BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim,
lalu apa sebenarnya tujuan kita menuntut ilmu . Salah satu tujuan pendidikan
islam adalah menjadikan seorang bertaqwa dan berakhlak mulia. Hal ini sesuai
dengan tujuan nasional pendidikan Negara kita, dimana tujuan pendidikannya
adalah menciptakan manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur. Lalu bagaimana islam memandang tujuan menuntut ilmu ini? Disini
kami kami akan membahas tentang tujuan menuntut ilmu .
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
tujuan menuntut ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an ?
2.
Apa
saja tujuan pendidikan menurut ahli pendidikan ?
3.
Dalil-dalil
apa saja yang menyatakan untuk tujuan menuntut ilmu ?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Menjelaskan
Tujuan menuntut ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an.
2.
Menjelaskan
tujuan pendidikan menurut ahli pendidikan.
3.
Menyebutkan
dalil-dalil yang menyatakan untuk tujuan menuntut ilmu.
BAB 2
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Tujuan Menuntut Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an
Pendidikan
dapat ditinjau dari dua segi sudut pandang. Pertama pendidikan dari sudut
pandangan masyarakat dimana pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari
generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap
berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai
budaya yang senantiasa tersalurkan dari generasi ke generasi dan senantiasa
terpelihara dan tetap eksis dari zaman ke zaman. Kedua pendidikan dari sudut
pandang individu dimana pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang
terpendam dan tersembunyi dalam diri setiap individu. Dalam diri setiap manusia
memiliki berbagai bakat dan kemampuan
yang apabila dapat dipergunakan dengan baik, maka akan berubah menjadi intan
dan permata yang keindahannya dapat dinikmati oleh banyak orang dengan kata
lain bahwa setiap individu yang terdidik akan bermanfaat bagi manusia lainnya.
Dari
kedua sudut pandang pendidikan di atas kemudian datanglah Islam yang secara
komprehensif(luas dan lengkap) memadukan kedua sisi bentuk pendidikan yang
berlandasakan al-Qur'an dan as-Sunnah, dimana Islam mendidik individu menjadi
manusia yang beriman, berakhlak yang mulia dan beradab yang kemudian melahirkan
masyarakat yang bermartabat, teori ini didasarkan pada firman Allah:
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا
رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya
:
“Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya”. (At-Taubah: 122)
Ayat
di atas menunjukkan bahwa tidaklah sepantasnya seluruh individu orang-orang
yang beriman (muslim) berangkat ke medan perang untuk memerangi kaum Kuffar
dengan menggunakan senjata, akan tetapi hendaknya terdapat salah seorang
diantar setiap golongan mencari pendidikan yang layak agar kembali kepada
masyarakatnya dan mendidik mereka agar senantiasa menjaga diri mereka dan
keluarga mereka dari jilatan api Neraka.
Dalam
kitab tafsir al-Iklil diceritakan “asbabun nuzul” ayat ini yaitu bahwa: Ketika
Rosulullah SAW meminpin perang maka tak ada satu pun orang mukmin yang
tertinggal dalam pepeerangan kecuali orang yang Munafik dan orang yang memiliki
udzur. Namun ketika Allah telah membocorkan orang orang munafik yang bakal
mundur dari perang, maka semua orang mukmin berkata: “aku tidak akan mundur
dari peperangan yang langsung dipimpin oleh Rosulullah, atau pasukan yang
diutus Rosul untuk berperang”. Ketika Rosul datang pada perang Tabuk dan
menugaskan pasukan untuk pergi berperang, maka semua orang mukmin berperang dan
meninggalkan Rosulullah sendirian di Madinah. Maka turunlah ayat tersebut.[1]
Jadi
tafsir ayat di atas yaitu bukan berarti semua orang mukmin pergi berperang dan
meninggalkan Rosulullah sendirian di Madinah. Namun harus dibagi menjadi dua
golongan, pertama harus pergi berperang dan kedua harus tinggal untuk menemani
Rosulullah SAW. Ayat ini menunjukkan yang dimaksud dengan ILMU yaitu DAKWAH
yaitu mengajak manusia kepada jalan yang benar dan menunjukkan agamanya Allah
SWT. dan menunjukkan apa yang dilarang Allah SWT. jadi orang yang belajar atau
mengajar karena tujuan diatas maka orang tersebut termasuk orang yang menapaki
jalan yang benar. Sedangkan jika dengan niat sebaliknya, maka orang tersebut
akan terbuka topengnya.
Sebagaimana
pada dasarnya manusia yang dijadikan Allah SWT sebagai Kholifah di bumi. Allah
telah memberikan pendidikan awal sebelum benar-benar dijadikan Kholifah. Hal
ini juga didasarkan dari ayat 30-31 Surah al-Baqarah yang menjelaskan penolakan
oleh Malaikat tentang penciptaan manusia sebagai Kholifah di bumi.
B. Tujuan
Pendidikan Menurut Ahli Pendidikan
·
Dr.
M. Nasir Budiman mengklasifikasi tujuan Pendidikan Islam dilihat dari segi
komponennya menjadi tiga macam:
1. Tujuan
Normatif
a. Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan
norma-norma atau nilai-nilai yang hendak diinternalisasi.
b. Tujuan normatif yang bersifat memberi
persiapan dasar yang korektif.
c. Tujuan selektif yang bersifat memberi
kemampuan untuk membedakan hal-hal yang benar dan salah.
d. Tujuan determinatif yang bersifat memberi kemampuan untuk
mengarahkan diri pada sasaran-sasaran yang sejajar dengan proses kependidikan.
e. Tujuan integratif yang bersifat memberi
kemampuan untuk memadukan fungsi phisikis (pikiran, perasaan, kemampuan,
ingatan, dan nafsu) ke arah tujuan akhir.
f. Tujuan aplikatif yang memberi
kemampuan penerapan segala pengetahuan
yang telah diperoleh dalam pengalaman pendidikan.
2. Tujuan
Fungsional
Tujuan
fungsional diarahkan kepada percapaian kemampuan untuk mengamalkan daya
kognitif, afektif, dan psikomotorik dari hasil proses pendidikan. Tujuan ini
meliputi :
a. Tujuan individual yang sasarannya pada
pemberian kemampuan individu untuk mengamalkan nilai-nilai yang telah
diinternalisasikan ke dalam pribadi berupa akhlak, intelektualitas, dan amal
saleh.
b. Tujuan sosial yang sasarannya pada pemberian kemampuan
pengalaman nilai-nilai ke dalam kehidupan sosial, interpersonal, dan
interaksional dengan orang lain dalam masyarakat.
c. Tuuan akhlak yang sasarannya pada
pemberian kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan tuntunan akhlak al-kariah.
d. Tujuan operasional yang sasarannya pada
pemberian kemampuan untuk mengamalkan keahliannya dan sesuai dengan
kompetensinya.
3. Tujuan
Operasional
Tujuan
operasional ini cenderung bersifat manajerial. Langeveld membagi tujuan ini
kepada enam macam:
a. Tujuan umum. Tujuan ini mengupayakan
agar menjadi Insan Kamil, yaitu manusia yang dapat menunjukkan keselarasan dan
keharmonisan antara jasmani dan rohani, antara individu, Tuhan, masyarakat, dan
alam sekitarnya.
b. Tujuan khusus. Tujuan ini sebagai
indikasi tercapainya tujuan umum, yaitu tujuan pendidikan yang disesuaikan
dengan keadaan tertentu.
c. Tujuan tak lengkap. Tujuan ini berkaitan dengan
kepribadian manusia dari suatu aspek saja.
d. Tujuan insidentil (tujuan seketika).
Tujuan ini bersifat mendadak atau sesaat.
e. Tujuan sementara. Tujuan yang ingin
dicapai pada fase-fase tertentu dari tujuan umum.
f. Tujuan intermedier. Tujuan yang
berkaitan dengan penguasaan suatu pengetahuan dan keterampilan demi tercapainya
tujuan sementara.
·
Abdurrahman
Saleh Abdullah, dalam buku Educational Theory A Qur’anic Outlook, menyatakan
bahwa tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasi menjadi empat macam, yaitu:
1. Tujuan pendidikan jasmani (ahdaf al-jismiyah); mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas
khalifah di muka bumi, melalui pelatihan keterampilan-keterampilan fisik. Ia
mengacu pada pendapat imam an-Nawawi (676H) yang menafsirkan al-Qawiyy sebagai
kekuatan iman yang ditopang oleh kekuatan fisik. (QS. Al-Baqarah: 247; dan
al-Anfal:60).
2. Tujuan pendidikan rohani (ahdaf ar-Ruhaniyyah); meningkatkan kesetiaan hanya kepada Allah semata dan
mengaktualisasikan akhluk al-karimah dengan meneladani Rasulullah Saw dalam
konteks inilah pendidikan disebut Tazkiyah an-nafs.
3. Tujuan pendidikan akal (ahdaf al-‘aqliyyah); pengarahan intelegensi untuk menemukan kebenaran dan
sebab-sebabnya dengan tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-pesan
ayat-ayat-Nya yang mengantarkan pada Iman kepada Maha Pencipta, yaitu Allah.
4. Tujuan pendidikan sosial (ahdaf al-ijtima’iyyah); yaitu pembentukkan kepribadian yang utuh dari roh,
tubuh, dan akal. Identitas ini tercermin sebagai an-Nas yang hidup
ditengah-tengah masyarakat yang plural (majemuk).
Adapun
tujuan pendidikan Islam dapat dilihar daei beberapa aspek, antara lain : aspek
tujuan hidup, sifat-sifat dasar, tuntunan masyarakat, dan dimensi-dimensi
kehidupan ideal Islam.
Tujuan
dan tugas hidup manusia. Tujuan diciptakannya manusia adalah hanya untuk Allah
Swt. indikasi tugasnya berupa ibadah dan tugas sebagai khalifat. Tuuan dan
sifat-sifat dasar. Menusia-manusia hidup bukan karena kebetulan, tujuan yang
diharapkan dalam pendidikan Islam ini tidak terlepas dari dasar dan arah
Pendidikan Islam sebagaimana digambarkan di atas.
C. Dalil-dalil
yang menyatakan tujuan menuntut ilmu pengetahuan
·
Hadits
Shahih Al-Bukhari No. 97 - Kitab Ilmu
Antusias
untuk mencari hadits
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي
سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ
بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ
أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ
بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ
قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
Telah
menceritakan kepada kami Abdul 'Aziz bin Abdullah berkata, telah menceritakan
kepadaku Sulaiman dari 'Amru bin Abu 'Amru dari Sa'id Al Maqburi dari Abu
Hurairah, bahwa dia berkata: ditanyakan (kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam: "Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling berbahagia dengan
syafa'atmu pada hari kiamat?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: "Aku telah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada orang
yang mendahuluimu dalam menanyakan masalah ini, karena aku lihat betapa
perhatian dirimu terhadap hadits. Orang yang paling berbahagia dengan
syafa'atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah
dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya".
·
Hadits Shahih Al-Bukhari No. 101 - Kitab
Ilmu
Orang yang hadir hendaklah
menyampaikan ilmu yang didengarnya kepada yang tidak hadir
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدٌ
هُوَ ابْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ أَنَّهُ قَالَ لِعَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ
وَهُوَ يَبْعَثُ الْبُعُوثَ إِلَى مَكَّةَ ائْذَنْ لِي أَيُّهَا الْأَمِيرُ أُحَدِّثْكَ
قَوْلًا قَامَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَدَ مِنْ يَوْمِ
الْفَتْحِ سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي وَأَبْصَرَتْهُ عَيْنَايَ حِينَ
تَكَلَّمَ بِهِ حَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ مَكَّةَ حَرَّمَهَا
اللَّهُ وَلَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ فَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْفِكَ بِهَا دَمًا وَلَا يَعْضِدَ بِهَا شَجَرَةً فَإِنْ
أَحَدٌ تَرَخَّصَ لِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا
فَقُولُوا إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ وَإِنَّمَا
أَذِنَ لِي فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ثُمَّ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا
بِالْأَمْسِ وَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَقِيلَ لِأَبِي شُرَيْحٍ مَا قَالَ
عَمْرٌو قَالَ أَنَا أَعْلَمُ مِنْكَ يَا أَبَا شُرَيْحٍ لَا يُعِيذُ عَاصِيًا وَلَا
فَارًّا بِدَمٍ وَلَا فَارًّا بِخَرْبَةٍ
Telah menceritakan kepada kami
'Abdullah bin Yusuf berkata,, telah menceritakan kepada saya Al Laits berkata,
telah menceritakan kepada saya Sa'id dia adalah anaknya Abu Sa'id dari Abu
Syuraih bahwa dia berkata kepada 'Amru bin Sa'id saat dia mengutus rombongan ke
Makkah, "Wahai amir, izinkan aku menyampaikan satu persoalan yang pernah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sampaikan dalam khutbahnya saat pembebasan
Makkah. Kedua telingaku mendengar, hatiku merasakannya dan kedua mataku
melihat, beliau memuji Allah dan mensucikan Allah seraya bersabda:
'Sesungguhnya Makkah, Allah telah mensucikannya dan orang-orang (Musyrikin
Makkah) tidak mensucikannya. Maka tidak halal bagi setiap orang yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir menumpahkan darah di dalamnya, dan tidak boleh
mencabut pepohonan di dalamnya. Jika seseorang minta keringanan karena
peperangan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
di dalamnya maka katakanlah 'sesungguhnya Allah Ta'ala telah mengizinkan
Rasul-Nya dan tidak mengizinkan kepada kalian.' Sesungguhnya Allah Ta'ala telah
mengizinkanku pada satu saat pada siang hari kemudian dikembalikan kesuciannya
hari ini sebagaimana disucikannya sebelumnya. Maka hendaklah yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir." Maka dikatakan kepada Abu Syuraij,
"Apa yang dikatakan 'Amru?" Dia berkata, "Aku lebih mengetahui
daripadamu wahai Abu Syuraij: "Beliau tidak akan melindungi orang yang
bermaksiat, orang yang menumpahkan darah dan orang yang mencuri."HR.
Bukhari no.102
·
Hadits
Shahih Al-Bukhari No. 102 - Kitab Ilmu
Orang yang hadir hendaklah menyampaikan ilmu yang
didengarnya kepada yang tidak hadir
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ
الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ ابْنِ أَبِي
بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ ذُكِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَأَعْرَاضَكُمْ
عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا أَلَا لِيُبَلِّغ
الشَّاهِدُ مِنْكُمْ الْغَائِبَ وَكَانَ مُحَمَّدٌ يَقُولُ صَدَقَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ ذَلِكَ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ مَرَّتَيْنِ
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin 'Abdul
Wahhab berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Ayyub dari Muhammad
dari Ibnu Abu Bakrah dari Abu Bakrah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menyebutkan: "Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, Muhammad berkata;
menurutku beliau mengatakan, "dan kehormatan kalian adalah haram atas
kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini di bulan kalian ini. Hendaklah yang
hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir." Dan Muhammad berkata,
"Benarlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti apa yang
disabdakannya, 'Bukankah aku telah menyampaikannya? ' beliau ulangi hingga dua
kali.
Dalil 1 Ayat Al-Qur’an
Qs
Al Mujadalah ayat 11:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ
ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرُُ
Artinya
:
Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)
Dalil 2 Ayat Al-Qur’an
Qs
Ali Imraan ayat 18:
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [آل عمران:18]
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia,
Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Ali Imraan : 18]
Dalil 3 Ayat Al-Qur’an
Qs
Thaaha ayat 114
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي
عِلْمًا [طه:114]
“Dan
katakanlah (wahai Nabi Muhammad) tambahkanlah ilmu kepadaku.” [Thaaha : 114]
Dalil 4 Ayat Al-Qur’an
Qs
Az Zumar ayat 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي
الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ [الزمر:9]
“Katakanlah,
apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak tahu.” [Az
Zumar : 9]
BAB 3
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Belajar atau menuntut ilmu mempunyai peranan penting
dalam kehidupan. Dengan menuntut ilmu orang menjadi pandai, ia akan mengetahui
terhadap segala sesuatu yang dipelajarinya. Tanpa menuntut ilmu orang tidak
akan mengetahui sesuatu apapun.
Di samping belajar dapat untuk menambah ilmu pengetahuan
baik teori maupun praktik, belajar juga dinilai sebagai ibadah kepada Allah.
Orang yang belajar sungguh-sungguh disertai niat ikhlas ia akan memperoleh
pahala yang banyak. Belajar juga dinilai sebagai perbuatan yang dapat
mendatangkan ampunan dari Allah SWT. Orang yang belajar dengan niat ikhlas
kepada Allah diampuni dosanya.
B.
Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua, makalah
ini di buat agar kita tahu bahwa menuntut ilmu itu sudah suatu keharusan bagi
tiap muslimin, dan tujuan pokok dari menuntut ilmu adalah agar mendapat ridho
dari Allah SWT. oleh itu menuntut ilmu
serta mengamalkan adalah kewajiban bagi tiap muslimin.
Dan apabila dalam penulisan makalah ini banyak terjadi
kesalahan, kami mohon maaf karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt, kritik
dan juga saran dari teman-teman sekalian sangat kami butuhkan guna memotivasi
kami untuk membuat makalah yang lebih baik daripada sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Abdul Barra’ Saad
bin Muhammad ath-Thakhisi, Tazkiyah an-Nafs, Terjemah oleh Muqimuddin Sholeh,
Solo: Pustaka Mantiq, 1997.
Abdul Jalil Isa Abu
An-Nashr, Ijtihad Rasulullah Saw., Jakarta: Pustaka Azzam, 2001.
Tafsir, Dr. Ahmad,
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Sumber Website :
https://muslimah.or.id/10472-keutamaan-menuntut-ilmu-agama.html
https://www.hadits.id/hadits/bukhari/102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar