Minggu, 29 Maret 2020

Makalah Metodologi Memahami Islam



MAKALAH
METODE STUDI ISLAM
TENTANG METODOLOGI MEMAHAMI ISLAM



 
      





Dosen Pengampu :
M. Azhari, S.S., M.Pd.
Di Susun Oleh :
Kelompok VIII
1.      Fajar Maysyaroh                                             NPM : 180511532
2.      Sari Wahyuni                                                  NPM : 180511525
3.      Bambang Ardiansyah                                     NPM : 180511554

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA 2019






KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kita semua masih diberikan kesempatan dalam  menjalankan aktifitas kita sehari-hari. Salawat serta salam semoga senantiasa kita panjatkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan umatnya yang senatiasa istiqomah hingga akhir zaman nanti.
Pada kesempatan ini tak lupa kami ucapkan terima kasih atas bimbingan dosen kami yaitu: Bapak M. Azhari, S.S., M.Pd. yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah yang bertema “Metodologi Memahami Islam” sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan, hal itu dikarenakan kurangnya wawasan dan referensi yang kami miliki, oleh karana itu kami mengharapkan sekali kritik dan saran baik dari dosen mata kuliah Metode Studi Islam maupun dari rekan-rekan seperjuangan.
Demikian sebagian pengantar dari kami sebagai pemakalah dan mudah-mudahan yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tenggarong, 13 September 2019

Kelompok VIII





DAFTAR ISI
KATA  PENGANTAR ............................................................................  i
DAFTAR  ISI ............................................................................................  ii

BAB  I  PENDAHULUAN ......................................................................  1
A.    Latar  Belakang ...................................................................................  1
B.     Rumusan  Masalah ...............................................................................  2
C.     Tujuan  Makalah ..................................................................................  2

BAB  II  PEMBAHASAN......................................................................... 3
A.    Pengertian Metodologi......................................................................... 3
B.     Kegunaan Metodologi .........................................................................  3
C.     Studi Islam ..........................................................................................  6
D.    Metode Memahami Islam ....................................................................  7

BAB  III  PENUTUP ................................................................................  17
A.    Kesimpulan ..........................................................................................  17
B.     Saran ....................................................................................................  18
DAFTAR  PUSTAKA .............................................................................  19




BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama yang sangat kompleks. Sehingga dalam memahaminya pun dibutuhkan cara yang tepat agar dapat tercapai suatu pemahaman yang utuh mengenai agama Islam. Sejak Islam  masuk di Indonesia pertama kali sampai saat ini telah timbul berbagai macam pemahaman yang berbeda mengenai islam. Sehingga dibutuhkanlah penguasaan tentang cara-cara yang digunakan dalam memahami ajaran Islam.
Maka tugas kita adalah berusaha secara sungguh sungguh memahami kedua sumber pokok ajaran islam itu. Jika kita sudah pahami dengan baik maka akan terasa sekali bahwa kitab Al-Quran dan Al-Sunnah itu betul-betul penuntun jalan kehidupan yang terbaik. Demikian itulah yang oleh nabi Muhammmad saw  pernah dinyatakan bahwa “Kutinggalkan untuk kamu dua pusaka, tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya”.
الْÙŠَÙˆْÙ…َ Ø£َÙƒْÙ…َÙ„ْتُ Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينَÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َتْÙ…َÙ…ْتُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ù†ِعْÙ…َتِÙŠ Ùˆَرَضِيتُ Ù„َÙƒُÙ…ُ الْØ¥ِسْÙ„َامَ دِينًا ۚ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu".
Dalam rangka mencapai suatu intepretasi yang tepat dalam memahami agama dengan segala aspek yang terkandung di dalamnya diperlukan metode-metode yang dapat dipergunakan untuk mendapat pemahaman yang tepat. Islam yang diturunkan di Arab lahir dan berkembang seiring dengan adat budaya Arab.


Hal ini memerlukan pengkajian yang komprehensif sebab sumber agama Islam yakni Al Qur’an dan Sunah berbahasa Arab. Sehingga untuk memahaminya wajib untuk memahami bahasa Arab. Berdasasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk menyusun sebuah makalah dengan judul “ Metodologi Pemahaman Islam.”[1]
B.  RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Metodologi?
2. Kegunaan Metodologi?
3. Apa itu Studi Islam?
4. Metode Memahami Islam?
C.  TUJUAN MAKALAH
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka makalah ini dibuat untuk mengetahui metode-metode dalam memahami islam.




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metodologi
Dalam membahas metodologi pemahaman islam kita harus memahami pengertian “metodologi” itu sendiri. Secara harfiah, kata “metodologi” berasal dari bahasa Greek, yakni “metha” yang berarti melalui dan “hodos” berarti jalan atau cara. Sedangkan “logos” berarti ilmu pengetahuan yang membahas tentang cara atau jalan yang harus dilalui . Jadi metodologi pemahaman islam adalah ilmu yang membicarakan cara - cara memahami islam secara efektif dan efisien.
Dalam rangka mencapai suatu intepretasi yang tepat dalam memahami agama dengan segala aspek yang terkandung di dalamnya diperlukan metode-metode yang dapat dipergunakan untuk mendapat pemahaman yang tepat. Menjawab berbagai masalah yang dihadapi saat ini, diperlukan metode yang dapat menghasilkan pemahaman islam yang utuh dan komprehensif. Dalam hubungan ini Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.[2]
B. Kegunaan Metodologi
Mengawali pembahasan materi ini, terdapat beberapa contoh pemahaman keislaman yang dimiliki oleh umat Islam. Misalnya, kita melihat adanya sejumlah orang yang pengetahuan tentang keislamannnya cukup luas dan mendalam, namun tidak terkoordinasi dan tidak tersusun secara sistematik. Hal itu, di sebabkan oleh ketika orang tersebut menerima ajaran Islam, tidak sistematik dan terorganisasikan dengan baik. Biasanya, mereka belajar ilmu keislaman secara otodidak, atau kepada berbagai guru yang antara satu dengan yang lainnya tidak pernah saling bertemu dan tidak pula berada dalam satu acuan yang sama semacam kurikulum. Akibatnya, yang bersangkutan tidak dapat melihat hubungan yang terdapat dalam berbagai ilmu pengetahuan tentang Islam.[3]


Contoh lain, kita melihat ada orang yang penguasaan salah satu ilmu keislaman yang cukup mendalam, tetapi kurang memahami disiplin ilmu keislaman lainnya. Bahkan, pengetahuan yamng bukan keahliannya dianggap sebagai ilmu yang kelasnya di bawah ilmu keislaman lainnya. Bahkan akan, pengetahuan yang bukan keahliannya dianggap sebgai ilmu yang kelasnya di bawah ilmu yang mempelajarinya. Ilmu fikih misalnya, pernah menjadi primadona dan mendapat perhatian yang cukup besar. Akibatnya segala masalah yang di tanyakan selalu dilihat dari paradigma fikih. Pada tahap berikutnya, pernah teologi dianggap sebagai primadona dan mendapat perhatian yang cukup besar di kalangan masyarakat sehingga setiap masalh yang dihadapi selalu dillihat berdasarkan paradigma teologi. Setelah itu, muncul pula paham keislaman yang bercorak tasawuf yang terkesan kurang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Daam tasawuf, kehidupan dunia terkean di abaikan. Umat terlalu mementingkan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi terbengkalai. Akibatnya, keadaan umat menjadi mudur dalam bidsang keduniaan, materi, dan, fasilitas hidup lainnya.[4]
Berdasarkan beberapa contoh tentang pemahaman keislaman di atas, dapat di peroleh kesan bahwahingga saat ini pemahaman tentang keislaman di masyarakat masih bercorak parsial, belum utuh dan komprehensif. Sekalipun, sudah ada sebagian tokoh reformis yang telah mencoba mengadakan pemahaman keislaman secara utuh dan komprehensif. Seperti, yang telah dilakuakn oileh Muhammad Abduh (pembaru dari Mesir), Muhammad Iqbal dan Fazlur Rahman yang keduanya berasal dari Pakistan, serta Harun Nasution da Nurcholis Madjid (keduanya reformis yang berasal dari Indonesia).[5]




Pemikiran dan paham keislaman yang di kemukakan oleh para reformis tersebut dapat di jumpai lewat berbagai karya tulis mereka. Untuk kepentingan akademis dan untuk membuat Islam lebih responsif  dan fungsional. Dalam memandu perjalanan umat serta menjawab masalah-masalah yang dihadapan oleh Isam saat ini, diperlukan metode yang dapat menghasilkan pemahaman Islam yang utuh dan komprehensif.[6]
Dalam hubungan ini, Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbnuhan ilmu. Oleh karena itu, metode memiliki peranan yang sangat penting dalam kemajuan dan kemunduran untuk memahami Islam. Demikian pentingnya metode tersebut, Mukti Ali menfatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi (tidak mengalami kemajuan), kebodohan, atau kemajuan, bukan karena ada atau tidaknya orang yang  jenius, melainkan karena metode dan cara melihat sesuatu.
Sebagai contoh, pada abad ke-14 sampai ke-16 Masehi, Aristoteles (384-322 SM) orang jenius mlebihi dari Francis Bacon, Plato lebih jenius dar Roger Bacon. Mengapa kedua orang Bacon itu menjadi salah satu faktor dalam kemajuan sains, sekalipung orang tersebut jauh lebih rendah kejeniusannya dibandingkan Plato dan Aristoteles, tetapi justru membawa kemajuan-kemajuan ilmiah dan kebangkitan. Sedangkan kedua orang jeius tersebut tidak mampu membawa Eropa ke arah kemajuan, justru sebaliknya, kedua orang tersebut membuat stagnasi dan kebodohan di dunia.
Contoh lain dari orang-orang biasa yang telah menghasilkan karya besarnya, di antaranya Thomas Alfa Edison, seorang warga berkebangsaan Amerika yang menemukan telepon, telegra, listrik, bioskp bersuara, kereta api listrik dan masih banyak lagi. padahal menurut persepsi umum, kejeniusannya lebih rendah dibandingkan dengan Aristoteles. Tetapi dalam waku yang sama, Thomas Alfs Edison dapt emberian saham untuk mengenal alam dan menciptakan industri lenh dari orang-orang jenius yang terlatih. Mukti Ali menjawab semua persoalan di[7] atas, di atas karena orang biasa tersebut dapat menemukan metode berpikir yang benar dan tepat.
Beberapa contoh di atas, bukan bermaksud untuk melecehkan orang-orang jenius. Melainkan mempertegas bahwa untuk mencapai kemajuan kejeniuisan saja belum cukup jia tidak di lengkapi dengan ketepatan memilih metode yang akan digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan. Metode yang tepat adalah masalah pertama yang harus diusahkan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Kemamuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu, perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.[8]
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyataklan bahwa keguanaan metodologi adalah untuik membantu seseorang dalam mengembangkan keilmuan yang dimilikinya dan mengadakan pemahaman keislaman, secara utuh dan komprehensif.
C. Studi Islam
Dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahn apakah studi Islam (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara imlu pengetahuan dan agam berbeda. Pembahasan di sekitar permasalahan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam belakangan ini. Amin Abdullah, misalnya mengatakan jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan di dalam kelas, lalu apa bedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakan di luar bangku kuliah? Meresp[oni sinyalemen tersebut, menurut Amin Abdullah, pangkal otak kesulitan pengembangan scope wilayah kajian Islamic Studies atau Dirasah Islamiyah berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara yang normativitas dan historitisitas. Pada dataran normativitas kelihatan Islam kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untuk datran historisitas tampaknya tidaklah salah. [9]
Pada dataran normatvitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani oleh misi kegamaan yang bersifat memihak, romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analsis, kritis, metoologis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks tau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahului kurang begitu ditonjolkan , keuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.
Dengan demikian secara sederhana dapat ditemukan jawabannya bahwa dilihat dari segi normatif sebagaimana yang terdapat dalam Alquran dan hadis, maka Islam lebih merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya paradigma ilmu pengetahuan, yaitu paradigmaanalitis, kritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai agama, Islam lebih memihak, romantis, apologis, an subjektif, sedangkan jika dilihat dari segi historis, yakni Islam dalam arti yang di praktikkan oleh manusia serta tumkbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebgai sebuah disiplin ilmu, yakni Keislaman atau Islam Studies.[10]
Perbedaan dalam melihat Islam yang demuikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, Islam merupakan agama yang didalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut historis atau sebagaimana yan tampak dalam masyarakat, Islam tampil sebgai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).
Selanjutnya, studi Islam sebagaiman dikemukakan di atas berbeda pula dengan apa yang disebut sebagi sains Islam. Sains Islam sebagaimana dikemukakan Hussein Nasr adalah sains yang dikembangkan olehkamu Muslimin sejak abad Islam kedua, yang keadaannya sudah tentu merupakan salah satu pencapaian besar dalam peradaban Islam. Selam kurang lebih tujuh ratus tahun, sejak abad kedua hingga keembilan Masehi, peradaban Islam mungkin merupakan peradaban mana pun di wilayah sains, dan sains Islam berada pada garda depan dalam berbagai legiatan, mulai dari kedokteran sampai astronomi. [11]
D. Metode Memahami Islam
Dalam buku berjudul Tentang Sosiologi Islam, karya Ali Syari’ati, dijumpai uraian singkat mengenai metode memahami yang pada intinya Islam harus dilihat dari berbagai dimensi. Dalam hubungan ini, ia mengatakan jika kita meninjau Islam dari satut sudut pandangan saja, maka yang akan terlihat hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang bersegi banyak. Mungkin kita berhasil melihatnya secara tepat, namun tidak cukup bila kita ingin memahaminya secara keseluruhan. Buktinya ialah Alquran sendiri. Kitab ini memiliki banyak dimensi, sebagianya telah dipelajari oleh sarjana-sarjana besar sepanjang sejarah. Satu dimensi, misalnya, mengandung aspek-aspek linguistic dan sastra Alquran. Para sarjana sastra telah mempelajarinya secara terperinci. Dimensi lain terdiri atas tema-tema filosofis dan keimanan Alquran yang menjadi bahan pemikiran bagi para filosofis serta para teolog hari ini. Dimensi Alquran lainya lagi yang belum dikenal ialah dimensi manusiawinya, yang mengandung persoalan historis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi ini belum banyak dikenal, karena sosiologi, psikologi, dan ilmu-ilmu manusia memang jauh lebih muda dibandingkan ilmu-ilmu alam. Apalagi ilmu sejarah yang merupakan ilmu termuda di dunia. Namun, yang dimaksudkan dengan ilmu sejarah disini tidaklah identic dengan data historis ataupun buku-buku sejarah yang tergolong dalam buku-buku tertua yang pernah ada.[12]
Uraian tersebut mengajak kita memahami islam secara komprehensif dengan berpedoman kepada semangat dan isi ajaran Alquran yang diketahui mengandung banyak aspek. Berbagai aspek yang ada dalam Alquran jika dipelajari secara keseluruhannya akan menghasilkan pemahaman Islam yang menyeluruh.[13]

Ali Syariati lebih lanjut mengatakan, ada berbagai cara memahami Islam. Salah satu cara ialah dengan mengenal Allah dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama-agama lain.[14] Cara lainya ialah dengan mempelajari kitab Alquran dan membandingkannya dengan kitab-kitab samawi (atau kitab-kitab yang dikatakan sebagai samawi) lainya. Tetapi ada lagi cara lain, yaitu dengan mempelajari kepribadian rasul islam dan membandingkanya dengan tokoh-tokoh besar pembaruan yang pernah hidup dalam sejarah. Akhirnya, ada satu cara lagi, ialah dengan mempelajari tokoh-tokoh islam terkemuka dan membandingkanya dengan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran pemikiran lain. Seluruh cara yang ditawarkan Ali syariati itu pada intinya adalah metode perbandingan. Dapat dimaklumi, bahwa melalui perbandingan dapat diketahui kelebihan dan kekurangan yang terdapat di antara berbagai yang dibandingkan itu. Namun, sebagaimana diketahui bahwa secara akademis suatu perbandingan memerlukan persyaratan tertentu. Perbandingan menghendaki objektivitas, tidak ada pemihakan, blank mind, tidak ada prakonsepsi, dan semacamnya. Hal ini biasanya sulit dilakukan oleh seseorang yang menyakini kebenaran suatu agama. Dalam dirinya masih terdapat pemihakan pada agama yang dianutnya. Pendekatan komparasi dalam memahami agama kelihatanya baru akan efektif apabila dilakukan oleh orang yang baru mau beragama.[15]
Selain menggunakan pendekatan komparasi, Ali Syari’ati juga menawarkan cara memahami Islam memalui pendekatan aliran. Dalam hubungan ini, ia mengatakan bahwa tugas intelektual hari ini ialah mempelajari dan memahami Islam sebagai aliran pemikiran yang membangkitkan kehidupan manusia, perseorangan maupun masyarakat, dan bahwa sebagai intelektual dia memikul amanah demi masa depan umat manusia yang lebih baik. Dia harus menyadari tugas ini sebagai tugas pribadi dan apa pun bidang studinya dia harus senantiasa menumbuhkan pemahaman yang segar tentang islam dan tentang tokoh-tokoh besarnyam, sesuai dengan bidangnya masing-masing. [16]
Karena islam mempunyai berbagai dimensi dan aspek, maka setiap orang dapat menemukan sudut pandangan yang paling tepat sesuai dengan bidangnya. Dengan kata lain, Syariati mengajak kepada seluruh intelektual Muslim denagn disiplin ilmu yang dimilkinya masing-masing agar digunakan untuk memahami ajaran Islam dengan berpedoman pada Alquran. Para sosiolog, sebagaimana halnya Ali Syariati sendiri, sejarawan, budayawan, sastrawan dan sebagainya dapat menggunakan keahlianya untuk memahami ajaran Islam yang bersumber pada Alquran dan Al-Sunnah.[17]
Selanjutnya, terdapat pula metode memahami Islam yang dikemukakan Nasruddin Razak. Sebagaimana halnya Ali Syariati, Nasruddin Razak juga menawarkan metode pemahaman Islam secara menyeluruh. Menurutnya bahwa memahami Islam secara menyeluruh adalah penting walaupun tidak secara detail. Begitulah cara paling minimal untuk memahami agama paling besar sekarang ini agar menjadi pemeluk agama yang mantap dan untuk menumbuuhkan sikap hormat bagi pemeluk agama lainnya. Cara tersebut juga ditempuh dalam upaya menghindari kesalahpahaman yang dapat menimbulkan sikap dan pola hidup beragama yang salah pula. Untuk memahami Islam secara benar ini, Nasruddin Razak mengajukan empat cara.[18]
Pertama,Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu Alquran dan Alsunnah Rasulullah. Kekeliruan memahami Islam, karena orang hanya mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Alquran dan Alsunnah, atau melalui pengenalan dari sumber kitab-kitab Fiqh dan tasawuf yang semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Mempelajari Islam dengan cara demikian akan menjadikan orang tersebut sebagai pemeluk Islam yang sinkretisme, hidup penuh bid’ah dan khurafat, yakni telah tercampur dengan hal-hal yang tidak Islami, jauh dari ajaran Islam yang murni.[19]

Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara parsial, artinya ia dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat tidak secara sebagian saja. Memahami Islam secara parsial akan membahayakan, menimbulkan skeptic, bimbang dan penuh keraguan.[20]
Ketiga,Islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar, kaum zu’ama dan sarjana-sarjan islam, karena pada umumnya mereka memiliki pemahaman Islam yang baik, yaitu pemahaman yang lahir dari perpaduan ilmu yang dalam terhadap Alquran dan Sunnah Rasulullah dengan pengalaman yang indah dari praktik ibadah yang dilakukan setiap hari. [21]
Berkaitan dengan cara ketiga ini timbul permasalahan di sekitar mempelajari islam dari literature yang ditulis para orientalis. Mempelajari Islam dadri para orientalis tetap bermanfaat asalkan disertai ketelitian dan penuh kehati-hatian. Hal ini disebabkan karena mereka jelas bukan orang Islam. Bagi mereka Islam hanya sebagai sebuah ilmu, bukan untuk dihayati dan diamalkan. Selain itu, tidak semua orientalis jujur dan objektif dalam memahami Islam, dan tidak pula semua orientalis bersikap benci dan berniat buruk pada Islam. Diantara para orientalis ada yang jujur dan ada pula yang tidak jujur dalam memandang Islam. Berkenaan dengan ini, seseorang yang mempelajari Islam harus bersikap kritis, selektif, dan penuh kehati-hatian serta telah kuat dalam memahami dasar-asar ajaran Islam serta telah terbukti ketaatannya dalam menjalankan ajaran Islam. Jika keadaan demikian telah dipenuhi, maka yang bersangkutan boleh saja mempelajari Islam dari kalangan orientalis sebagaimana hal ini dilakukan pemerintah melalui program pengiriman sarjana agama Islam strata 1 dan seterusnya untuk melanjutkan studi ke beberapa Negara di Barat dan Eropa.[22]
Keempat, Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologis yang ada dalam Alquran, baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris, dan sosiologis yang ada di masyarakat. Dengan cara demikian dapat diketahui tingkat kesesuaian atau kesenjangan antara Islam yang berada pada dataran normative teologis, sosiologis, dan empiris. Kesalahan sementara orang mempelajari kenyatataan umat islam, bukan agama islam yang dipelajarinya. Sikap konservatif sebagian golongan  islam, keterbelakangan di bidang pendidikan, keawaman, kebodohan, disentegrasi dan kemiskinan masyarakat islam itulah yang dinilai sebagai islamnya sendiri. Mengambil kwsimpulan citra islam berdasarkan sampel yang tidak valid dan bahkan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Untuk mencitrakan islam misalnya, mengapa tidak pula menyertakan sampel dari kalangan islam yang maju, berpendidikan tinggi, penuh kedamaian, memiliki kekayaan, dan sebagainya.[23]
Kenyataan empiris, historis, dan sosiologis tentang islam yang ada di masyarakat merupakan upaya atau bentuk pendekatan yang dilakukan manusia dalam mengamalkan islam, namun islam dengan citranya yang ideal terdapat dalam al-qur’an dan as-sunnah dengan karakteristiknya  sebagaimana dikemukakan pada uraian bab terdahulu buku ini.[24]
Bagaimanapun juga, kajian yang bersifat empiris, historis, dan sosiologis tentang islam tetap diperlukan, karena tanpa kajian semacam ini kita tidak akan pernah tau secara pasti, apakah ajaran islam diperintahkan untuk diamalkan oleh Allah dan Rasul-Nya sudah benar-benar diamalkan atau belum.[25]
Memahami islam dengan cara keempat sebagaimana disebutkan di atas, akhir-akhir ini sangat diperlukan dalam upaya menunjukan peran social dan kemanusiaan dari ajaran islam itu sendiri. Namun, pendekatan yang bersifat ilmiah akademis ini saja tidak cukup.
Dalam hubungan ini mukti ali mengatakan bahwa selama ini pendekatan terhadap agama islam masih sangat pincang. Ahli-ahli ilmu pengetahuan, termasuk dalam hal ini para orientalis mendekati islam dengan metode ilmiah saja. Akibatnya, penelitiannya itu menarik tetapi sebenarnya mereka tidak mengerti secara utuh.[26]
 Yang mereka ketahui hanya eksternalitas dari islamsaja. Sebaliknya para ulama kita sudah terbiasa memahami islam dengan cara doktriner dan dogmatis, yang sama sekali tidak dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang hidup di dalam masyarakat. Akibatnya, penafsirannya itu tidak dapat diterapkan dalam masyarakat. Inilah sebabnya orang lalu mempunyai kwsan bahwa islam sudah ketinggalan zaman dan tidak sejalan dengan pembangunan berkenaan dengan ini, Mukti Ali mengatakan bahwa pendekatan  ilmiah-cum doktriner harus kita pergunakan, pendekatan scientific-cum suigeneris harus kita terapkan. Inilah yang saya (Mukti Ali) maksud dengan metode sintesis.[27] Pendekatan seperti ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pendekatan yang ditawarkan Amin Abdullah sebagaimana telah diuraikan diatas, yaitu bahwa untuk melihat islam sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies) dapat digunakan pendekatan ilmiah yang ciri-cirinya rasional, empiris, objektif dan seterusnya. Sedangkan untuk melihat islam sebagai agama dapat digunakan pendekatan normative teologis. Mukti Ali melihat bahwa untuk melihat islam sebagai sebuah agama dapat digunakan  metode doktriner dan untuk melihat islam sebagai sebuah disiplin ilmu, dapat digunakan metode ilmiah yang ciri-cirinya sebagaimana disebutkan diatas, dan itulah yang selanjutnya disebut dengan pendekatan sintesis.[28]
Selain itu, Mukti Ali juga mengajukan pendapat tentang metode memahami islam sebagaimana dikemukakan Ali Syari’ati yang menekankan pentingnya melihat islam secara menyeluruh sebagaiamana disebutkan di atas. [29] Dalam hubungan ini, Mukti Ali mengatakan, apabila kita melihat islam hanya dari satu segi saja, maka kita hanya melihat satu dimensi dari fenomena-fenomena yang multifaset, sekalipun kita melihatnya itu betul. Islam menurutnya harus dipahami secara bulat, yaitu pemahaman islam yang dilakukan secara komprehensif.[30]

 Hal ini perlu dilakukan untuk melengkapi metode pemahaman islam yang sudah terlanjur dipraktikkan di masyarakat, yaitu bahwa metode mempelajari islam yang berlaku di Indonesia ini ilmu dibagi-bagi menjadi ilmutawhid, fiqih, akhlak, tasawuf, tarikh, tafsir, hadist, dan sebagainya. Tiap cabang  ilmu itu diajarkan sesuai dengan tingkatan orang yang diajar, lebih tinggi tingkatannya lebih luas uraiannya.[31]
Metode lain untuk memahami Islam yang diajukan Mukti Ali adalah metode typology. Metode ini oleh banyak ahli sosiologi dianggap objektif berisi klasifikasi topic dan tema sesuai tipenya, lalu dibandingkan dengan topic dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Pendekatan ini digunakan oleh sarjana barat untuk memahami ilmu-ilmu manusia. Dan menurut Mukti Ali metode ini juga dapat digunakan untuk memahami agama Islam.[32] Dalam hal Agama Islam , juga agama-agama lain, kita dapat mengidentifikasi lima aspek atau ciri dari agama itu, lalu dibandingkan dengan aspek dan ciri yang sama dari agama lain, yaitu 1) aspek ketuhanan 2) aspek kenabian 3) aspek kitab suci dan 4) aspek keadaan sewaktu munculnya nabi dan orang-orang yang didakwahinya serta individu-individu terpilih yang dihasilkan oleh agama itu. [33]
Agar kita dapat memahami dengan betul ciri-ciri Tuhan, kita harus kembali kepada Al-Quran dan hadist nabi serta keterangan yang diberikan para pemikir muslim dalam bidang itu. Hal ini dilakukan karena sifat-sifat Tuhan dengan jelas telah diterangkan dalam Al-Quran oleh nabi Muhammad, dan para ulama pun telah membahas dengan teliti masalah ini. Lalu kita bandingkan konsep tentang Allah dengan Tuhan agama-agama lain, seperti Ahuramazda, Yahweh dan sebagainya.[34]
Selanjutnya, untuk memahami Islam dapat dilakukan dengan memahami kitab sucinya. Hal ini telah dijelaskan pada bagian terdahulu diatas. Metode berikutnya dalam memahami Islam dengan mempelajari pribadi Muhammad bin Abdullah. Mengetahui dan memahami nabi Muhammad Saw.
Sangat penting bagi ahli sejarah, karena tidk ada seorang pun dalam sejarah umat manusia yang mempunyai peranan yang begitu besar seperti nabi Muhammad. [35]
Metode selanjutnya untuk memahami Islam adalah dengan meneliti suasana dan situasi dimana Nabi Muhammad bangkit. Misalnya, apakah ia bangkit sebagai nabi tanpa tindakan-tindakan pendahuluan. Apakah ada orang yang mengharap-harap diangkat menjadi nabi. Apabila ia tahu bagaimana jadinya tugasnya itu. Atau apakah misinya itu merupakan suatu beban yang mendesak dan berat terhadap jiwanya. [36]
Dari uaraian tersebut kita lihat bahwa metode yang dapat digunakan untuk memahami islam secara garis besar ada dua macam. [37]Pertama, metode komparasi,yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama islam tersebut dengan agama lainya, dengan cara demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang objektif dan utuh. [38]Kedua,metode sintesis, suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, objektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis formatif. Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang tampak dalam kenyataan historis, empiris, dan sosiologis, sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dari menyakini Islam sebagai agama yang mutlak benar. Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama berasal dari Tuhan dan apa yang berasal dari Tuhan mutlak benar, maka agamapun mutlak benar. [39]

Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui metode teologis normative yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh, dan militan pada Islam, sedangkan dengan metode ilmiah yang dinilai sebagai tergolong muda usianya ini dapat dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia. [40]
Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan pendekatan baru yang harus terus digali oleh para pembaru.[41]
Perjalanan sejarah Islam sampai kini telah melampaui kurun waktu lima belas abad dan dipeluk oelh dua puluh satu milyar orang serta berada di mana-mana. Pemikiran Islam dapat diibaratkan sebagai sungai yang besar dan panjang. [42]Lumrah jika sumber mata airnya yang semula bening dan jernih serta mengalir pada alur sempit dan deras dalam perjalanannya menuju muara kian melebar, berliku-liku dan bercabang-cabang, airnya kian pekat karena mengangkut pula lumpur dan sampah.[43] Geraknya pun menjadi lamban. Untuk membuat airnya kembali bersih dan mengalir deras, Allah menciptakan riam-riam disepanjang sungai itu. Riam-riam ini berfungsi juga sebagai sumber energy. Riam-riam inilah yang dimisalkan sebagai mujaddid (pembaru) yang bukan saja berperan membersihkan kembali pemahaman Islam, tetapi juga menyuntikkan semangat dan kekuatan baru yang berangkat dari spirit ajaran Islam. [44]

Setiap pemikiran yang kemudian didukung oleh sekelompok orang, idenya muncul dan nafasnya dihembuskan oleh semangat tokoh pemikir. Setiap pemikir ketika melontarkan gagasan atau buah pikiranya tidak terlepas dari situasi lingkungan yang dihadapi, pandangan hidup dan sikap politiknya.[45] Menurut sosiologi, pemikiran teologi dan filosofi selalu terkait dengan politik atau kemasyarakatan, demikian pula sebaliknya. Jika teori benar, kajian pemikiran islam hanya dibagi ke dalam bidang teologi(kalam), sufisme, dan filsafat saja dengan meninggalkan bidang ketatanegaraan (politik) dan hukum, menjadi sebuah kajian yang tidak lengkap.[46] Dengan demikian untuk menghasilkan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh perlu menatapnya dari berbagai situasi yang mengitari di sekitar kelahiran Islam tersebut serta tokoh-tokoh yang mengembangkannya. [47]
Pencampuradukan antara islam sebagai agama dan Islam sebagai kerangka historis bagi pengembangan budaya dan peradaban telah dilanggengkan dan pernah berkembang lebih kompleks hingga hari ini. Namun demikian, masyarakat Islam harus dikaji dalam dan untuk dirinya sendiri, sebagaimana halnya masyarakat prancis, jerman, amerika serikat atau masyarakat polandia.[48] Dalam kaitan ini dua buah contoh barangkali cukup untuk dikemukakan di sini. Di satu pihak kita dapat merenungkan penafsiran G.E.von Grunebaum tentang Islam sebagai budaya dan peradaban, suatu pendapat yang memaksanya memahami Islam melalui antropologi budaya yang berorientasi historis. Di pihak lain, orang dapat merenungkan penafsiran Wilfred Cantwell Smith tentang Islam sebagai keyakinan yang menyebabkan memahami Islam melalui model hubungan antara keyakinan komunal atau personal dan tradisi keagamaan yang ada.
Definisi-definisi tersebut, menurut Wardenburg, tidak dapat membantu kecuali mempengaruhi kajian Islam secara fundamental, baik pada peringkat metodologis maupun pada peringkat penelitiannya.[49] Hal ini menunjukkan kebenaran teori di atas, bahwa untuk mempelajari Islam metode ilmiah saja tidaklah cukup. Metode dan pendekatan dalam memahami Islam yang demikian itu masih perlu dilengkapi dengan metode yang bersifat teologis dan normative sebagaimana disebutkan di atas. Islam yang didasarkan pada metode tersebut adalah suatu ideologi yang universal lagi realistis.[50] Didalam Islam seluruh kebutuhan manusia, baik yang bersifat keduniaan maupun keakhiratan, fisik maupun spiritual, individual maupu  social, rasional maupun emosional telah dijadikanya pusat perhatian.[51] Dalam kaitanini, Islam tampak sebagai ajaran yang di samping berkenaan dengan keyakinan dan moral juga berkenaan dengan masalah peraturan yang berkaitan dengan kehidupan. [52]



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
       Dari uraian tersebut kita melihat bahwa metode yang dapat digunakan untuk memahami Islam secara garis besar ada dua macam. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainya, dengan cara demikian akan dihasilkan pemahaman islam yang objektif dan utuh. Kedua, metode sintesis, yaitu suatu cara memahami islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, objektif, kritis dan seterusnya dengan metode teologis normative. Metode ilmiah digunakan untuk memahami islam yang tampak dalam kebanyakan historis, empiris, dan sosioogis, sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahami islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dari meyakini islam sebagai agama yang mutlak benar. Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama berasal dari tuhan dan apa yang berasal dari tuhan mutlak benar, maka agama pun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yangs ecara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui metode teologis normative yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh, dan militan pada islam, sedangkan dengan metode ilmiah yang dinilai sebagai tergolong muda usianya ini dapat dihasilkan kemampuan menerapkan islam yang diyakini dan dicintai itu dalam kenyataan hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.
Metode-metode yang digunakan untuk memahami islam itu suatu saat mungkin dipandang tidak cukup lagi sehingga diperlukan pendekatan baru yang terus digali oleh para pembaru.




B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.




DAFTAR PUSTAKA
Buku :
1.      Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
2.      Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing
3.      Nata, Abuddin. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
4.      Sahrodi, Jamali. 2008. Metodologi Studi Islam. Bndung : CV Pustaka Setia
5.        Nata, Abuddin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
Internet :
1.        https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-msi-metodologi-memahami-islam/ (diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 20.43 WITA)
2.        .https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2016/10/makalah-metodologi-pemahaman-islam.html (diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 21.27 WITA)




[1] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers

[2] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[3] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing

[4] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[5] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing

[6] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[7] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing
[8] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[9] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing
[10] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers

[11] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[12] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing
[13] Nata, Abuddin. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
[14] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[15] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing
[16] Nata, Abuddin. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
[17] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[18] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing
[19] Nata, Abuddin. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
[20] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[21] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing
[22] Nata, Abuddin. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
[23] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[24] Taufik, Akhmad dkk. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang : Bayumedia Publishing
[25] Sahrodi, Jamali. 2008. Metodologi Studi Islam. Bndung : CV Pustaka Setia
[26]https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-msi-metodologi-memahami-islam/(diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 20.43 WITA)

[27] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[28] Sahrodi, Jamali. 2008. Metodologi Studi Islam. Bndung : CV Pustaka Setia
[29]https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-msi-metodologi-memahami-islam/(diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 20.43 WITA)
[30].https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2016/10/makalah-metodologi-pemahaman-islam.html (diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 21.27 WITA)
[31] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[32] Sahrodi, Jamali. 2008. Metodologi Studi Islam. Bndung : CV Pustaka Setia
[33]https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-msi-metodologi-memahami-islam/(diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 20.43 WITA)
[34].https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2016/10/makalah-metodologi-pemahaman-islam.html (diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 21.27 WITA)
[35] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[36] Sahrodi, Jamali. 2008. Metodologi Studi Islam. Bndung : CV Pustaka Setia
[37] Nata, Abuddin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[38]https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-msi-metodologi-memahami-islam/(diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 20.43 WITA)
[39].https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2016/10/makalah-metodologi-pemahaman-islam.html (diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 21.27 WITA)
[40] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[41] Nata, Abuddin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[42]https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-msi-metodologi-memahami-islam/(diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 20.43 WITA)
[43].https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2016/10/makalah-metodologi-pemahaman-islam.html (diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 21.27 WITA)

[45] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[46] Nata, Abuddin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[47]https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-msi-metodologi-memahami-islam/(diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 20.43 WITA)
[48].https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2016/10/makalah-metodologi-pemahaman-islam.html (diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 21.27 WITA)
[49] Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[50] Nata, Abuddin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[51]https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-msi-metodologi-memahami-islam/(diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 20.43 WITA)
[52].https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2016/10/makalah-metodologi-pemahaman-islam.html (diambil pada hari Rabu, 18 September 2019 pada pukul 21.27 WITA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar