MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAFSIR KONTEMPORER
DOSEN
PENGAMPU: Dr. H. Muh. Tang. S, S.Pd.I, M.Pd.I
Kelompok 8:
Rohani
|
(180511506)
|
Rohmah Agustini
|
(180511535)
|
Rizki Ihsannurahman
|
(180511511)
|
Bambang Ardiansyah
|
(180511554)
|
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA
TENGGARONG
2018
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami bisa menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat waktunya yang berjudul “Tafsir Kontemporer”.
Makalah ini dibuat dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul
Qur’an. Dengan terselesaikannya karya tulis ini kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi yang sangat membantu kami
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kami. Kami
berharap makalah yang telah dibuat ini bisa bermanfaat serta menambah
pengetahuan pembaca.
Tenggarong, 30 Oktober
2018
Kelompok 8
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang..................................................................................... 1
1.2
Rumusan
Masalah................................................................................ 2
1.3
Tujuan
Penulisan.................................................................................. 2
Bab 2 Pembahasan
2.1
Pengertian
Tafsir Kontemporer............................................................. 3
2.2
Sejarah
munculnya Tafsir Kontemporer................................................ 4
2.3
Perkembangan
Tafsir Kontemporer....................................................... 5
2.4
Metode
Tafsir pada Masa Kontemporer............................................... 9
2.5
Metode
Maudhu’i pada Masa Kontemporer........................................ 10
Bab 3 Penutup
3.1
Kesimpulan.......................................................................................... 12
Daftar Pustaka..................................................................................................... 13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kajian seputar Al-Qur’an
dan tafsirnya sebenarnya selalu mengalami perkembangan yang dinamis seiring
dengan akselerasi perkembangan peradaban manusia. Di masa Rasulullah Saw.
al-qur’an langsung beliau tafsirkan jika ada hal-hal yang tidak dipahami oleh
sahabat dangan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah saw.
Setelah Rasulullah wafat penafsiran al-Quran semakin berkembang mulai dari masa
sahabat hingga sampai saat ini.
Seiring dengan adanya
proses perkembangan zaman, pasti akan banyak perubahan situasi dan kondisi,
kebudayaan manusia semakin maju, teknologi semakin canggih, begitupun
transformasi informasi yang sangat cepat. Hal ini menjadi tantangan khususnya
bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan dengan tetap memelihara nilai-nilai
keislamannya. Agar penjelasan ayat
Al-Qur’an mampu menyesuaikan dengan tuntutan zaman, maka dibutuhkan
pemahaman atau penafsiran yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Penafsiran
yang disesuaikan dengan konteks sosial ini sering disebut tafsir kontekstual.
Tafsir kontekstual ini mulai dikenal setelah munculnya ulama-ulama kontemporer,
yang menampakan diri sebagai ulama pembaharu. Penafsiran secara kontekstual
pada saat ini sering disebut dengan tafsir kontemporer.
Dalam makalah ini akan diuraikan
beberapa hal tentang tafsir kontemporer. Diantaranya pengertian, sejarahnya,
dan metodenya. Termasuk penjelasan metode maudhu’i yang ada pada masa
kontemporer ini.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tafsir
kontemporer?
2.
Bagaimana
sejarah munculnya tafsir kontemporer?
3.
Bagaimana
perkembangan tafsir kontemporer?
4.
Apa
saja metode tafsir kontemporer? Dan metode tafsir apa yang sering dipakai pada
masa kontemporer?
1.3
Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui pengertian tafsir kontemporer
2.
Untuk
mengetahui sejarah munculnya tafsir kontemporer
3.
Untuk
mengetahui perkembangan tafsir kontemporer
4.
Untuk
mengetahui metode-metode tafsir kontemporer dan metode tafsir yang sering
dipakai pada masa kontemporer
1.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tafsir Kontemporer
Tafsir
kontemporer terbagi ke dalam dua kata, yakni Tafsir dan Kontemporer. Secara
etimologi, Tafsir berasal dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan
atau uraian, Al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa
adalah al-kasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.
Pada dasarnya,
pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna
al-idhar (menjelaskan), al-bayan (menerangkan), al-kasyf (mengungkapkan),
al-izhar (menampakkan), dan al-ibanah (menjelaskan).
Adapun mengenai pengertian tafsir berdasarkan
terminologi (istilah), para ulama mengemukakannya sebagai berikut :
1.
Al-Zarqani
تعلي بقدر الطاقة البشرية علم يبحث عن القران الكريم من حيث دلالته على مراد الله
Ilmu yang membahas
al-Quran dari segi dilalahnya, berdasarkan maksud yang dikehendaki oleh Allah
sebatas kemampuan manusia.
2. Az-Zarkasyi
عليه وسلم وببان معانيه
واستخراج احكامه وحكمه علم
يعرف به كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى ا
Ilmu untuk memahami
kitabullah yang diturunkan kepada nabi Saw. Menjelaskan maknanya,
hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.
3. Khalid bin Utsman al-Tsabt
علم يبحث فيه عن احوال القران العزيز من حيث دلالته على مراد الله تعلى بقدر الطاقة البشرية
Ilmu yang membahas tentang
keadaan al-Quran dari segi dilalahnya, berdasarkan maksud yang dikehendaki oleh
Allah sebatas kemampuan manusia.
Jadi Tafsir
Al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang
bersangkutan dengan Al-Qur’an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan),
menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Qur’an, khususnya menyangkut
ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya, dalam memahami dan
menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab saja
tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur’an dan
isinya.
Sedangkan
kontemporer adalah sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Online berarti: “pada waktu yang sama, semasa, sewaktu, pada masa kini,
dan, dewasa ini.”
Jadi, Tafsir kontemporer
dapat diartikan upaya mufassir untuk menjelaskan Al-Quran sesuai dengan konteks
ayat pada saat ini.
2.2
Sejarah munculnya Tafsir Kontemporer
Abad ke 14 H
adalah abad di mana dunia islam mengalami kemajuan di berbagai bidang, termasuk
bidang kajian tafsir. Kajian tentang pemikiran tafsir Al-Qur’an dalam khazanah
intelektual islam memang tidak pernah berhenti. Setiap generasi memiki tanggung
jawab masing-masing untuk menyegarkan kembali kajian sebelumnya yang telah di
anggap out date.
Kemunculan metode
tafsir kontemporer sendiri diantaranya dipicu oleh kekhawatiran yang akan
ditimbulkan ketika penafsiran al qur`an dilakukan secara tekstual, dengan
mengabaikan situasi dan latar belakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah
yang penting[14]. Shah waliyullah ( 1701-1762 ) seorang pembaharu islam dari
Delhi, merupakan orang yang berjasa dalam memprakarsai penulisan tafsir “modern”,
dua karyanya yang monumental, yaitu, Hujjah al balighah dan Ta`wil al Hadits fi
rumuz Qishash al Anbiya, adalah karya yang memuat tentang pemikiran modern.
Tidak sia-sia usaha ini telah merangsang para pembaharu lainnya untuk berbuat
hal serupa , maka di Mesir, munculah tafsir Muhammad Abduh, Rasyid ridha, Ahmad
Khalaf, dan Muhammad Kamil Husain. Di belahan Indo-Pakistan, kita mengenal
tokoh seperti Abu Azad, Al Masriqqi, G.A Parws, dan sederetan tokoh
lainnya[15]. Di penjuru Timur Tengah, semisal Amin Al Khull ( w. 1978 ), Hasan
Hanafi ( wafat . Bita Shathi ( w. 2000 ), Nasr Abu Zayd ( lahir. 1942 ),
Muhammad Shahrur, dan Fazlur Rahman[16].
2.3 Perkembangan Tafsir Kontemporer
Selanjutnya
akan kita bahas beberapa tinjauan tentang sejarah perkembangan tafsir ini yakni
dari segi corak penafsiran, kodifikasi tafsir dan terakhir ditinjau dari metode
penafsiran.
1.
Perkembangan Tafsir ditinjau dari Corak Penafsiran
a). Masa
Klasik (salaf)
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa
proses pewahyuan berlangsung, nabi Muhammad SAW sebagai penafsir atau mubayyin
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an terutama yang bersifat samar, hal ini berlangsung
sampai wafatnya beliau, namun harus kita akui bahwa riwayat-riwayat tentangnya
tidak sampai kepada kita atau memang penafsiran-penafsiran beliau tidak
mencakup seluruh Al-Qur’an. Sehingga sepeninggal Rasulullah para sahabat
menafsirkan Al-Qur’an melalui Ijtihad mereka sendiri terutama sahabat yang
memiliki kemampuan dibidang itu seperti: 'Ali bin Abi Thalib, Ibnu 'Abbas, Ubay
bin Ka'ab, dan Ibnu Mas'ud.
Selanjutnya ada pula sahabat yang menanyakan
hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an terutama sejarah atau kisah-kisah para
nabi yang tercantum dalam Al-Qur’an kepada Ahlul Kitab yang telah memeluk
Islam, seperti 'Abdullah bin Salam, Ka'ab al-Ahbar, dan lain-lain.
Para sahabat yang tersebut diatas mempunyai
murid-murid dari kalangan tabi’in, yang kemudian lahirlah tokoh-tokoh tafsir
baru dikalangan tabi’in seperti (a) Said bin Jubair, Mujahid bin Jabr, di
Makkah, yang ketika itu berguru kepada Ibnu 'Abbas; (b) Muhammad bin Ka'ab,
Zaid bin Aslam, di Madinah, yang ketika itu berguru kepada Ubay bin Ka'ab; dan
(c) Al-Hasan al-Bashriy, Amir al-Sya'bi, di Irak, yang ketika itu berguru
kepada 'Abdullah bin Mas'ud.
Gabungan dari tiga sumber di atas, yaitu
penafsiran Rasulullah SAW, penafsiran sahabat-sahabat, serta penafsiran
tabi'in, dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai Tafsir bi al-Ma'tsûr.
Dan masa ini dapat dijadikan periode pertama dari perkembangan tafsir.
b). Masa
Kontemporer (Khalaf)
Setelah berakhirnya periode pertama sekitar
tahun 150 H, maka mulailah periode selanjutnya yang diawali dengan proses
perkembangan hadits yang cepat, saat itu bermunculan hadis-hadis palsu dan
lemah di tengah-tengah masyarakat. Sementara itu perubahan sosial semakin
menonjol, dan timbullah beberapa persoalan yang belum pernah terjadi atau
dipersoalkan pada masa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, para
sahabat, dan tabi'in.
Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat
Al-Quran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan
kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang dikandung oleh satu kosakata. Namun
sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar
pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat al-Quran,
sehingga bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam
coraknya.
Corak-corak penafsiran yang dikenal selama
ini antara lain: (a) Corak sastra bahasa, yang timbul akibat banyaknya orang
non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab
sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada
mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan al-Quran di bidang
ini. (b) Corak penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha
penafsir untuk memahami ayat-ayat al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu.
(c) Corak fiqih atau hukum, akibat berkembangnya ilmu fiqih, dan terbentuknya
mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran
pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
(e) Corak selanjutnya yakni lebih terfokus pada sastra budaya kemasyarakatan.
Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Quran
yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk
menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan
petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa
yang mudah dimengerti tapi indah didengar. Salah satu tokoh corak ini ialah
Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-1905 M).
2. Kodifikasi
Tafsir
Kalau yang digambarkan di atas tentang
sejarah perkembangan Tafsir dari segi corak penafsiran, maka perkembangan dapat
pula ditinjau dari segi kodifikasi (penulisan), hal ini dapat dilihat dalam
tiga periode: Periode I, yaitu masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
sahabat, dan permulaan masa tabi'in, di mana Tafsir belum tertulis dan secara
umum periwayatan ketika itu tersebar secara lisan. Periode II, bermula dengan
kodifikasi hadis secara resmi pada masa pemerintahan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz
(99-101 H). Tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadis-hadis,
dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadis, walaupun tentunya penafsiran
yang ditulis itu umumnya adalah Tafsir bi al-Ma'tsur. Dan periode III, dimulai
dengan penyusunan kitab-kitab Tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, yang
oleh sementara ahli diduga dimulai oleh al-Farra (w. 207 H) dengan kitabnya
yang berjudul Ma'ânî al-Qur'an.
3. Metode
Tafsir
Walaupun disadari bahwa setiap mufassir
mempunyai metode yang berbeda dalam perinciannya dengan mufassir lain. Namun
secara umum dapat diamati bahwa sejak periode ketiga dari penulisan Kitab-kitab
Tafsir sampai tahun 1960, para mufassir menafsirkan ayat-ayat al-Quran secara
ayat demi ayat, sesuai dengan susunannya dalam mushhaf
Penafsiran yang berdasar perurutan mushaf ini
dapat menjadikan petunjuk-petunjuk al-Quran terpisah-pisah, serta tidak
disodorkan kepada pembacanya secara utuh dan menyeluruh. Memang satu masalah
dalam al-Quran sering dikemukakan secara terpisah dan dalam beberapa surat.
Ambillah misalnya masalah riba, yang dikemukakan dalam surat-surat al-Baqarah,
Ali 'Imran, dan ar-Rûm, sehingga untuk mengetahui pandangan al-Quran secara
menyeluruh dibutuhkan pembahasan yang mencakup ayat-ayat tersebut dalam surat
yang berbeda-beda itu.
Disadari pula oleh para ulama, khususnya
asy-Syathibi (w. 1388 M), bahwa setiap surat, walaupun masalah-masalah yang
dikemukakan berbeda-beda, namun ada satu sentral yang mengikat dan
menghubungkan masalah-masalah yang berbeda-beda tersebut.
Pada bulan Januari 1960, Syaikh Mahmud
Syaltut menyusun kitab tafsirnya, Tafsir Al-Qur'an Al-Karim, dalam bentuk
penerapan ide yang dikemukakan oleh Al-Syathibi tersebut. Syaltut tidak lagi
menafsirkan ayat-demi-ayat, tetapi membahas surat demi surat, atau
bagian-bagian tertentu dalam satu surat, kemudian merangkainya dengan tema
sentral yang terdapat dalam satu surat tersebut. Metode ini kemudian dinamai
metode mawdhu'iy.
Namun apa yang ditempuh oleh Syaltut belum
menjadikan pembahasan tentang petunjuk al-Quran dipaparkan dalam bentuk
menyeluruh, karena seperti dikemukakan di atas, satu masalah dapat ditemukan
dalam berbagai surat. Atas dasar ini timbul ide untuk menghimpun semua ayat
yang berbicara tentang satu masalah tertentu, kemudian mengaitkan satu dengan
yang lain, dan menafsirkan secara utuh dan menyeluruh. Ide ini di Mesir
dikembangkan oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy pada akhir tahun enam
puluhan. Ide ini pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari metode mawdhu'iy
gaya Mahmud Syaltut di atas.
Demikian perkembangan penafsiran Al-Quran
dari segi metode, yang dalam hal ini ditekankan menyangkut pandangan terhadap
pemilihan ayat-ayat yang ditafsirkan (yaitu menurut urut-urutannya).
2.4 Metode Tafsir pada Masa Kontemporer
Dalam melakukan penafsiran
al qur`an, seorang Mufasssir biasanya merujuk kepada tradisi ulama salaf, namun
tidak jarang yang merujuk pada temuan ulama kontemporer.
Adapun tafsir yang merujuk
ulama salaf adalah tafsir berdasarkan riwayah, yang biasa disebut al tafsir bi
al ma`tsur. Tafsir yang berdasarkan dirayah, yang dikenal dengan al tafsir bi
al ra`y atau bi al ajtihadi, dan tafsir
yang berdasarkan isyarat yang popular dengan nama al tafsir al Isyri.
Pada perkembangan dewasa
ini, yang merujuk pada temuan ulama kontemporer, yang dianut sebagian pakar al
qur`an misalnya al Farmawi (di Indonesia) yang dipopulerkan oleh M. Quraish
Shihab dalam berbagai tulisanya adalah pemilahan metode tafsir al qur`an kepada
empat metode Ijmali (Global), Tahlili (Analis), Muqarin (Perbandingan),
Maudlu`I (Tematik).
Adanya pengklasifikasian
metode tafsir ini tentunya tidak dimaksudkan untuk mendekonstruksi atas yang
favorit dan yang tidak favorit, tapi lebih ditunjukan untuk mempermudah
penelusuran sejarah metode tersebut, dan untuk melengkapi satu sama lainnya.
2.5 Metode Maudhu’I pada Masa
Kontemporer
Di antara berbagai metode
yang berkembang di masa kontemporer, metode maudhu’i tampaknya merupakan yang
paling banyak diminati oleh para mufassir kontemporer. Sesuai dengan namanya,
metode penafsiran maudhu’i adalah upaya untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan memfokuskan pada judul (tema) yang
telah di tetapkan. Topik inilah yang menjadi ciri utama dari metode maudhu’i.
Penafsiran dengan metode tematik ini
menarik karena beberapa hal :
·
Pertama,
metode maudhu’i mencoba memahami ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan, tidak
secara parsial ayat per ayat, sehingga memingkinkan kita memperoleh pemahaman
mengenai konsep Al-Qur’an secara utuh. Dengan metode maudhu’i ini mengharuskan
seseorang untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara proporsional, sehingga
menempatkan suatu ayat pada tempatnya tanpa memaksakan pra konsepsi tertentu
kepada ayat-ayat tertentu dari al-Qur’an. Dengan demikian, pemahaman ayat-ayat
al-Qur’an model ini akan berbeda secara diametral dengan model pemahaman
tradisional yang cenderung parsial, sehingga bisa menegaskan kesan pertentangan
antar ayat yang demikian dominan dalam penafsiran tradisional.
·
Kedua,
metode maudhu’i biasa bersifat praktis bisa langsung bermanfaat bagi masyarakat
karena kita bisa memilih tema-tema tertentu untuk dikaji. Seseorang bisa
mengkaji problem tertentu yang terjadi di masyarakat dengan merujuk pada konsep
al-Qur’an melalui metode ini. Cara ini bukan saja bisa lebih mengantarkan pada
pemahaman yang lebih objektif mengenai pandangan al-Qur’an atas problem
tertentu dalam masyarakat, namun juga bisa lebih efisien karena
“mengesampingkan” pembahasan terhadap ayat-ayat yang tidak relavan dengan obyek
yang dikaji.
Dengan demikian, maka
kita bisa simpulkan bahwa metode maudhu’i dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh ummat dewasa ini. Metode ini unggul karena dipandang
mampu menjawab tantangan zaman, dinamis dan praktis tanpa harus merujuk pada
kitab-kitab tafsir yang tebal dan berjilid-jilid, penataannya sistematis,
tema-temanya up to date membuat al-Qur’an tidak ketinggalan zaman.
Sehingga para pembaca tafsir mampu memahami maksud dan hakekat dari suatu
persoalan dengan cara yang paling mudah, sebab
tanpa harus bersusah payah dan memenuhi kesulitan dalam memahami tafsir. Selain
itu sisi lain yang dilihat adalah dengan metode maudhu’i, mufassir
berusaha berdialog aktif dengan al-Qur’an untuk menjawab tema yang dikehendaki
secara utuh.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
·
Tafsir kontemporer dapat diartikan upaya
mufassir untuk menjelaskan Al-Quran sesuai dengan konteks ayat pada saat ini
·
Kemunculan metodes tafsir kontemporer
diantaranya dipicu oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran
al qur`an dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan situasi dan latar
belakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang penting
·
Perkembangan
tafsir kontemporer bisa ditinjau dari segi corak penafsiran, kodifikasi tafsir
dan dari metode penafsiran.
·
Merujuk
pada temuan ulama kontemporer, pemilahan metode penafsiran Al quran dibagi
kedalam empat metode, yaitu metode Ijmali (Global), Tahlili (Analis), Muqarin
(Perbandingan), Maudlu`I (Tematik).
·
Metode
penafsiran maudhu’i adalah upaya untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dengan memfokuskan pada judul (tema) yang
telah di tetapkan
·
Metode
Maudhu’i dipandang mampu menjawab tantangan zaman, dinamis dan praktis tanpa
harus merujuk pada kitab-kitab tafsir yang tebal dan berjilid-jilid, penatannya
sistematis, tema-temanya up to date membuat al-Qur’an tidak ketinggalan zaman,
serta pemahamannya utuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar