Minggu, 29 Maret 2020

Makalah Tafsir Kontemporer Pendidikan Agama Islam


MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAFSIR KONTEMPORER

DOSEN PENGAMPU: Dr. H. Muh. Tang. S, S.Pd.I, M.Pd.I

Kelompok 8:
Rohani
(180511506)
Rohmah Agustini
(180511535)
Rizki Ihsannurahman
(180511511)
Bambang Ardiansyah
(180511554)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA
TENGGARONG
2018

KATA PENGANTAR

      Puji dan syukur dipanjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami bisa menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktunya yang berjudul “Tafsir Kontemporer”.

      Makalah ini dibuat dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an. Dengan terselesaikannya karya tulis ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi yang sangat membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

      Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kami. Kami berharap makalah yang telah dibuat ini bisa bermanfaat serta menambah pengetahuan pembaca.



Tenggarong, 30 Oktober 2018


Kelompok 8

DAFTAR ISI
                                                                                                                           Halaman
Kata Pengantar.................................................................................................     i
Daftar Isi..........................................................................................................     ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
Bab 2 Pembahasan
2.1 Pengertian Tafsir Kontemporer............................................................. 3
2.2 Sejarah munculnya Tafsir Kontemporer................................................ 4
2.3 Perkembangan Tafsir Kontemporer....................................................... 5
2.4 Metode Tafsir pada Masa Kontemporer............................................... 9
2.5 Metode Maudhu’i pada Masa Kontemporer........................................ 10
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 12
Daftar Pustaka..................................................................................................... 13


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kajian seputar Al-Qur’an dan tafsirnya sebenarnya selalu mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan akselerasi perkembangan peradaban manusia. Di masa Rasulullah Saw. al-qur’an langsung beliau tafsirkan jika ada hal-hal yang tidak dipahami oleh sahabat dangan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah saw. Setelah Rasulullah wafat penafsiran al-Quran semakin berkembang mulai dari masa sahabat hingga sampai saat ini.

Seiring dengan adanya proses perkembangan zaman, pasti akan banyak perubahan situasi dan kondisi, kebudayaan manusia semakin maju, teknologi semakin canggih, begitupun transformasi informasi yang sangat cepat. Hal ini menjadi tantangan khususnya bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan dengan tetap memelihara nilai-nilai keislamannya. Agar penjelasan ayat  Al-Qur’an mampu menyesuaikan dengan tuntutan zaman, maka dibutuhkan pemahaman atau penafsiran yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Penafsiran yang disesuaikan dengan konteks sosial ini sering disebut tafsir kontekstual. Tafsir kontekstual ini mulai dikenal setelah munculnya ulama-ulama kontemporer, yang menampakan diri sebagai ulama pembaharu. Penafsiran secara kontekstual pada saat ini sering disebut dengan tafsir kontemporer.

Dalam makalah ini akan diuraikan beberapa hal tentang tafsir kontemporer. Diantaranya pengertian, sejarahnya, dan metodenya. Termasuk penjelasan metode maudhu’i yang ada pada masa kontemporer ini.



1.2    Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud dengan tafsir kontemporer?
2.   Bagaimana sejarah munculnya tafsir kontemporer?
3.   Bagaimana perkembangan tafsir kontemporer?
4.   Apa saja metode tafsir kontemporer? Dan metode tafsir apa yang sering dipakai pada masa kontemporer?

1.3    Tujuan Penelitian
1.    Untuk mengetahui pengertian tafsir kontemporer
2.    Untuk mengetahui sejarah munculnya tafsir kontemporer
3.    Untuk mengetahui perkembangan tafsir kontemporer
4.    Untuk mengetahui metode-metode tafsir kontemporer dan metode tafsir yang sering dipakai pada masa kontemporer

1.      
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Tafsir Kontemporer
Tafsir kontemporer terbagi ke dalam dua kata, yakni Tafsir dan Kontemporer. Secara etimologi, Tafsir berasal dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian, Al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.

Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna al-idhar (menjelaskan), al-bayan (menerangkan), al-kasyf (mengungkapkan), al-izhar (menampakkan), dan al-ibanah (menjelaskan).

Adapun mengenai pengertian tafsir berdasarkan terminologi (istilah), para ulama mengemukakannya sebagai berikut :
1. Al-Zarqani
تعلي بقدر الطاقة البشرية  علم يبحث عن القران الكريم من حيث دلالته على مراد الله
Ilmu yang membahas al-Quran dari segi dilalahnya, berdasarkan maksud yang dikehendaki oleh Allah sebatas kemampuan manusia.

2. Az-Zarkasyi
عليه وسلم وببان معانيه واستخراج احكامه وحكمه علم يعرف به كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى ا
Ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada nabi Saw. Menjelaskan maknanya, hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.

3. Khalid bin Utsman al-Tsabt
علم يبحث فيه عن احوال القران العزيز من حيث دلالته على مراد الله تعلى بقدر الطاقة البشرية
Ilmu yang membahas tentang keadaan al-Quran dari segi dilalahnya, berdasarkan maksud yang dikehendaki oleh Allah sebatas kemampuan manusia.

Jadi Tafsir Al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur’an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya, dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur’an dan isinya.

Sedangkan kontemporer adalah sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online berarti: “pada waktu yang sama, semasa, sewaktu, pada masa kini, dan, dewasa ini.”

Jadi, Tafsir kontemporer dapat diartikan upaya mufassir untuk menjelaskan Al-Quran sesuai dengan konteks ayat pada saat ini.

2.2    Sejarah munculnya Tafsir Kontemporer
Abad ke 14 H adalah abad di mana dunia islam mengalami kemajuan di berbagai bidang, termasuk bidang kajian tafsir. Kajian tentang pemikiran tafsir Al-Qur’an dalam khazanah intelektual islam memang tidak pernah berhenti. Setiap generasi memiki tanggung jawab masing-masing untuk menyegarkan kembali kajian sebelumnya yang telah di anggap out date.

Kemunculan metode tafsir kontemporer sendiri diantaranya dipicu oleh kekhawatiran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran al qur`an dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan situasi dan latar belakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang penting[14]. Shah waliyullah ( 1701-1762 ) seorang pembaharu islam dari Delhi, merupakan orang yang berjasa dalam memprakarsai penulisan tafsir “modern”, dua karyanya yang monumental, yaitu, Hujjah al balighah dan Ta`wil al Hadits fi rumuz Qishash al Anbiya, adalah karya yang memuat tentang pemikiran modern. Tidak sia-sia usaha ini telah merangsang para pembaharu lainnya untuk berbuat hal serupa , maka di Mesir, munculah tafsir Muhammad Abduh, Rasyid ridha, Ahmad Khalaf, dan Muhammad Kamil Husain. Di belahan Indo-Pakistan, kita mengenal tokoh seperti Abu Azad, Al Masriqqi, G.A Parws, dan sederetan tokoh lainnya[15]. Di penjuru Timur Tengah, semisal Amin Al Khull ( w. 1978 ), Hasan Hanafi ( wafat . Bita Shathi ( w. 2000 ), Nasr Abu Zayd ( lahir. 1942 ), Muhammad Shahrur, dan Fazlur Rahman[16].

2.3    Perkembangan Tafsir Kontemporer
Selanjutnya akan kita bahas beberapa tinjauan tentang sejarah perkembangan tafsir ini yakni dari segi corak penafsiran, kodifikasi tafsir dan terakhir ditinjau dari metode penafsiran.
1. Perkembangan Tafsir ditinjau dari Corak Penafsiran
a). Masa Klasik (salaf)
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa proses pewahyuan berlangsung, nabi Muhammad SAW sebagai penafsir atau mubayyin terhadap ayat-ayat Al-Qur’an terutama yang bersifat samar, hal ini berlangsung sampai wafatnya beliau, namun harus kita akui bahwa riwayat-riwayat tentangnya tidak sampai kepada kita atau memang penafsiran-penafsiran beliau tidak mencakup seluruh Al-Qur’an. Sehingga sepeninggal Rasulullah para sahabat menafsirkan Al-Qur’an melalui Ijtihad mereka sendiri terutama sahabat yang memiliki kemampuan dibidang itu seperti: 'Ali bin Abi Thalib, Ibnu 'Abbas, Ubay bin Ka'ab, dan Ibnu Mas'ud.

Selanjutnya ada pula sahabat yang menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an terutama sejarah atau kisah-kisah para nabi yang tercantum dalam Al-Qur’an kepada Ahlul Kitab yang telah memeluk Islam, seperti 'Abdullah bin Salam, Ka'ab al-Ahbar, dan lain-lain.

Para sahabat yang tersebut diatas mempunyai murid-murid dari kalangan tabi’in, yang kemudian lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dikalangan tabi’in seperti (a) Said bin Jubair, Mujahid bin Jabr, di Makkah, yang ketika itu berguru kepada Ibnu 'Abbas; (b) Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam, di Madinah, yang ketika itu berguru kepada Ubay bin Ka'ab; dan (c) Al-Hasan al-Bashriy, Amir al-Sya'bi, di Irak, yang ketika itu berguru kepada 'Abdullah bin Mas'ud.

Gabungan dari tiga sumber di atas, yaitu penafsiran Rasulullah SAW, penafsiran sahabat-sahabat, serta penafsiran tabi'in, dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai Tafsir bi al-Ma'tsûr. Dan masa ini dapat dijadikan periode pertama dari perkembangan tafsir.

b). Masa Kontemporer (Khalaf)
Setelah berakhirnya periode pertama sekitar tahun 150 H, maka mulailah periode selanjutnya yang diawali dengan proses perkembangan hadits yang cepat, saat itu bermunculan hadis-hadis palsu dan lemah di tengah-tengah masyarakat. Sementara itu perubahan sosial semakin menonjol, dan timbullah beberapa persoalan yang belum pernah terjadi atau dipersoalkan pada masa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, para sahabat, dan tabi'in.

Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-Quran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang dikandung oleh satu kosakata. Namun sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat al-Quran, sehingga bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya.

Corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain: (a) Corak sastra bahasa, yang timbul akibat banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan al-Quran di bidang ini. (b) Corak penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir untuk memahami ayat-ayat al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu. (c) Corak fiqih atau hukum, akibat berkembangnya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum. (e) Corak selanjutnya yakni lebih terfokus pada sastra budaya kemasyarakatan. Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar. Salah satu tokoh corak ini ialah Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-1905 M).

2. Kodifikasi Tafsir
Kalau yang digambarkan di atas tentang sejarah perkembangan Tafsir dari segi corak penafsiran, maka perkembangan dapat pula ditinjau dari segi kodifikasi (penulisan), hal ini dapat dilihat dalam tiga periode: Periode I, yaitu masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sahabat, dan permulaan masa tabi'in, di mana Tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu tersebar secara lisan. Periode II, bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa pemerintahan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz (99-101 H). Tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan penulisan hadis-hadis, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadis, walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah Tafsir bi al-Ma'tsur. Dan periode III, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab Tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, yang oleh sementara ahli diduga dimulai oleh al-Farra (w. 207 H) dengan kitabnya yang berjudul Ma'ânî al-Qur'an.

3. Metode Tafsir
Walaupun disadari bahwa setiap mufassir mempunyai metode yang berbeda dalam perinciannya dengan mufassir lain. Namun secara umum dapat diamati bahwa sejak periode ketiga dari penulisan Kitab-kitab Tafsir sampai tahun 1960, para mufassir menafsirkan ayat-ayat al-Quran secara ayat demi ayat, sesuai dengan susunannya dalam mushhaf

Penafsiran yang berdasar perurutan mushaf ini dapat menjadikan petunjuk-petunjuk al-Quran terpisah-pisah, serta tidak disodorkan kepada pembacanya secara utuh dan menyeluruh. Memang satu masalah dalam al-Quran sering dikemukakan secara terpisah dan dalam beberapa surat. Ambillah misalnya masalah riba, yang dikemukakan dalam surat-surat al-Baqarah, Ali 'Imran, dan ar-Rûm, sehingga untuk mengetahui pandangan al-Quran secara menyeluruh dibutuhkan pembahasan yang mencakup ayat-ayat tersebut dalam surat yang berbeda-beda itu.

Disadari pula oleh para ulama, khususnya asy-Syathibi (w. 1388 M), bahwa setiap surat, walaupun masalah-masalah yang dikemukakan berbeda-beda, namun ada satu sentral yang mengikat dan menghubungkan masalah-masalah yang berbeda-beda tersebut.

Pada bulan Januari 1960, Syaikh Mahmud Syaltut menyusun kitab tafsirnya, Tafsir Al-Qur'an Al-Karim, dalam bentuk penerapan ide yang dikemukakan oleh Al-Syathibi tersebut. Syaltut tidak lagi menafsirkan ayat-demi-ayat, tetapi membahas surat demi surat, atau bagian-bagian tertentu dalam satu surat, kemudian merangkainya dengan tema sentral yang terdapat dalam satu surat tersebut. Metode ini kemudian dinamai metode mawdhu'iy.

Namun apa yang ditempuh oleh Syaltut belum menjadikan pembahasan tentang petunjuk al-Quran dipaparkan dalam bentuk menyeluruh, karena seperti dikemukakan di atas, satu masalah dapat ditemukan dalam berbagai surat. Atas dasar ini timbul ide untuk menghimpun semua ayat yang berbicara tentang satu masalah tertentu, kemudian mengaitkan satu dengan yang lain, dan menafsirkan secara utuh dan menyeluruh. Ide ini di Mesir dikembangkan oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy pada akhir tahun enam puluhan. Ide ini pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari metode mawdhu'iy gaya Mahmud Syaltut di atas.

Demikian perkembangan penafsiran Al-Quran dari segi metode, yang dalam hal ini ditekankan menyangkut pandangan terhadap pemilihan ayat-ayat yang ditafsirkan (yaitu menurut urut-urutannya).

2.4    Metode Tafsir pada Masa Kontemporer
Dalam melakukan penafsiran al qur`an, seorang Mufasssir biasanya merujuk kepada tradisi ulama salaf, namun tidak jarang yang merujuk pada temuan ulama kontemporer.

Adapun tafsir yang merujuk ulama salaf adalah tafsir berdasarkan riwayah, yang biasa disebut al tafsir bi al ma`tsur. Tafsir yang berdasarkan dirayah, yang dikenal dengan al tafsir bi al ra`y atau bi al ajtihadi, dan  tafsir yang berdasarkan isyarat yang popular dengan nama al tafsir al Isyri.

Pada perkembangan dewasa ini, yang merujuk pada temuan ulama kontemporer, yang dianut sebagian pakar al qur`an misalnya al Farmawi (di Indonesia) yang dipopulerkan oleh M. Quraish Shihab dalam berbagai tulisanya adalah pemilahan metode tafsir al qur`an kepada empat metode Ijmali (Global), Tahlili (Analis), Muqarin (Perbandingan), Maudlu`I (Tematik).

Adanya pengklasifikasian metode tafsir ini tentunya tidak dimaksudkan untuk mendekonstruksi atas yang favorit dan yang tidak favorit, tapi lebih ditunjukan untuk mempermudah penelusuran sejarah metode tersebut, dan untuk melengkapi satu sama lainnya.

2.5    Metode Maudhu’I pada Masa Kontemporer
Di antara berbagai metode yang berkembang di masa kontemporer, metode maudhu’i tampaknya merupakan yang paling banyak diminati oleh para mufassir kontemporer. Sesuai dengan namanya, metode penafsiran maudhu’i adalah upaya untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an  dengan memfokuskan pada judul (tema) yang telah di tetapkan. Topik inilah yang menjadi ciri utama dari metode maudhu’i.

Penafsiran dengan metode tematik ini menarik karena beberapa hal :
·         Pertama, metode maudhu’i mencoba memahami ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan, tidak secara parsial ayat per ayat, sehingga memingkinkan kita memperoleh pemahaman mengenai konsep Al-Qur’an secara utuh. Dengan metode maudhu’i ini mengharuskan seseorang untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara proporsional, sehingga menempatkan suatu ayat pada tempatnya tanpa memaksakan pra konsepsi tertentu kepada ayat-ayat tertentu dari al-Qur’an. Dengan demikian, pemahaman ayat-ayat al-Qur’an model ini akan berbeda secara diametral dengan model pemahaman tradisional yang cenderung parsial, sehingga bisa menegaskan kesan pertentangan antar ayat yang demikian dominan dalam penafsiran tradisional.

·         Kedua, metode maudhu’i biasa bersifat praktis bisa langsung bermanfaat bagi masyarakat karena kita bisa memilih tema-tema tertentu untuk dikaji. Seseorang bisa mengkaji problem tertentu yang terjadi di masyarakat dengan merujuk pada konsep al-Qur’an melalui metode ini. Cara ini bukan saja bisa lebih mengantarkan pada pemahaman yang lebih objektif mengenai pandangan al-Qur’an atas problem tertentu dalam masyarakat, namun juga bisa lebih efisien karena “mengesampingkan” pembahasan terhadap ayat-ayat yang tidak relavan dengan obyek yang dikaji.

Dengan demikian, maka kita bisa simpulkan bahwa metode maudhu’i dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh ummat dewasa ini. Metode ini unggul karena dipandang mampu menjawab tantangan zaman, dinamis dan praktis tanpa harus merujuk pada kitab-kitab tafsir yang tebal dan berjilid-jilid, penataannya sistematis, tema-temanya up to date membuat al-Qur’an tidak ketinggalan zaman. Sehingga para pembaca tafsir mampu memahami maksud dan hakekat dari suatu persoalan dengan cara yang paling mudah, sebab tanpa harus bersusah payah dan memenuhi kesulitan dalam memahami tafsir. Selain itu sisi lain yang dilihat adalah dengan metode maudhu’i, mufassir berusaha berdialog aktif dengan al-Qur’an untuk menjawab tema yang dikehendaki secara utuh.


BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
·         Tafsir kontemporer dapat diartikan upaya mufassir untuk menjelaskan Al-Quran sesuai dengan konteks ayat pada saat ini
·         Kemunculan metodes tafsir kontemporer diantaranya dipicu oleh kekhawatiaran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran al qur`an dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan situasi dan latar belakang turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang penting
·         Perkembangan tafsir kontemporer bisa ditinjau dari segi corak penafsiran, kodifikasi tafsir dan  dari metode penafsiran.
·         Merujuk pada temuan ulama kontemporer, pemilahan metode penafsiran Al quran dibagi kedalam empat metode, yaitu metode Ijmali (Global), Tahlili (Analis), Muqarin (Perbandingan), Maudlu`I (Tematik).
·         Metode penafsiran maudhu’i adalah upaya untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an  dengan memfokuskan pada judul (tema) yang telah di tetapkan
·         Metode Maudhu’i dipandang mampu menjawab tantangan zaman, dinamis dan praktis tanpa harus merujuk pada kitab-kitab tafsir yang tebal dan berjilid-jilid, penatannya sistematis, tema-temanya up to date membuat al-Qur’an tidak ketinggalan zaman, serta pemahamannya utuh.


DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar