BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu
kalam sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Di
dalam ilmu kalam itu terdapat sub bahasan tentang perandingan antara aliran
serta ajaran-ajarannya. Dari perbandingan antar aliran ini, kita dapat
mengetahui dan membandingkan antar paham aliran lain. Sehingga kita mampu
memhami maksud dari segala polemik yang ada.
Persoalan
kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang
bukan kafir, dalam artian siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang
masih tetap islam. Persoalan ini menjadi perbincangan aliran-aliran kalam
dengan konotasi yang lebih umum, yakini status pelaku dosa besar. Setiap aliran
memiliki pola pikir yang berbeda dalam pandangan pelaku dosa besar dan muncul
teologi islam mengenai masalah iman dan kufur. Persoalan ini muncul pertama
kali oleh kaum khawarij yang mencap kafir sejumlah sahabat nabi Muhammad SAW
antara lain Ali Bin Abi Thalib, Mu’awiyah Bin Abi Sufyan, Abu Musah
Al-Asy’aria, Amr bin Al Ash, Thalhah Bin Ubaidilah, Zubair Bin Awwam dan Aisyah
Istri Rasulullah SAW.
Dampak
dari ilmu kalam ini juga melahirkan banyak aliran serta perbedaan pemikiran
perihal perbuatan tuhan dan perbuatan manusia. Oleh karena itu makalah ini
disusun untuk mempelajari pemikiran ilmu kalam perihal pelaku dosa besar, iman dan kufur dari sudut
pandang aliran-aliran yang ada, dan juga membahas perihal perbuatan tuhan dan
manusia dalam sudut pandang aliran yang ada. mengenai perbedaan dan sudut
pandang ini untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Aliran apa saja yang membahas tentang pelaku dosa besar,
iman dan kufur?
2. Bagaimana isi dari perbandingan antar aliran?
3. Bagaimana pemikiran tiap aliran mengenai perbuatan tuhan?
4. Bagaimana pemikiran tiap aliran mengenai perbuatan manusia?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Agar mengetahui aliran apa saja yang berpendapat mengenai
pelaku dosa besar, iman dan kufur.
2. Untuk mengetahui isi perbandingan antar aliran.
3. Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai
perbuatan tuhan.
4. Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai
perbuatan manusia.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
PELAKU
DOSA BESAR
2.1 ALIRAN KHAWARIJ
Pada umumnya,ciri yang
menonjol dari aliran khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan
persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan
ekstrim pula tentang setatus pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin
Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir.
Semua pelaku dosa besar
(murtabb al-kabiiah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah
kafir dan akan disiksa di neraka selamanya .
Pandangan pelaku dosa
besar oleh subsekte Khawarij.
1. Azariqah, merupakan
subsekte Khawarij yang sangat ekstrim, mereka menggunakan istilah yang lebih
mengerikan dari kafir, yaitu Musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja
yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka atau yang tak sepaham dengan
mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih satatus
keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari
islam mereka kekal di neraka bersama orang-orang kafir lainya
2. Najdah, subsekte ini
hampir sama dengan Azariqah mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang
secara countinue mengerjakan dosa kecil. Seperti halnya dengan dosa besar jika
tidak dilakukan secara terus menerus maka pelakunya tidak di pandang musyrik
tetapi hanya kafir.
3. An Najdat, juga
berpendapat bahwasnya orang yang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam
neraka hanyalah orang islam yang tidak sefaham dengan golonganya. Adapun
pengikutnya,jika mengerjakan dosa besar tetap mendapat siksaan di neraka.
Tetapi pada akhirnya akan masuk surga.
4. Al-Muhakimat,
subsekte ini Ali,Mu’awiyah, kedua pengantarnya (Amr bin Al-Ash dan Abu Musa
Al-Asy’ari) dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan
menjadi kafir. Hukum kafir inipun mereka luaskan artinya sehingga termasuk
orang yang berbuat dosa besar, berbuat zina, membunuh sesama manusia tanpa
sebab dan dosa-dosa besar lainya menyebabkan pelakunya keluar dari islam .
5. As-Sufriah, subsekte
ini membagi dosa besar dalam dua bagian yaitu
a. Dosa yang ada
sanksinya di dunia seperti membunuh dan berzina. Pada kategori ini pelakunya
tidak di pandang kafir.
b. Dosa yang tak ada
sanksinya di dunia, seperti meninggalkan sholat dan puasa. Dan pada kategori
ini pelakunya dipandang kafir.
2.2
ALIRAN MURJI’AH
Sacara garis besar, sebagaimana
telah dijelaskan subsekte Khawarij, Murji’ah dapat dapat di kategorikan dalm
dua kategori: ekstrim dan moderat. Murji’ah ekstrim berpandangan bahwasanya
pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka. Adapun Murji’ah Moderat ialah
merekayang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun
disiksa dineraka, ia tidak kekal dineraka. Tergantung pada ukuran dosa yang
dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya
sehingga ia akan terbebas dari neraka.
2.3
MENURUT ALIRAN MU’TAZILAH
Di antara kedua aliran
diatas mengenai setatus pelaku dosa besar, perbedaanya, bila Khawarij
mengafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa
besar, Mu’tazilah tidak menentukan setatus dan predikat yang pasti bagi pelaku
dosa besar,apakah ia tetap mukmin atau kafir,kecuali dengan sebutan yang sangat
terkenal,yaitu Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain. Setiap pelaku dosa
besar,menurut Mu’tazilah, berada di posisi tengah diantara posisi mukmin dan
kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan
dimasukkan neraka selama-lamanya. Walaupun demikian siksaan yang diterimanya
lebih ringan dari daripada siksaan orang-orang kafir, dalam
perkembangannya,beberapa tokoh Mu’tazilah seperti washil bin Atha’ dan Amr bin
Ubaid memperjelas ebutan tengah itu dengan fasik yang bukan mukmin atau kafir
2.4
ALIRAN ASY’ARIYAH
Terhadap pelaku dosa
besar,agaknya Al-Asy’ari,sebagai bahanwakil Ahl-Sunnah. Tidak mengafirkan
orang-orang yang bersujud ke baitulloh (Ahl-Al Qiblah) walaupun melakukan dosa
besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya mereka masih tetap sebagai orang
yang beriman dengan keimanan yang mana mereka miliki. Sekalipun berbuat dosa
besar. Akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal
ini di bolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah
kafir.
Adapun balasan di
akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia meninggal dan belum bertaubat,
maka menurut Al-Asy’ari hal itu tergantung pada bijakan tuhan yang maha
berkehendak mutlaq. Dari papran singkat ini jelaslah bahwa Asy’ariyah
sesungguhnya mengambil posisi yang dengan Murji’ah, khususnya pertanyaan yang
tidak mengafirkan para pelaku dosa besar.
2.5
ALIRAN MATURIDIYAH
Aliran maturidiyah,baik
samarkand maupun bukhara sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap
sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya . Adapun balasan yang
diperolehnya kelak bergantung pada apa yang dilakukanya di dunia. Jika ia
meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusanya diserahkan sepenuhnya
kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar di ampuni ia akan
memasukkan ke nearaka, tapi tidak kekal didalamnya.
Al Maturidi sebagai
peletak dasar aliran kalam Al-Maturidiyah, berpendapat bahwa orang berdosa
besar yaitu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati
sebelum bertaubat. Karena tuhan telah menjanjikanakan memeberikan balasan
kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan
bagi orang yang berbuat syirik. Karenanya, perbutan dosa besar (selain syirik)
tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurutnya, iman itu cukup
dengan tashiq dan iqrar, sedangkan amalan adalah penyempurnaan iman.
2.6
ALIRAN SYI’AH ZAIDIYAH
Penganut syi’ah zaidiyah
percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal didalam neraka , jika
ia belum taubat dengan taubat yang sesungguhnya. Dalam hal ini syi’ah zaidiyah
memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Washil
bin Atha’, mempunyai hubungan dengan zaid.
B.
IMAN
DAN KUFUR
2.7
ALIRAN KHAWARIJ
Khawarij menetapkan
dosa itu hanya satu macamnya,yaitu dosa besar agar dengan demikian orang islam
yang tidak sejalan dengan pendiriannya dapat diperangi dan dapat dirampas harta
bendanya dengan dalih mereka berdosa dan yang setiap berdosa adalah kafir.
Mengkafirkan Ali, Ustman, orang-orang yang terlibat dalam perang jamal dan
orang-orang yang rela terhadap tahkim dan mengkafirkan orang-orang yang berdosa
besar dan wajib berontak terhadap penguasa yang menyeleweng . Dalam pandangan
khawarij. Iman tidak semata-mata peercaya kepada Allah. Mengerjakan segala
perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Dengan demikian
siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan mengakui Muhammad
adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah melakukan
perbuatan dosa ia dipandang kafir Khawarij. Iman menurut Khawarij bukanlah
tashiq. Dan iman dalam arti mnengetahui pun belumlah cukup. Menurut
Abd.Aljabbar, orang yang tau tuhan tetapi melawan kepadanya, bukanlah orang
yang mukmin,dengan demikian iman bagi mereka bukanlah tashiq,bukan pula
ma’rifah tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui tuhan tegasnya
iman bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah tuhan.
2.8
ALIRAN MURJI’AH
Menurut subsekte
murji’ah yang ekstrim,mereka berpendapat bahwa keimanan terletak didalam kalbu.
Oleh karena itu,segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari
kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan
keimanannya masih sempurna dalam pandangan tuhan. Sementara yang dimaksud
murji’ah moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar
tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka,ia tidak kekal didalamnya
bergantung pada dosa yang dilakunnya. Ciri khas mereka lainnya adalah
dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari iman,di samping tashdiq
(ma’rifah)
2.9
ALIRAN MU’TAZILAH
Seluruh pemikir
mu’tazilah sepakat bahwa amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting
dalam konsep iman. Aspek penting lainya dalam konsep Mu’tazilah tentang iman
adalah apa yang mereka identifikasikan sebagai ma’rifah (pengetahuan dan akal).
Ma’rifah menjadi unsur penting dari iman karena pandangn Mu’tazilah yang
bercorak Rasional. Di sini terlihat bahwa Mu’tazilah sangat menekankan
pentingnya pemikiran logis atau penggunaan akal bagi keimanan. Haru Nasution
menjelaskan bahwa menurut Mu’tazilah, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan
erantaan akal dan segala kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang
mendalam . Pandangan Mu’tazilah seperti ini, menurut Toshihiko Izutsu pakar
teologi islam asal jepang menyatakan pendapatnya bahwa hal sarat dengan
konsekuensi yang cukup fatal. Hal ini hanya karena mutakallim (teolog) saja
yang benar-benar dapat menjadi orang yang beriman, sedangkan masyarakat awam
yang mencapai jumlah mayoritas tidak dipandang sebagai orang yang benar-benar
beriman (mukmin) . Iman adalah tashdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan dan di
buktikan dengan perbuatan konsep ketiga ini mengaitkan perbuatan manusia dan
iman,karena itu,keimanan seseorang di tentukan pula oleh amal perbuatannya.
Konsep ini di anut pula oleh khawarij .
2.10
ALIRAN ASY’ARIYAH
Menurut aliran ini,
dijelaskan oleh Asy-Syahrastani iman secara esensial adalah tashdiq bil al
janan (membenarkan dengan kalbu). Sedangkan qawl dengan lisan dan melakukan
berbagai kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupkan furu’ (cabang-cabang)
iman. Oleh sebab itu, siapaun yang membenarkan KE-esaan Allah dengan kalbunya
dan juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa yang mereka bawa dari-Nya.
Iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan seseorang tidak akan hilang
kecuali ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut. Jadi Asy-Syahrastani
menempatkan ketiga unsur iman yaitu tashdiq,qawl dan amal pada posisinya
masing-masing .
2.11ALIRAN
MATURIDIYAH
Dalam masalah iman,
aliran maturidiyah samarkan berpendapat bahwa iman adalah Tashdiq bi al-qalb,
bukan semata-mata iqrar bi al-lisan . Maturidiyah Bukhara mengembangkan
pendapat yang berbeda Al-Bazdawi menegaskan hal tersebut dengan memebuat
analogi dengan ibadah-ibadah yang dilakukan berfungsi sebagai bayangan dari
iman. Jika bayangan itu hilang,esensi yang di gambarkan oleh bayangan itu tidak
akan berkurang. Sebaliknya dengan kehadiran bayang-bayang (ibadah) itu, iman
justru menjadi bertambah. Iman dan tashdiq dalam hati dan diikrarkan dengan
lidah,dengan kata lain,seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam
hatinya akan kebenaran Allah dan mengikrarkan kepercayaannya itu dengan lidah.
Konsep ini juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan manusia. Yang
penting tashdiq.
C. PERBUATAN TUHAN
Semua
aliran dalam pemkiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan.
Perbuatan di sini di pandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki
kemampuan untuk melakukannya.
2.12
ALIRAN MU’TAZILAH
Aliran Mu’tazilah
sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, pendapat bahwa perbuatan Tuhan
hanya terbatas pada hal-hal yang di katakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa
Tuhan tidak mampu melakukan perbutan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan
buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam
Al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim.1 Ayat
Al-Qur’an yang di jadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk medukung pendapatnya di
atas adalah surat Al-anbiya ayat 23 dan Surat Ar-Rum ayat 8
Qadi abd Al-jabar
seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa
Tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari perbuatan buruk. Dengan
demikian, Tuhan tidak perlu ditanya. Ia menambahkan bahwa seseorang yang di
kenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, tidak perlu di tanya mengapa ia
melakukan perbuatan itu, adapun ayat ke dua, menurut Al-Jabbar, mengandung petunjuk
bahwa Tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk.
Andaikata Tuhan melakukan perbuatan buruk, pernyatan bahwa ia menciptakan
langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentu tidak benar atau
merupakan berita bohong.
Dasar pemikiran
tersebut serta konsep tentang ke’adilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan
faham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, mendorong
kelompok Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadpa
manusia. Kewajiban-kewajiban itu dapat di simpulkan dalam suatu hal, yaitu
kewajiban tersebut baik bagi manusia. Paham kewajiban Tuhan berbuat bak, bukan
yang terbaik (ash-shalah waal-ashshla) mengonsekuensikan aliran Mu’tazilah
memuculkan faham kewajiban Allah berikut ini:
a. Kewajiban tidak memberikan beban dari
luar kemampuan manusia.
Memberikan beban di
luar kemampuan manusia (taklifma la yutaq) adalah bertentangan dengan paham
berbuat baik dan terbaik. Hal ini bertentangan dengna paham mereka tentang
keadilan Tuhan. Tuhan akan bersifat tidak adil kalau ia memberi beban yang
terlalu berat kepada manusia.2
b. Kewajiban Mengirimkan Rasul
Bagi aliran Mu’tazilah,
dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman Rasul
tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman rasul kepada umat
manusia menjadi salah satu kewajiban Tuhan. Argumentasi mereka adalah kondisi
akal yang tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui manusia
tentang Tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu, Tuhan berkewajiban berbuat baik
dan terbaik bagi manusia dengan mengirimkan rasul. Tanpa rasul, manusia tidak
akan memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan di akhriat nanti
c. Kewajiban Menempati Janji (al-Wa’d) dan
ancaman (al-Wa’d)
Janji dan ancaman merupakan
salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah. Hal ini erat
hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak
adil jika tidak menepati janji untuk memberi pahalah kepada orang yang berbuat
baik, dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Selanjutnya
ke’adaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman berbentangan dengan
maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu, menepati janji dan
menjalankan ancaman wajib bagi Tuhan.
2.13 ALIRAN ASY’ARIYAH
Menurut aliran
asy’ariyah, paham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia
ash-shalah wa al-ashlah), sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak dapat
di terima karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
hal ini di tegaskan al-ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban
berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demkian, aliran asy’ariyah tidak
menerima paham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat berbuat sekehendak
hatinya terhadap makhluk sebagaimana di katakan al-ghazali, perbuatan-perbuatan
Tuhan bersifat tidak wajib (ja’iz) dan tidak satupun darinya yang mempunyai
sifat wajib.
Karena percaya kepada
kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tak mempunyai kewajiban
apa-apa, aliran asy’ariyah menerima paham pemberian beban diluar kemampuan
manusia. Al- Asya’ari sendiri, dengan tegas mengatakan dalam al-luma, bahwa
Tuhan dapat mengatakan beban yang tak dapat di pikul pada manusia. Al-ghazali
pun mengatakan hal itu dalam al-iqtisad.
Walaupun pengiriman
rasul mempunyai arti penting dalam teologi, aliran asy’ariyah menolaknya
sebagai kewajiban Tuhan. Hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa
Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Paham ini dapat
membawa akibat yang tidak baik, sekiranya Tuhan tidak mengutus rasul kepada
umat manusia, hidup manusia akan mengalami kekacauan. Tanpa wahyu, manusia
tidak dapat membedakan perbuatan baik dari perbuatan buruk. Ia akan berbuat apa
saja yang di ketahuinya. Namun, sesuai degan paham asy’ariyah tetang kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini tak menjadi permasalahan bagi teologi
mereka. Tuhan berbuat apa saja yang di kehendakinya. Kalau Tuhan menghendaki
manusia hidup dalam masyarakat kacau. Tuhan dalam paham aliran ini tidak
berbuat untuk kepentingan manusia.
2.14 ALIRAN MATURIDIYAH
Mengenai perbuatan
Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara maturidiyah samarkand dan
maturidiah bukhara. Aliran maturidiyah samarkand, yang juga memberikan batas
pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan
hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, juga pemikiran
rasul dipandang maturidiyah samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun maturidiyah
bukhara memiliki pandangan yang sama dengan asy’ariyah mengenai paham bahwa
Tuhan tidak mempunyai kewajiban namun, sebagaimana di jelaska oleh badzawi,
Tuhan pasti menempati janjinya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat
baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berbuat
dosa besar adapun pandangan muturidiyah bukhara tentang pengiriman rasul,
sesuai dengan paham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
D. PERBUATAN
MANUSIA
Masalah perbuatan
manusia bermula dari pembahasan sederhana yang di lakukan oleh kelompok
jabariyah (pengikut ja’d bin dirham dan jahm bin safwan ) dan kelompok
qadariyah (pengikut ma’bad Al-Juhani dan ghailan ad-dimwyaqi), yang kemudian di
lanjutkan dengan pembahasan yang lebih mendalam oleh aliran Mu’tazilah, asy
‘ariyah dan muturidiyah
Akar masalah pebuatan
manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk
dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang
bersifat mutlak, dari sini timbulah pernyataan sampai di manakah manusia
sebagai ciptaan Tuhan bergantung kepada kekuasaan Tuhan dalam menentukan
perjalanan hidupnya?
2.15 ALIRAN JABARIYAH
Tampaknya ada perbedaan
pandangan antara jabariyah ekstrim dan jabariah moderat dalam masalah perbuatan
manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia merupakan
perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang di
laksanakan atas dirinya. Minsalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatnya mencuri
itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar
Tuhan yang menghendaki demkian.5 Bahkan, jahm bin shafwan, salah seorang tokoh
Jabariyah ekstrim, mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa.
Adapun Jabariyah
moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan peranan di dalamnya.
Tenaga yang di ciptakan di dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Inilah yang di maksud dengan kasab (acquisition). Menurut paham
kasab manusia tidaklah majbur (di paksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang
kehendaki oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia
itu memperoleh perbuatan yang di ciptakan Tuhan.
2.16 ALIRAN QADARIYAH
Aliran qadariah
menyatakan bahwa tingkah laku manusia di lakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunya kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu, ia
berhak mendapatkan pahala kebaikan yang di lakukannya dan juga berhak
memperoleh hukuman atas kejahatan yang di perbuatnya. Dalam kaitan ini bila
seseorang di beri ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan
ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat.
Paham takdir dalam
pandangan Qadariyah bukanlah dalam pengertiah takdir yang umum di pakai oleh
bangsa arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah
di tentukan terlebih dahulu. Menurut bangsa arab, dalam perbuatan-perbuatanya,
manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan semenjak ajal
terhadap dirinya adapun paham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang
di ciptakannya untuk alam semesta beserta seluruh isinya, semenjak ajal, yaitu
hukum yang di dalam isitlah Al-Qur’an adalah sunatullah.6
Aliran Qadariyah
berpendapat bahwa tidak adala alasan yang dapat menyadarkan segala perbuatan
manusia pada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunya tempat pijakan dalam
doktrin islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang mendukung pendapat ini,
minsalnya dalam surat Al-Kahfi ayat 29.
2.17 ALIRAN MU’TAZILAH
Aliran Mu’tazilah
memandang manusia mempnyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu,
mu’tazlah menganut faham Qadariyah atau free will. Menurut al-juba’i dan abd
al-jubraa, manusialah yag menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia
sendirilah yang berbuat baik dan buruk. KepaTuhan dan ketaatan seseorang kepada
Tuhan adalah atas kehendak dan kemauannya sendiri. Daya (al-sititha’ah) untuk
mewujudkan kehhendak terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan.
Perbuatan manusia bukanlah
di ciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan
perbuatannya. Lantas bagaimana dengan daya? Mu’tazilah dengan tegas menyatakan
bahwa daya juga beasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia
adalah tempat terciptanya perbuatan. jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam
perbuatan manusia. Aliran Mu’tazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa
Tuhanlah yang menciptakan perbutan. Bagaimana mungkin, dalam satu perbuatan
akan ada dua daya yang menentukan?
Dengan faham ini,
aliran Mu’tazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia
berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.
Meskipun berpendapat
bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan manusia dan tidak pula menentukanya,
kalangan Mu’tazilah tidak mengingkari ilmu azalai Allah yang mengetahui segala
apa yang membedakannya dari penganut qadariyah murni.
Yang di maksud dengan
ahsana pada ayat di atas, adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik. Dengan
demikian, perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, karena di antara
perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat. Dalilil ini di kemukakan untuk
mempertegas bahwa manusia akan mendapat balasanatas perbuatannya. Sekiranya
perbuata manusia adalah perbuata Tuhan, balasan dari Tuhan tidak akan ada
artinya.
Disamping argumentasi
anqilah di atas, aliran Mu’tazilah mengemukakakn argumentasi rasional berikut
ini.
a. Kalau Allah menciptakan perbuatan
manusia, sedangkan menusia sendiri tidak mempnyai perbuatan, batAllah taklif
syar’i. Hal ini karena syariat adalah ungkapan perintah dan larangan yang
merupakan thalab. Tidak terlepas dari kemampuan, kebebasan, dan pilihan.
b. Kalau manusia tidak bebas untuk melakukan
perbuatannya, runtuhlah teori pahala dan hukuman yang muncul dari konsep faham
al-wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman). Hal ini karena perbuatan ini
menjaditidak dapat di sandarkan kepadanya secara mutlak sehingga berkonsekuensi
pujian atau celaan.
c. Kalau manusia tidak mempunyai kebebasan
dan pilihan, pengutusan para nabi tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah
tujuan pengutusan itu adalah dakwah dan dakwah harus dibarengi kebebasan
pilihan?
Konsekuensi lain dari
faham di atas, Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia terlibat dalam penentuan
ajal kerena ajal itu ada dua macam, pertama, adalah al-ajal ath-thabi’i ajal
inilah yang di pandang Mu’tazilah sebagai kekuasaanmutlakTuhan untuk
menentukannya. Adapun jenis yang kedua adalah ajal yang dibikin manusia itu
sendiri, minsalnya membunuh seseorang atau bunuh diri di tiang gantungan, atau
minum racun. Ajal yang ini dapat dipercepat dan diperlambat.
2.18 ALIRAN ASY’ARIYAH
Dalam faham asy’ari,
manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia di ibaratkan anak kecil yang
tidak memiliki pilihan dalam hudipnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat
dengan faham jabariyah dari pada dengan faham Mu’tazilah. Untuk menjelaskan
daasar pijakannya, asy’ari, pendiri aliran asy’ariyah, memakai teori al-kasb
(acquistion, perolehan). Teori al-kasb asy’ari dapat dijelaskan sebagai
berikut. Segala sesuatu terjadi dengan perantraan daya yang di ciptakan,
sehingga terjadi perolehan bagi muktasib yang memperoleh kasab untuk melakukan
perbuatan. Sebagai konsekuensi dari teori kasb ini, manusia kehilangan
kaktifan, sehingga mansia bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya.
Wa a ta’malun pada ayat
di atas diartikan al-asy’ari dengan apa yang kamu perbuat dan bukan apay ng
kamu buat. Dengan demikian, ayat ini mengndung arti Allah menciptakan kamu dan
perbuatan-perbuatanmu. Dengan katalain, dalam faham asy’ari, yang mewujudkan
kasb atau perbuatan manusia sebenarnya adalah Tuhan sendiri.
Pada prinsipnya, aliran
asy’ariyah perpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya
manusia tidak mempnyai efek untuk mewujudkannya. Allah, sedangkan daya manusia
tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya. Allah menciptakanperbuatan untuk
manusia dan menciptakan pulah-pada dirimanusia-daya untuk melahirkan perbuatan
tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptan Allah dan merupakan kasb
(perolehan) bagi manusia. Dengan demikian kasb mempunyai pengertian penyertaan
perbuatan dengan deya manusia yang baru. Ini berimplikasi bahwa perbuatan
manusia dibarengi oleh daya kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya.
2.19 ALIRAN MATURIDIYAH
Ada perbedataan antara
maturidiyah samarkand dan
maruridiyah bukhara mengenai perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat
dengan faha Mu’tazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham
asy’ariyah. Kehedak dan daya berbuat pad diri manusia, menurut maturidiyah
samarkand, adalahkehendak dan daya manusia dalam arrti kata sebenarnya, dan
bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk
berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya.
Daya yang demikian porsinya lebih kecil dari pada daya yang terdapat dalam
faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia dalam faham al-marturidi, tidaklah
sebebas manusia dalam Mu’tazilah.
Mutidyah bukhara dalam
banyak hal sependapat dengan maturidiyah samarkand. Hanya saja golongan ini memberkan
tambahan dalam masalah daya. Munurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada
dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya
Tuhanlah yang dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan tuahn baginya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak
ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran
ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Kaum
asy’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan Mu’tazilah mereka dengan
tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat.
Kaum Mu’tazilah berpendapat semua persoalan di atas dapat
diketahui oleh akal manusia dengan perantara akal yang sehat dan cerdas
seseorang dapat mencapai makrifat dan dapat pula mengetahui yang baik dan
buruk. Bahkan sebelum wahyu turun, orang sudah wajib bersyukur kepada Tuhan.
Menjauhi yang buruk dan mengerjakan yang baik.
Menurut aliran Asy’ariyah sendiri tidak dapat diingkari
bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan nya, di samping
menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan sebagainya, juga menyatakan bahwa ia
mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya. Menurut subsekte Murji’ah yang
ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu.
Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari
kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan
keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan. Kehendak mutlak Tuhan,
menurut maturidiyah samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil
mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk
berbuat
serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban hanya terhadap manusia.
pendapat ini lebih dekat dengan Mu’tazilah.
1. Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemkiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan
perbuatan. Perbuatan di sini di pandang sebagai konsekuensi logis dari dzat
yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, pendapat
bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang di katakan baik. Namun,
ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak mampu melakukan perbutan buruk. Tuhan tidak
melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk
itu. Di dalam Al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa Tuhan tidaklah berbuat zalim.
Ayat Al-Qur’an yang di jadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk medukung pendapatnya
di atas adalah surat Al-anbiya ayat 23
2. Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang di lakukan
oleh kelompok jabariyah (pengikut ja’d bin dirham dan jahm bin safwan ) dan
kelompok qadariyah (pengikut ma’bad Al-Juhani dan ghailan ad-dimwyaqi), yang
kemudian di lanjutkan dengan pembahasan yang lebih mendalam oleh aliran
Mu’tazilah, asy ‘ariyah dan muturidiyah
Akar masalah pebuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta
alam semesta, termasuk dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan
mempunyai kehendak yang bersifat mutlak, dari sini timbulah pernyataan sampai
di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung kepada kekuasaan Tuhan
dalam menentukan perjalanan hidupnya?
Tampaknya ada perbedaan pandangan antara jabariyah ekstrim dan jabariah
moderat dalam masalah perbuatan manusia. Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa
segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya
sendiri, tetapi perbuatan yang di laksanakan atas dirinya. Minsalnya, kalau
seseorang mencuri, perbuatnya mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri,
tetapi timbul karena qada dan qadar Tuhan yang menghendaki demkian. Bahkan,
jahm bin shafwan, salah seorang tokoh Jabariyah ekstrim, mengatakan bahwa
manusia tidak mampu berbuat apa-apa.
Adapun Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan
peranan di dalamnya. Tenaga yang di ciptakan di dalam diri manusia mempunyai
efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang di maksud dengan kasab
(acquisition). Menurut paham kasab manusia tidaklah majbur (di paksa oleh
Tuhan), tidak seperti wayang yang kehendaki oleh dalang dan tidak pula menjadi
pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang di ciptakan
Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Rozak, Abdul DR.
Rosihon Anwar, M. Ag, Ilmu Kalam,Pustaka Setia Bandung: 2006.
Nasution, Harun.
Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisis Pebandingan UI Press, Jakarta:
1986
Nasir, Sahilun A.
Pengantar Ilmu Kalam Raja grafindo Persada. Jakarta: 1996:
Asmuni, Yusran .
Ilmu Tauhid. Raja Grafindo Persada Jakarta: 1993.
Nasution. Teologi
Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisan Perbandingan. UI Press: Jakarta. 1986
Yusuf, M.Yunan.
Alam Pikiran Islam. Perkasa: Jakarta. 1990
Sumber Website :
https://happyputnof2016.wordpress.com/2016/03/14/perbandingan-antar-aliran-pelaku-dosa-besariman-dan-kufur/
http://irfansyamd.blogspot.com/2012/05/perbuatan-tuhan-dan-perbuatan-manusia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar