, perbedaanya, bila Khawarij mengafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, Mu’tazilah tidak menentukan setatus dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar,apakah ia tetap mukmin atau kafir,kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal,yaitu Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain. Setiap pelaku dosa besar,menurut Mu’tazilah, berada di posisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan neraka selama-lamanya. Walaupun demikian siksaan yang diterimanya lebih ringan dari daripada siksaan orang-orang kafir, dalam perkembangannya,beberapa tokoh Mu’tazilah seperti washil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid memperjelas ebutan tengah itu dengan fasik yang bukan mukmin atau kafir
2.4 ALIRAN ASY’ARIYAH
Terhadap pelaku dosa besar,agaknya Al-Asy’ari,sebagai bahanwakil Ahl-Sunnah. Tidak mengafirkan orang-orang yang bersujud ke baitulloh (Ahl-Al Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mana mereka miliki. Sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini di bolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.
Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia meninggal dan belum bertaubat, maka menurut Al-Asy’ari hal itu tergantung pada bijakan tuhan yang maha berkehendak mutlaq. Dari papran singkat ini jelaslah bahwa Asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang dengan Murji’ah, khususnya pertanyaan yang tidak mengafirkan para pelaku dosa besar.
2.5 ALIRAN MATURIDIYAH
Aliran maturidiyah,baik samarkand maupun bukhara sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya . Adapun balasan yang diperolehnya kelak bergantung pada apa yang dilakukanya di dunia. Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusanya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar di ampuni ia akan memasukkan ke nearaka, tapi tidak kekal didalamnya.
Al Maturidi sebagai peletak dasar aliran kalam Al-Maturidiyah, berpendapat bahwa orang berdosa besar yaitu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Karena tuhan telah menjanjikanakan memeberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan bagi orang yang berbuat syirik. Karenanya, perbutan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurutnya, iman itu cukup dengan tashiq dan iqrar, sedangkan amalan adalah penyempurnaan iman.
2.6 ALIRAN SYI’AH ZAIDIYAH
Penganut syi’ah zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal didalam neraka , jika ia belum taubat dengan taubat yang sesungguhnya. Dalam hal ini syi’ah zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Washil bin Atha’, mempunyai hubungan dengan zaid.
B.     IMAN DAN KUFUR
2.7 ALIRAN KHAWARIJ
Khawarij menetapkan dosa itu hanya satu macamnya,yaitu dosa besar agar dengan demikian orang islam yang tidak sejalan dengan pendiriannya dapat diperangi dan dapat dirampas harta bendanya dengan dalih mereka berdosa dan yang setiap berdosa adalah kafir. Mengkafirkan Ali, Ustman, orang-orang yang terlibat dalam perang jamal dan orang-orang yang rela terhadap tahkim dan mengkafirkan orang-orang yang berdosa besar dan wajib berontak terhadap penguasa yang menyeleweng . Dalam pandangan khawarij. Iman tidak semata-mata peercaya kepada Allah. Mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Dengan demikian siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan mengakui Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah melakukan perbuatan dosa ia dipandang kafir Khawarij. Iman menurut Khawarij bukanlah tashiq. Dan iman dalam arti mnengetahui pun belumlah cukup. Menurut Abd.Aljabbar, orang yang tau tuhan tetapi melawan kepadanya, bukanlah orang yang mukmin,dengan demikian iman bagi mereka bukanlah tashiq,bukan pula ma’rifah tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui tuhan tegasnya iman bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah tuhan.
2.8 ALIRAN MURJI’AH
Menurut subsekte murji’ah yang ekstrim,mereka berpendapat bahwa keimanan terletak didalam kalbu. Oleh karena itu,segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan tuhan. Sementara yang dimaksud murji’ah moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka,ia tidak kekal didalamnya bergantung pada dosa yang dilakunnya. Ciri khas mereka lainnya adalah dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari iman,di samping tashdiq (ma’rifah)
2.9 ALIRAN MU’TAZILAH
Seluruh pemikir mu’tazilah sepakat bahwa amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting dalam konsep iman. Aspek penting lainya dalam konsep Mu’tazilah tentang iman adalah apa yang mereka identifikasikan sebagai ma’rifah (pengetahuan dan akal). Ma’rifah menjadi unsur penting dari iman karena pandangn Mu’tazilah yang bercorak Rasional. Di sini terlihat bahwa Mu’tazilah sangat menekankan pentingnya pemikiran logis atau penggunaan akal bagi keimanan. Haru Nasution menjelaskan bahwa menurut Mu’tazilah, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan erantaan akal dan segala kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam . Pandangan Mu’tazilah seperti ini, menurut Toshihiko Izutsu pakar teologi islam asal jepang menyatakan pendapatnya bahwa hal sarat dengan konsekuensi yang cukup fatal. Hal ini hanya karena mutakallim (teolog) saja yang benar-benar dapat menjadi orang yang beriman, sedangkan masyarakat awam yang mencapai jumlah mayoritas tidak dipandang sebagai orang yang benar-benar beriman (mukmin) . Iman adalah tashdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan dan di buktikan dengan perbuatan konsep ketiga ini mengaitkan perbuatan manusia dan iman,karena itu,keimanan seseorang di tentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini di anut pula oleh khawarij .
2.10 ALIRAN ASY’ARIYAH
Menurut aliran ini, dijelaskan oleh Asy-Syahrastani iman secara esensial adalah tashdiq bil al janan (membenarkan dengan kalbu). Sedangkan qawl dengan lisan dan melakukan berbagai kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupkan furu’ (cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapaun yang membenarkan KE-esaan Allah dengan kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa yang mereka bawa dari-Nya. Iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan seseorang tidak akan hilang kecuali ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut. Jadi Asy-Syahrastani menempatkan ketiga unsur iman yaitu tashdiq,qawl dan amal pada posisinya masing-masing .
2.11ALIRAN MATURIDIYAH
Dalam masalah iman, aliran maturidiyah samarkan berpendapat bahwa iman adalah Tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan . Maturidiyah Bukhara mengembangkan pendapat yang berbeda Al-Bazdawi menegaskan hal tersebut dengan memebuat analogi dengan ibadah-ibadah yang dilakukan berfungsi sebagai bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang,esensi yang di gambarkan oleh bayangan itu tidak akan berkurang. Sebaliknya dengan kehadiran bayang-bayang (ibadah) itu, iman justru menjadi bertambah. Iman dan tashdiq dalam hati dan diikrarkan dengan lidah,dengan kata lain,seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam hatinya akan kebenaran Allah dan mengikrarkan kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep ini juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan manusia. Yang penting tashdiq.
C.    PERBUATAN TUHAN
Semua aliran dalam pemkiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan di sini di pandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
2.12 ALIRAN MU’TAZILAH
Aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, pendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang di katakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak mampu melakukan perbutan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam Al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim.1 Ayat Al-Qur’an yang di jadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk medukung pendapatnya di atas adalah surat Al-anbiya ayat 23 dan Surat Ar-Rum ayat 8
Qadi abd Al-jabar seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari perbuatan buruk. Dengan demikian, Tuhan tidak perlu ditanya. Ia menambahkan bahwa seseorang yang di kenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, tidak perlu di tanya mengapa ia melakukan perbuatan itu, adapun ayat ke dua, menurut Al-Jabbar, mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Andaikata Tuhan melakukan perbuatan buruk, pernyatan bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentu tidak benar atau merupakan berita bohong.
Dasar pemikiran tersebut serta konsep tentang ke’adilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, mendorong kelompok Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadpa manusia. Kewajiban-kewajiban itu dapat di simpulkan dalam suatu hal, yaitu kewajiban tersebut baik bagi manusia. Paham kewajiban Tuhan berbuat bak, bukan yang terbaik (ash-shalah waal-ashshla) mengonsekuensikan aliran Mu’tazilah memuculkan faham kewajiban Allah berikut ini:
a.       Kewajiban tidak memberikan beban dari luar kemampuan manusia.
Memberikan beban di luar kemampuan manusia (taklifma la yutaq) adalah bertentangan dengan paham berbuat baik dan terbaik. Hal ini bertentangan dengna paham mereka tentang keadilan Tuhan. Tuhan akan bersifat tidak adil kalau ia memberi beban yang terlalu berat kepada manusia.2
b.      Kewajiban Mengirimkan Rasul
Bagi aliran Mu’tazilah, dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman Rasul tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman rasul kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban Tuhan. Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui manusia tentang Tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu, Tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dengan mengirimkan rasul. Tanpa rasul, manusia tidak akan memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan di akhriat nanti
c.       Kewajiban Menempati Janji (al-Wa’d) dan ancaman (al-Wa’d)
Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah. Hal ini erat hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk memberi pahalah kepada orang yang berbuat baik, dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Selanjutnya ke’adaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman berbentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman wajib bagi Tuhan.
2.13 ALIRAN ASY’ARIYAH
Menurut aliran asy’ariyah, paham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia ash-shalah wa al-ashlah), sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak dapat di terima karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini di tegaskan al-ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demkian, aliran asy’ariyah tidak menerima paham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap makhluk sebagaimana di katakan al-ghazali, perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (ja’iz) dan tidak satupun darinya yang mempunyai sifat wajib.
Karena percaya kepada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tak mempunyai kewajiban apa-apa, aliran asy’ariyah menerima paham pemberian beban diluar kemampuan manusia. Al- Asya’ari sendiri, dengan tegas mengatakan dalam al-luma, bahwa Tuhan dapat mengatakan beban yang tak dapat di pikul pada manusia. Al-ghazali pun mengatakan hal itu dalam al-iqtisad.
Walaupun pengiriman rasul mempunyai arti penting dalam teologi, aliran asy’ariyah menolaknya sebagai kewajiban Tuhan. Hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Paham ini dapat membawa akibat yang tidak baik, sekiranya Tuhan tidak mengutus rasul kepada umat manusia, hidup manusia akan mengalami kekacauan. Tanpa wahyu, manusia tidak dapat membedakan perbuatan baik dari perbuatan buruk. Ia akan berbuat apa saja yang di ketahuinya. Namun, sesuai degan paham asy’ariyah tetang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini tak menjadi permasalahan bagi teologi mereka. Tuhan berbuat apa saja yang di kehendakinya. Kalau Tuhan menghendaki manusia hidup dalam masyarakat kacau. Tuhan dalam paham aliran ini tidak berbuat untuk kepentingan manusia.
2.14 ALIRAN MATURIDIYAH
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara maturidiyah samarkand dan maturidiah bukhara. Aliran maturidiyah samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, juga pemikiran rasul dipandang maturidiyah samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun maturidiyah bukhara memiliki pandangan yang sama dengan asy’ariyah mengenai paham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban namun, sebagaimana di jelaska oleh badzawi, Tuhan pasti menempati janjinya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berbuat dosa besar adapun pandangan muturidiyah bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai dengan paham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
D.    PERBUATAN MANUSIA
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang di lakukan oleh kelompok jabariyah (pengikut ja’d bin dirham dan jahm bin safwan ) dan kelompok qadariyah (pengikut ma’bad Al-Juhani dan ghailan ad-dimwyaqi), yang kemudian di lanjutkan dengan pembahasan yang lebih mendalam oleh aliran Mu’tazilah, asy ‘ariyah dan muturidiyah
Akar masalah pebuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak, dari sini timbulah pernyataan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung kepada kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?
2.15 ALIRAN JABARIYAH
Tampaknya ada perbedaan pandangan antara jabariyah ekstrim dan jabariah moderat dalam masalah perbuatan manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang di laksanakan atas dirinya. Minsalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatnya mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar Tuhan yang menghendaki demkian.5 Bahkan, jahm bin shafwan, salah seorang tokoh Jabariyah ekstrim, mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa.
Adapun Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan peranan di dalamnya. Tenaga yang di ciptakan di dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang di maksud dengan kasab (acquisition). Menurut paham kasab manusia tidaklah majbur (di paksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang kehendaki oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang di ciptakan Tuhan.
2.16 ALIRAN QADARIYAH
Aliran qadariah menyatakan bahwa tingkah laku manusia di lakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunya kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu, ia berhak mendapatkan pahala kebaikan yang di lakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang di perbuatnya. Dalam kaitan ini bila seseorang di beri ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat.
Paham takdir dalam pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertiah takdir yang umum di pakai oleh bangsa arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Menurut bangsa arab, dalam perbuatan-perbuatanya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan semenjak ajal terhadap dirinya adapun paham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang di ciptakannya untuk alam semesta beserta seluruh isinya, semenjak ajal, yaitu hukum yang di dalam isitlah Al-Qur’an adalah sunatullah.6
Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak adala alasan yang dapat menyadarkan segala perbuatan manusia pada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunya tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang mendukung pendapat ini, minsalnya dalam surat Al-Kahfi ayat 29.
2.17 ALIRAN MU’TAZILAH
Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempnyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, mu’tazlah menganut faham Qadariyah atau free will. Menurut al-juba’i dan abd al-jubraa, manusialah yag menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang berbuat baik dan buruk. KepaTuhan dan ketaatan seseorang kepada Tuhan adalah atas kehendak dan kemauannya sendiri. Daya (al-sititha’ah) untuk mewujudkan kehhendak terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan.
Perbuatan manusia bukanlah di ciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya. Lantas bagaimana dengan daya? Mu’tazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya juga beasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia. Aliran Mu’tazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbutan. Bagaimana mungkin, dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukan?
Dengan faham ini, aliran Mu’tazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.
Meskipun berpendapat bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan manusia dan tidak pula menentukanya, kalangan Mu’tazilah tidak mengingkari ilmu azalai Allah yang mengetahui segala apa yang membedakannya dari penganut qadariyah murni.
Yang di maksud dengan ahsana pada ayat di atas, adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik. Dengan demikian, perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, karena di antara perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat. Dalilil ini di kemukakan untuk mempertegas bahwa manusia akan mendapat balasanatas perbuatannya. Sekiranya perbuata manusia adalah perbuata Tuhan, balasan dari Tuhan tidak akan ada artinya.
Disamping argumentasi anqilah di atas, aliran Mu’tazilah mengemukakakn argumentasi rasional berikut ini.
a.       Kalau Allah menciptakan perbuatan manusia, sedangkan menusia sendiri tidak mempnyai perbuatan, batAllah taklif syar’i. Hal ini karena syariat adalah ungkapan perintah dan larangan yang merupakan thalab. Tidak terlepas dari kemampuan, kebebasan, dan pilihan.
b.      Kalau manusia tidak bebas untuk melakukan perbuatannya, runtuhlah teori pahala dan hukuman yang muncul dari konsep faham al-wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman). Hal ini karena perbuatan ini menjaditidak dapat di sandarkan kepadanya secara mutlak sehingga berkonsekuensi pujian atau celaan.
c.       Kalau manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan, pengutusan para nabi tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah tujuan pengutusan itu adalah dakwah dan dakwah harus dibarengi kebebasan pilihan?
Konsekuensi lain dari faham di atas, Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia terlibat dalam penentuan ajal kerena ajal itu ada dua macam, pertama, adalah al-ajal ath-thabi’i ajal inilah yang di pandang Mu’tazilah sebagai kekuasaanmutlakTuhan untuk menentukannya. Adapun jenis yang kedua adalah ajal yang dibikin manusia itu sendiri, minsalnya membunuh seseorang atau bunuh diri di tiang gantungan, atau minum racun. Ajal yang ini dapat dipercepat dan diperlambat.
2.18 ALIRAN ASY’ARIYAH
Dalam faham asy’ari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia di ibaratkan anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hudipnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat dengan faham jabariyah dari pada dengan faham Mu’tazilah. Untuk menjelaskan daasar pijakannya, asy’ari, pendiri aliran asy’ariyah, memakai teori al-kasb (acquistion, perolehan). Teori al-kasb asy’ari dapat dijelaskan sebagai berikut. Segala sesuatu terjadi dengan perantraan daya yang di ciptakan, sehingga terjadi perolehan bagi muktasib yang memperoleh kasab untuk melakukan perbuatan. Sebagai konsekuensi dari teori kasb ini, manusia kehilangan kaktifan, sehingga mansia bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya.
Wa a ta’malun pada ayat di atas diartikan al-asy’ari dengan apa yang kamu perbuat dan bukan apay ng kamu buat. Dengan demikian, ayat ini mengndung arti Allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatanmu. Dengan katalain, dalam faham asy’ari, yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia sebenarnya adalah Tuhan sendiri.
Pada prinsipnya, aliran asy’ariyah perpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempnyai efek untuk mewujudkannya. Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya. Allah menciptakanperbuatan untuk manusia dan menciptakan pulah-pada dirimanusia-daya untuk melahirkan perbuatan tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptan Allah dan merupakan kasb (perolehan) bagi manusia. Dengan demikian kasb mempunyai pengertian penyertaan perbuatan dengan deya manusia yang baru. Ini berimplikasi bahwa perbuatan manusia dibarengi oleh daya kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya.
2.19 ALIRAN MATURIDIYAH
Ada perbedataan antara maturidiyah samarkand dan maruridiyah bukhara mengenai perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat dengan faha Mu’tazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham asy’ariyah. Kehedak dan daya berbuat pad diri manusia, menurut maturidiyah samarkand, adalahkehendak dan daya manusia dalam arrti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian porsinya lebih kecil dari pada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia dalam faham al-marturidi, tidaklah sebebas manusia dalam Mu’tazilah.
Mutidyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan maturidiyah samarkand. Hanya saja golongan ini memberkan tambahan dalam masalah daya. Munurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan tuahn baginya.


BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Kaum asy’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan Mu’tazilah mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat.
Kaum Mu’tazilah berpendapat semua persoalan di atas dapat diketahui oleh akal manusia dengan perantara akal yang sehat dan cerdas seseorang dapat mencapai makrifat dan dapat pula mengetahui yang baik dan buruk. Bahkan sebelum wahyu turun, orang sudah wajib bersyukur kepada Tuhan. Menjauhi yang buruk dan mengerjakan yang baik.
Menurut aliran Asy’ariyah sendiri tidak dapat diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan nya, di samping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan sebagainya, juga menyatakan bahwa ia mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya. Menurut subsekte Murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan. Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat
serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban hanya terhadap manusia. pendapat ini lebih dekat dengan Mu’tazilah.
            1.      Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemkiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan di sini di pandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, pendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang di katakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak mampu melakukan perbutan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam Al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat Al-Qur’an yang di jadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk medukung pendapatnya di atas adalah surat Al-anbiya ayat 23
2.      Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang di lakukan oleh kelompok jabariyah (pengikut ja’d bin dirham dan jahm bin safwan ) dan kelompok qadariyah (pengikut ma’bad Al-Juhani dan ghailan ad-dimwyaqi), yang kemudian di lanjutkan dengan pembahasan yang lebih mendalam oleh aliran Mu’tazilah, asy ‘ariyah dan muturidiyah
Akar masalah pebuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak, dari sini timbulah pernyataan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung kepada kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?
Tampaknya ada perbedaan pandangan antara jabariyah ekstrim dan jabariah moderat dalam masalah perbuatan manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang di laksanakan atas dirinya. Minsalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatnya mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar Tuhan yang menghendaki demkian. Bahkan, jahm bin shafwan, salah seorang tokoh Jabariyah ekstrim, mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa.
Adapun Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan peranan di dalamnya. Tenaga yang di ciptakan di dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang di maksud dengan kasab (acquisition). Menurut paham kasab manusia tidaklah majbur (di paksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang kehendaki oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang di ciptakan Tuhan.







DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Rozak, Abdul DR. Rosihon Anwar, M. Ag, Ilmu Kalam,Pustaka Setia Bandung: 2006.
Nasution, Harun. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisis Pebandingan UI Press, Jakarta: 1986
Nasir, Sahilun A. Pengantar Ilmu Kalam Raja grafindo Persada. Jakarta: 1996:
Asmuni, Yusran . Ilmu Tauhid. Raja Grafindo Persada Jakarta: 1993.
Nasution. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisan Perbandingan. UI Press: Jakarta. 1986
Yusuf, M.Yunan. Alam Pikiran Islam. Perkasa: Jakarta. 1990
Sumber Website :
https://happyputnof2016.wordpress.com/2016/03/14/perbandingan-antar-aliran-pelaku-dosa-besariman-dan-kufur/
http://irfansyamd.blogspot.com/2012/05/perbuatan-tuhan-dan-perbuatan-manusia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar